Selasa, 26 Agustus 2025

Mengkaji Rekonstruksi Penggabungan Dalam Penyidikan TPPU dengan Pidana Asal

sidang terbuka promosi doktor Ilmu Hukum menjadi momen penting bagi Berry Ballen Saputra. 

|
Editor: Wahyu Aji
Istimewa
SIDANG PROMOSI DOKTOR - Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Berry Ballen Saputra usai sidang promosi doktor hukum di Gedung D, kampus Universitas Borobudur, Jakarta, Selasa (8/7/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Universitas Borobudur kembali menggelar sidang terbuka promosi doktor di bidang Ilmu Hukum.

Kali ini, sidang terbuka promosi doktor Ilmu Hukum menjadi momen penting bagi Berry Ballen Saputra. 

Berry merupakan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum dari angkatan 25, yang berhasil meraih gelar Doktor setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul "Rekonstruksi Penggabungan Dalam Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang Dengan Pidana Asal". Berry berhasil lulus cumlaude.

Penyidik Bareskrim Polri ini menjelaskan penelitian yang ia buat dilatarbelakangi oleh ketidakpastian hukum terkait kewenangan penyidik dalam menggabungkan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan tindak pidana asal di Kepolisian Republik Indonesia. 

"Pasal 75 UU TPPU memperbolehkan penggabungan penyidikan jika ada bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat menggabungkan tppa dan TPPU namun menimbulkan penafsiran beragam dalam praktik. Problematik sering terjadi, misalnya ketika bukti TPPU muncul setelah perkara asal diputus atau aset baru teridentifikasi setelah kasus selesai," kata Berry usai sidang promosi doktor hukum di Gedung D, kampus Universitas Borobudur, Jakarta, Selasa (8/7/2025).

Menurutnya, tantangan ini diperparah oleh keterbatasan kewenangan penyidik tertentu dalam menyidik TPPU, yang membutuhkan koordinasi antar instansi.

Meski Putusan MK Nomor 15/PUU-XIX/2021 memperluas definisi "penyidik tindak pidana asal," tetap diperlukan pedoman yang lebih tegas untuk memastikan konsistensi dan efektivitas dalam penegakan hukum serta pemulihan aset kejahatan.

Lebih lanjut dirinya mengemukakan, dari penelitian ini ditemukan efektivitas penegakan hukum dalam penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Kepolisian Republik Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk kurangnya panduan dan mekanisme yang jelas, keterbatasan pelatihan khusus bagi penyidik, serta lemahnya koordinasi antar lembaga penegak hukum.

"Kurangnya pemahaman yang mendalam di kalangan penyidik terkait kompleksitas TPPU, ditambah minimnya sinergi antara penyidik, jaksa, dan hakim, menyebabkan proses hukum tidak berjalan optimal dan sering kali mengabaikan kepentingan korban. Untuk memaksimalkan penyidikan TPPU, penelitian ini merekomendasikan metode penggabungan penyidikan yang dilaksanakan melalui penerapan standar operasional prosedur yang terstruktur, pelatihan berkelanjutan bagi penyidik, serta penguatan koordinasi antarlembaga guna menempatkan pemulihan kerugian korban sebagai fokus utama proses hukum," jelasnya.

Dirinya menuturkan, adanya ketidakpastian hukum terkait kewenangan penyidik dalam menggabungkan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan tindak pidana asal (TPA) dalam praktik penyidikan di Kepolisian Republik Indonesia.

Pasal 75 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur bahwa penggabungan penyidikan dapat dilakukan apabila terdapat bukti permulaan yang cukup.

Namun ketentuan ini tidak diatur secara rinci terkait kategori pidana asalnya dan besar kerugiannya, serta perbedaan interpretasi antar penyidik terkait alat bukti yang cukup sehingga menyebabkan keraguan untuk digabungkan penyidikan TPA dan TPPU .

Ketidakpastian ini mengarah pada praktik yang tidak konsisten, di mana penggabungan penyidikan sering kali tergantung pada penilaian subjektif masing-masing penyidik. Hal ini berisiko menurunkan efektivitas penegakan hukum dan merugikan korban serta negara.

Selain itu, proses penggabungan penyidikan TPPU dengan TPA menghadapi berbagai tantangan operasional. Ketidakterpaduan dalam pendekatan hukum dan kurangnya koordinasi antara lembaga penegak hukum menjadi masalah signifikan.

Dalam hal ini, penggabungan penyidikan seharusnya dilakukan untuk jenis TPA yang termasuk dalam kategori kejahatan berat, seperti narkotika, korupsi, terorisme, serta kejahatan ekonomi dengan dampak yang luas. 

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan