Kasus Impor Gula
Pledoi Tom Lembong: Hukum Tak Ubahnya Monster, Menakutkan bagi yang Beda Haluan dengan Kekuasaan
Pledoi Tom Lembong menegaskan bahwa hukum saat ini seperti monster yang akan menyerang siapa saja yang melawan dengan kekuasaan.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Tom Tirkasih Lembong atau Tom Lembong menghadiri sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi dalam perkara dugaan korupsi impor gula, Rabu (9/7/2025).
Oleh tim kuasa hukumnya, pledoi yang ditulis tangan oleh Tom Lembong tersebut diberi judul 'Robohnya Hukum Kita, Kasus Tom Lembong: Sebuah Genosida atas Kejujuran'.
Kuasa hukum mengatakan dijeratnya Tom Lembong hingga menjadi terdakwa dalam kasus ini tidak disertai dengan bukti cukup.
Dia mengungkapkan dijadikannya Tom Lembong sebagai terdakwa adalah bentuk pemberangusan oleh aparat penegak hukum.
"Kami berdiri semata-mata bukan untuk membela terdakwa yang saat ini dituduh melakukan tindak pidana korupsi importasi gula tanpa bukti."
"Namun untuk membela nurani keadilan yang diberangus oleh aparatnya sendiri. Di gedung yang semestinya menjadi rumah bagi keadilan tetapi kini berpotensi menjadi rumah penjagalan hukum," kata pengacara Tom Lembong, Ari Yusuf Amir di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Dia menilai keadilan terhadap Tom Lembong sudah diberangus atas nama hukum.
Selain itu, Amir juga menganggap saat ini, dijeratnya Tom dalam kasus korupsi impor gula menjadi wujud hukum digunakan untuk kepentingan kekuasaan.
Baca juga: Hotman Paris Ungkap 2 Bukti Pamungkas di Kasus Tom Lembong: Bisa Gugurkan Dakwaan Jaksa
Dia mengatakan dalam kondisi semacam ini, hukum layaknya seperti monster yang digunakan kekuasaan untuk menghancurkan pihak yang berbeda pandangan.
"Inilah ironi yang menyayat nurani, ketika keadilan diberangus atas nama hukum, maka hukum kehilangan titahnya sebagai penjaga moralitas dan berubah menjadi mesin kekuasaan yang menghancurkan."
"Dalam situasi seperti ini, hukum tak ubahnya monster yang menakutkan bagi siapapun yang berbeda haluan dengan kekuasaan. Ia menghukum bukan karena salah, melainkan karena berbeda. Maka yang adil bukan keadilan tetapi tirani yang secara formal, namun cacat secara moral," katanya.
Amir mengatakan jika para pendiri bangsa atau founding fathers melihat realita hukum di Indonesia saat ini, maka akan miris karena praktek penegakan hukum justru membuat rakyat ketakutan.
Menurutnya, penegakan hukum di Indonesia saat ini tidak sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa yang menginginkan agar seluruh rakyat sama di mata hukum.
"Apapun agamanya, apapun haluan politiknya, dan apapun kelas sosialnya, semua manusia diperlakukan setara karena itulah hakikat hukum yang merdeka yaitu membebaskan bukan menaklukan. Dan hari ini, yang terjadi justru sebaliknya," tegasnya.
Amir mengatakan orang lain tinggal menunggu nasibnya seperti Tom Lembong yang menurutnya diproses hukum tanpa adanya bukti.
Menurutnya, jika praktek penegakan hukum semacam ini terus dilakukan, maka akan menggerogoti martabat bangsa Indonesia.
"Inilah bahaya yang tidak kasat mata, tapi amat nyata yaitu pembusukan sistemik terhadap keadilan yang pelan-pelan tapi pasti menggerogoti sendi moral bangsa."
"Dan saat keadilan mati secara sunyi di ruang-ruang peradilan, maka sebenarnya yang terkubur bukan hanya seorang manusia, tetapi martabat dan peradaban sebuah bangsa yang sebelumnya diperjuangkan dengan darah dan air mata para pendiri bangsa ini," tuturnya.
Tom Lembong Dituntut 7 Tahun Penjara

Sebelumnya, Tom Lembong dituntut tujuh tahun penjara oleh jaksa dalam kasus dugaan korupsi impor gula tahun 2015-2016.
"Menuntut agar supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memutuskan menyatakan Terdakwa Thomas Trikasih Lembong telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," ujar jaksa pada Jumat (4/7/2025).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Thomas Trikasih Lembong dengan pidana penjara selama tujuh tahun," sambungnya.
Selain itu, Tom juga dituntut membayar denda Rp750 juta subsidair enam bulan penjara.
Adapun tuntutan itu berdasarkan keyakinan jaksa bahwa Tom Lembong telah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jaksa juga menyebut hal memberatkan dan meringankan dalam tuntutannya. Untuk hal memberatkan adalah Tom Lembong tidak merasa bersalah dan tak mengakui perbuatannya.
"Hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya," kata jaksa.
Sementara, hal meringankan adalah Tom Lembong belum pernah dihukum.
"Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum," ujarnya.
Kendati demikian, jaksa menilai Tom Lembong tidak ikut menikmati uang hasil korupsi tersebut meski dianggap tindakan rasuah itu bisa terjadi karena ada perannya.
Jaksa pun tidak menuntut ganti rugi meski negara mengalami kerugian mencapai Rp578 miliar akibat kasus ini.
Sementara, jaksa bakal meminta agar uang ganti rugi dilimpahkan ke pihak korporasi yang menurutnya menikmati hasil kebijakan Tom Lembong yaitu diberi izin melakukan impor gula.
"(Uang pengganti) Lebih tepat ditempatkan kepada pihak swasta yang menikmati atau memperoleh uang dari hasil tindak pidana korupsi dalam perkara a quo," kata jaksa.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.