Selasa, 26 Agustus 2025

Disertasi soal Model Rekrutmen Advokat, Enita Singgung Integritas hingga Harmonisasi Regulasi

Universitas Borobudur kembali menggelar sidang terbuka promosi doktor di bidang Ilmu Hukum.

Editor: Wahyu Aji
Istimewa
PROMOSI DOKTOR HUKUM - Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Enita Adyalaksmita usai mengikuti sidang terbuka Promosi Doktor Hukum di Gedung D, kampus Universitas Borobudur, Jakarta, Kamis (10/7/2025). Ia berhasil meraih gelar Doktor setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul "Model Rekrutmen Advokat yang Berintegritas Bagi Organisasi Advokat Guna Memberikan Kepastian Hukum dan Keadilan”. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Universitas Borobudur kembali menggelar sidang terbuka promosi doktor di bidang Ilmu Hukum.

Kali ini, sidang terbuka promosi doktor ilmu hukum menjadi momen penting bagi Enita Adyalaksmita.

Enita merupakan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum dari angkatan 23, yang berhasil meraih gelar Doktor setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul "Model Rekrutmen Advokat yang Berintegritas Bagi Organisasi Advokat Guna Memberikan Kepastian Hukum dan Keadilan”.

Dalam sidang terbuka, Enita yang merupakan Ketua Umum Himpunan advokat/ Pengacara Indonesia ini menjelaskan bahwa penelitian yang dibuatnya merupakan suatu penelitian yang bersifat urgensi bagi calon advokat. 

Secara das sein (fakta dan realita) didapat bahwa sistem rekrumen calon advokat dari masing-masing Organisasi Advokat terjadinya gap atau ketimpangan kualitas dan competency baik hard competency dan soft competency, tidak terbatas pada berbagai ilmu hukum dan ilmu lainnya sebagai asset penting dan capital intangible yang sangat dibutuhkan dalam menjalankan hak dan kewajiban sebagai advokat tatkala sudah memperoleh sumpah dan janji advokat dari Pengadilan Tinggi setempat.

Dalam penelitian tersebut, Enita menggunakan teori keadilan yang dikembangkan oleh Aristoteles, teori kepastian hukum yang dikembangkan oleh Gustav Radbruch, dan teori kemanfaatan yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham.

"Hasil penelitian ini menunjukan pertama, Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) perlu diakui, oleh karena belum ada lembaga yang menaungi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Kedua, standar rekrutmen advokat yang berlaku saat ini diatur oleh masing-masing organisasi advokat yang ada. Dalam perspektif keadilan korektif, rekrutmen advokat terkait pendidikan harus difokuskan pada upaya memperbaiki ketimpangan, ketidakadilan, dan kesalahan sistemik yang telah terjadi dalam akses serta proses pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi calon advokat," ujar Enita usai menggelar sidang terbuka Promosi Doktor Hukum di Gedung D, kampus Universitas Borobudur, Jakarta, Kamis (10/7/2025).

Ketiga, lanjut dia, model rekrutmen advokat yang berintegritas bagi organisasi Advokat guna memberikan kepastian hukum dan keadilan dengan membentuk Lembaga Pendidikan, Pelatihan dan Sertifikasi Advokat Nasional agar memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. 

"Sehingga dapat dirasakan asas kemanfaatannya secara nasional bagi advokat, oleh karena kurikulum materi sudah berstandar nasional. Di dalam Lembaga Pendidikan, Pelatihan dan Sertifikasi Advokat Nasional tersebut terdapat instrukturinstruktur yang terdiri dari para advokat senior, akademisi, tokoh masyarakat dan pemerintah dalam lembaga tersebut," tutur Enita.

Untuk itu, ia menguraikan bahwa Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) perlu diakui, oleh karena saat ini belum ada lembaga yang menaungi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), sehingga terjadi dualisme antara Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dengan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat dalam pelaksanaan pendidikan advokat dan syarat kelulusan. 

Sehingga Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 95/PUU-XIV/2016 mengamanatkan penyelenggaraan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dilakukan organisasi advokat dengan keharusan bekerja sama dengan perguruan tinggi hukum atau sekolah tinggi hukum yang berakreditasi. 

"Jika dikelola secara sinergis, regulasi ini justru dapat memperkuat pendidikan profesi advokat dengan menggabungkan pendekatan akademik dan praktis. Harmonisasi regulasi dan kerja sama antar lembaga menjadi kunci utama untuk mengatasi potensi konflik," katanya.

Dirinya menuturkan, standar rekrutmen advokat yang berlaku saat ini, proses rekrutmen advokat Indonesia diatur oleh masing-masing organisasi advokat yang ada. Hal ini dikarenakan belum ada standar nasional yang seragam untuk memastikan kurikulum dan kompetensi yang berkualitas.

Sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai penurunan standar kualitas advokat dan potensi penyimpangan dalam proses rekrutmen advokat. 

Menurut Tenaga Ahli Ketua Umum KOWANI ini, dalam standar rekrutmen advokat harus berlandaskan pada keadilan korektif.

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan