Kasus Impor Gula
Kekhawatiran Pengacara Tom Lembong: Ada Missing Link Saksi Penting, Beban Berat buat Hakim
Menurut Dodi, ada saksi penting kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan RI periode 2015-2016 yang tidak didengar.
Penulis:
Rizkianingtyas Tiarasari
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Pengacara mantan Menteri Perdagangan RI Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), Dodi Abdulkadir, mengungkapkan salah satu kekhawatirannya dalam proses peradilan kliennya.
Menurut Dodi, ada saksi penting terkait kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan RI periode 2015-2016 yang tidak didengar keterangannya.
Sehingga, dengan adanya saksi penting yang malah tidak didengar, Dodi merasa kasihan dengan hakim yang nantinya akan menjatuhkan putusan atau vonis.
Hal tersebut disampaikan Dodi Abdulkadir kala menjadi tamu dalam podcast yang diunggah dalam kanal YouTube milik eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto, Selasa (15/7/2025).
"Jadi, memang ada saksi-saksi yang sebenarnya menjadi titik simpul dari adanya peristiwa importasi gula ini, justru tidak didengar ya," kata Dodi.
"Sehingga sebenarnya ada missing link. Kalaupun nanti ini [hakim, red] bisa mengambil keputusan, saya kasihan dengan pemutus ini, karena bisa timbul indubious," tambahnya.
"Maksudnya, karena ada satu titik yang menjadi trigger adanya importasi gula ini, yang disebutkan sebagai suatu sumber adanya importasi gula ini, tapi tidak dikonfirmasi, tidak diperiksa, tidak diuji. Padahal kan ini menguji materiil, menguji substansi. Jadi, bukan sekedar prosedur," jelasnya.
Selanjutnya, Dodi menyoroti beratnya beban hakim yang menjatuhkan putusan pada kasus Tom Lembong jika saksi penting itu diabaikan.
Dodi lantas menegaskan bahwa hakim tak akan menanggung beban berat jika ia bisa mendasarkan putusannya pada azas peradilan.
"Nah, inilah yang sebenarnya memberikan beban yang terlalu berat buat Pak Hakim. Saya juga kasihan dengan Pak Hakim ini, karena bisa-bisa dia yang akan menanggung beban ini," ujar Dodi.
Kemudian, Dodi menyinggung soal putusan hakim nanti, apakah benar-benar berdasarkan keadilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa atau hanya sebatas pengetahuan.
Baca juga: Rocky Gerung Singgung Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto: Harusnya Prabowo Kasih Sinyal Keadilan
"Ya, ini masalah keyakinan ya. Keyakinan apakah yang selama ini disebut dalam setiap keputusan, yang namanya irah-irah [kepala putusan, red.] itu sebagai keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, itu sebatas irah-irah atau juga dirasakan?" katanya.
"Karena beda pengetahuan, tahu bahwa ini keadilan berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa," tambahnya.
"Tapi apakah dia merasakan waktu mengambil keputusan bahwa dia memutus sesuatu atas nama Tuhan Yang Maha Esa? Bahwa rasa akan dipertanggungjawabkan keputusan-keputusan yang diambil ini," imbuhnya.
"Nah, ini yang yang menjadi tanda tanya di dalam proses-proses peradilan. Apakah irah-irah berdasar keadilan, berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa, ini hanya sebatas pengetahuan, nomenklatur, ataukah itu adalah rasa, spirit, atau jiwa daripada suatu putusan," tandas Dodi.
Sebagai informasi, dalam perkara dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan RI periode 2015-2016, Tom Lembong dituntut 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Ia akan menghadapi sidang putusan perkara pada Jumat (18/7/2025) mendatang.
Duplik Berjudul "Tetap Manusia"
Diwartakan Tribunnews.com, Tom Lembong mengungkapkan dupliknya berjudul "Tetap Manusia" dan berfokus landasan moral yang menjadi fondasi di bawah landasan hukum.
"Kalau judul pleidoi saya adalah 'Di Persimpangan,' maka judul duplik saya adalah 'Tetap Manusia,'" kata Tom Lembong dalam dupliknya di persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/7/2025).
Ia melanjutkan di sebuah persimpangan, apakah akan belok kiri, belok kanan, tetap lurus terus, atau putar balik 180 derajat.
Itu pilihan pribadi dan institusi masing-masing, dalam ruang lingkup masing-masing.
"Namun apa pun pilihan kita, ke arah mana pun kita pada persimpangan, kita tetap bisa menjadi manusia, tidak harus menjadi mesin," kata Tom Lembong.
Jika dalam pledoinya, kata Tom Lembong, dirinya fokus pada data, fakta, angka dan realita, dupliknya ingin fokus lebih pada landasan moral yang menjadi fondasi di bawah landasan hukum.
"Moral dan etika adalah fondasi di bawah fondasi. Institusi hukum pun berdiri di atas fondasi moral dan etika, sebagaimana kita rasakan melalui suara nurani, melalui suara panggilan Tuhan Allah. Kita hiraukan suara-suara berisik dan fokus pada suara Tuhan Allah yang lembut, yang merdu dan halus, yang terdengar di hati dan telinga kita," jelasnya.
Dalam perselisihan hukum dan yuridis, yang seyogyanya, kata Tom Lembong, menjadi dominan adalah logika, serta akal sehat dan rasionalitas, berdasarkan data, fakta dan angka.
"Tapi dalam sebuah penilaian, seperti dalam sebuah putusan, nilai-nilai dan norma-norma moral dan etika akan memainkan peran penting. Untuk menyeimbangkan rasionalitas otak dengan isi hati nurani kita dan panggilan jiwa dan agama kita," tandasnya.
(Tribunnews.com/Rizki A./Rahmat Fajar Nugraha)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.