Berkedok Open Adopsi Lewat Video Call, 22 Orang Jadi Tersangka Jual Bayi ke Singapura
Sebanyak 25 bayi dijual ke Singapura, 15 bayi telah berhasil dikirim, sisanya berhasil diselamatkan, mereka dijual Rp 254 juta per anak
Penulis:
Galuh Widya Wardani
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Polda Jawa Barat berhasil mengungkap kasus perdagangan bayi lintas negara.
Bayi-bayi malang itu dijual dengan nilai mencapai 20 ribu dolar Singapura atau Rp 254 juta per bayi.
Kasus ini tentu menghebohkan publik sebab, jumlah bayi yang sudah dijual mencapai puluhan orang.
Dari pendalaman Polda Jawa Barat, bayi dikirim ke luar negeri dengan kedok adopsi legal.
Namun, mereka tidak diadopsi melainkan dijual.
Hal ini diketahui lantaran ditemukan ada transaksi jual beli.
Dari pengakuan tersangka utama, Lily alias Popo, seorang residivis, bayi-bayi ditawarkan kepada calon pengadopsi melalui video call.
Setelah terjadi kesepakatan, bayi-bayi itu lalu dikirim ke Singapura.
"Lily ini residivis dalam kasus serupa yang terjadi di Jakarta Utara."
"Bayi ditawarkan lewat video call. Kalau yang di Singapura oke, lalu bayi itu diberangkatkan ke Pontianak ke bagian pembuatan dokumen-dokumen, kemudian dikirim ke Singapura," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, Kamis (31/7/2025) dikutip dari TribunJabar.id.
Sebelum dikirim ke Singapura, bayi-bayi akan dibuatkan dokumen-dokumen di Pontianak.
Baca juga: Sindikat Perdagangan Bayi Patok Harga Rp250 Juta, Puluhan Tersangka Terancam 15 Tahun Penjara
"Akta (dokumen) ini dibuat dalam bahasa Inggris di Kalimantan yang fungsinya sebagai bukti transaksi adopsi antara pelaku dengan pengadopsi," lanjut Surawan.
Praktik ini terbongkar setelah polisi menyita 12 akta adopsi dari rumah tersangka lain berinisial SH.
Menurut keterangan SH, total ada 25 bayi yang disiapkan untuk dijual.
Sebanyak 15 bayi telah berhasil dikirim ke Singapura, sementara sisanya berhasil diselamatkan.
Dari hasil pemeriksaan SH, diketahui bahwa dana sebesar 20 ribu dolar Singapura per bayi dibagi untuk biaya persalinan, pemeliharaan, dan fee agen.
Sejumlah rekening juga telah disita untuk ditelusuri aliran dananya.
Polisi kini sedang menelusuri legalitas agensi adopsi di Singapura.
Dalam kasus ini, polisi sudah menetapkan 22 orang sebagai tersangka.
Peran para tersangka di antaranya sebagai donatur, perekrut, perawat, penampung, pembuat, hingga penjual.
Para pelaku ini memanfaatkan media sosial untuk mencari korbannya.
Surawan menyebut polisi pun menyita facebook dari tersangka bernama Astri yang perannya sebagai perekrut.
Dari media sosial ini, polisi dapat melacak identitas para ibu dari bayi-bayi yang telah diselamatkan.
Polisi saat ini masih memburu dua tersangka lainnya, yaitu W dan YY yang masih buron.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
"Mereka terancam penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta," ujar Surawan.
Kronologi Kasus Terungkap
- Awal Terbongkar:
Melansir TribunJabar.id, awal mula kasus ini terungkap yakni dari laporan salah satu orang tua di Jabar.
Orang tua itu mengaku anaknya diculik atau bayinya diambil tanpa pembayaran yang dijanjikan oleh sindikat tersebut.
- Perekrutan Bayi:
Modus utama sindikat ini adalah mencari ibu hamil yang berniat menjual bayinya, terutama melalui media sosial (Facebook).
Mereka mengiklankan "adopsi anak" dan memanipulasi ibu hamil dengan janji akan mengadopsi dan merawat bayi tersebut.
Bahkan, beberapa bayi sudah "dipesan" sejak masih dalam kandungan.
- Harga Bayi:
Bayi-bayi ini dihargai oleh sindikat kepada ibu kandungnya dengan kisaran Rp10 juta hingga Rp16 juta per anak.
Namun, seringkali ibu hanya menerima sedikit bagian karena uang tersebut dipotong untuk biaya persalinan.
Atau bahkan sang ibu tidak mendapatkan uang sisanya.
- Penampungan dan Perawatan:
Setelah bayi didapatkan, mereka dibawa ke rumah penampungan di beberapa lokasi, termasuk di Bandung, Jakarta, dan Pontianak.
Di penampungan ini, bayi dirawat oleh pengasuh yang digaji oleh sindikat.
- Pemalsuan Dokumen:
Tahap krusial dalam modus operandi ini adalah pembuatan dokumen palsu.
Sindikat ini memalsukan paspor bayi, paspor orang tua palsu, kartu keluarga (KK), dan dokumen notaris berupa akta adopsi.
Proses pemalsuan dokumen sering dilakukan di Pontianak, Kalimantan Barat.
- Pengiriman ke Singapura:
Setelah dokumen palsu lengkap, bayi-bayi tersebut diterbangkan ke Singapura.
Tersangka yang berperan sebagai pengantar akan berpura-pura menjadi orang tua asli bayi tersebut.
- Jaringan Luas:
Sindikat ini memiliki jaringan yang terorganisir dengan peran yang berbeda-beda, mulai dari perekrut bayi, perawat/pengasuh bayi, penampung, pembuat dokumen palsu (agen), perantara, pengantar ke Singapura, hingga otak utama pemilik agensi.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Fantastis, Harga 1 Bayi di Jabar yang Dijual ke Singapura Rp 250 Juta
(Tribunnews.com/Galuh widya Wardani)(TribunJabar.id/Muhamad Nandri Prilatama)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.