Kereta Api Anjlok
KA Argo Bromo Tergelincir di Subang: Ketika Kemewahan Tak Menjamin Keselamatan
KA Argo Bromo tergelincir di Subang. Kereta mewah ini gagal menjaga keselamatan, membuka luka lama sistem transportasi nasional.
Penulis:
Abdul Qodir
Editor:
Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kereta Argo Bromo Anggrek, ikon kemewahan transportasi rel Indonesia, tergelincir di Subang pada Jumat, 1 Agustus 2025 pukul 15.47 WIB. Lima gerbong (nomor 6–10) keluar dari rel di emplasemen Stasiun Pegaden Baru, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Sebagian gerbong terguling ke sisi rel.
“Setelah lewat Cirebon kereta terasa terguncang lajunya, setelah melihat ke kanan ternyata ada asap dan debu memenuhi lingkungan sekitar, ternyata gerbong belakang kereta yang kita tumpangi hampir terbalik,” ujar Leni Lolang, penumpang suite class.
Meski seluruh penumpang selamat, insiden ini mengguncang lebih dari sekadar jadwal perjalanan—ia mengguncang kepercayaan publik terhadap layanan premium yang selama ini dijual sebagai wajah kemajuan transportasi nasional.
Rute, Identitas, dan Jumlah Penumpang
KA Argo Bromo Anggrek yang mengalami insiden merupakan KA 1 dengan relasi Surabaya Pasar Turi menuju Jakarta Gambir. Kereta ini menempuh jarak sekitar 720 kilometer dengan waktu tempuh normal sekitar 7 jam 45 menit, melintasi jalur utama yang mencakup Surabaya, Lamongan, Bojonegoro, Semarang Tawang, Pekalongan, Tegal, Cirebon, Jatibarang, Bekasi, hingga tiba di Gambir.
Dalam perjalanan tersebut, kereta membawa sebanyak 245 penumpang kelas eksekutif dan 14 penumpang suite class, serta didukung oleh 22 kru yang bertugas. Total keseluruhan orang di dalam rangkaian mencapai 281 jiwa.
Seluruh penumpang berhasil dievakuasi dengan selamat menggunakan enam bus yang disediakan untuk melanjutkan perjalanan ke Jakarta.
Baca juga: Cerita Horor Penumpang KA Argo Bromo Anggrek yang Anjlok di Subang: Setelah Lewat Cirebon Berguncang
Fasilitas Premium yang Terdampak
KA Argo Bromo Anggrek dikenal sebagai layanan kereta api kelas eksekutif dan suite class yang menawarkan berbagai fasilitas mewah. Di dalam suite class compartment, penumpang disuguhkan kabin privat yang dilengkapi dengan pintu geser otomatis, serta kursi ergonomis yang dapat direbahkan hingga 180 derajat dan dilengkapi fitur pemanas serta pijat. Setiap penumpang juga memiliki akses ke sistem hiburan pribadi yang mencakup film, musik, dan siaran televisi nasional.
Layanan makan di kelas ini disajikan secara eksklusif, terdiri dari appetizer, hidangan utama, dessert, dan minuman sehat yang dikurasi khusus. Untuk kebutuhan spiritual, tersedia mushola pribadi di dalam rangkaian.

Dari sisi teknis, kereta ini menggunakan teknologi suspensi bogie K9 yang mengandalkan suspensi udara dan pegas karet, dirancang untuk memberikan kenyamanan maksimal selama perjalanan.
Tarif tiket untuk kelas eksekutif berkisar antara Rp620.000 hingga Rp980.000, sementara suite class ditawarkan dengan harga antara Rp2.150.000 hingga Rp2.300.000 per penumpang.
Stasiun Senen: Ruang Tunggu Ketidakpastian
Imbas insiden Subang menjalar hingga Jakarta. Stasiun Senen dipenuhi penumpang yang kebingungan, perjalanan dibatalkan, rute dialihkan ke jalur selatan seperti Purwokerto–Bandung–Cikampek.
Di ruang tunggu, bukan hanya koper dan tiket yang menumpuk—tapi juga rasa frustrasi dan ketidakpastian.
“Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang dialami pelanggan yang terdampak. Keselamatan dan kenyamanan pelanggan tetap menjadi prioritas utama kami, dan kami akan terus berupaya untuk memberikan layanan terbaik,” ujar Raden Agus Dwinanto Budiadji, EVP Corporate Secretary KAI.
Ketika Infrastruktur Premium Gagal Tahan Guncangan
Insiden ini membuka pertanyaan besar: seberapa siap sistem transportasi kita menghadapi gangguan besar? Jalur utara lumpuh, kereta dialihkan, dan ribuan penumpang terdampak. Apakah sistem kita cukup tangguh untuk menjamin keselamatan, atau hanya cukup indah untuk dijual?
Dalam pengoperasiannya, Argo Bromo Anggrek sering mengalami anjlokan, terutama karena bogie K9 yang digunakan dikenal sensitif terhadap kondisi rel di Indonesia, khususnya di area belokan. Selain itu, waktu dinas rangkaian kereta ini lebih lama daripada jeda istirahat di stasiun tujuan, menyebabkan tekanan berlebih pada sistem mekanik dan kru.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.