Jumat, 8 Agustus 2025

Bendera One Piece

Ketua YLBHI Minta Pemerintah Santai Tanggapi Pengibaran Bendera One Piece, Bukan Negara Otoriter

Ketua YLBHI mengatakan, dalam menanggapi fenomena pengibaran Bendera One Piece ini, seharusnya pemerintah santai karena bukan negara otoriter.

Penulis: Rifqah
Tangkap Layar Youtube Tribun TImur
BENDERA ONE PIECE - Tangkap Layar Youtube Tribun TImur yang memerlihatkan fenomena penggunaan Bendera One Piece untuk atribut HUT RI ke-80, diduga sebagai bentuk kritik sosial terhadap kondisi pemerintahan dan sosial-politik Indonesia saat ini. Ketua YLBHI mengatakan, dalam menanggapi fenomena pengibaran Bendera One Piece ini, seharusnya pemerintah santai karena bukan negara otoriter. 

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menegaskan bahwa fenomena pengibaran bendera One Piece menjelang HUT ke-80 Kemerdekaan RI, tidak melanggar hukum.

Maraknya pemasangan bendera dan mural bertema anime One Piece ini menjadi sorotan publik.

One Piece merupakan serial manga dan anime asal Jepang karya Eiichiro Oda yang menceritakan tentang petualangan bajak laut dengan pemeran utama Monkey D. Luffy.

Bendera anime One Piece yang memiliki nama Jolly Roger dan bergambar tengkorak bertopi jerami itu diartikan sebagai bentuk kritik sosial, khususnya terhadap ketidakadilan atau masalah yang ada di pemerintah.

Jolly Roger merupakan jenis bendera yang umumnya dipakai oleh bajak laut untuk menakut-nakuti awak kapal lain agar mereka menyerah tanpa perlawanan.

Adanya fenomena pengibaran Bendera One Piece ini juga mengingatkan Isnur pada masa orde lama dan orde baru yang kala itu penerbitan sejumlah buku dibatasi dan dilarang.

Menurut Isnur, pelarangan buku tersebut mencerminkan ketakutan penguasa terhadap perbedaan pendapat dan ideologi yang berbeda. 

"Tidak (melanggar hukum), jadi ini sebenarnya sama situasinya seperti masa Orde lama, Orde Baru yang ketakutan dengan buku. Kan dulu ada kan, dan banyak sekali penulis buku dilarang. Itu tuh watak ketakutan dari ciri pemerintahan otoritarian," ungkap Isnur dalam wawancara eksklusif bersama Tribunnews On Focus, dikutip pada Selasa (5/8/2025).

Isnur lantas mengatakan, dalam menanggapi fenomena ini, seharusnya pemerintah santai karena negara ini merupakan negara hukum, bukan otoriter.

Fenomena ini juga mengingatkan Isnur pada sikap Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, yang pernah menanggapi dengan santai persoalan pengibaran bendera Bintang Kejora di Papua pada masa pemerintahannya.

Gus Dur sendiri mengakui bendera Bintang Kejora sebagai salah satu identitas kultural warga Papua.

Baca juga: Momen Anies dan Gibran Pamerkan One Piece di Pilpres 2024, Dulu Gimmick Politik Kini Dilarang

Setelah tidak lagi menjabat sebagai Presiden, Gus Dur pun tetap konsisten dengan pandangannya tersebut, dia menilai Bintang Kejora sebagai bendera kultural masyarakat Papua, bukan simbol separatisme.

"Nah, pertanyaannya pemerintah kita ini pemerintahan hukum atau pemerintah otoriter? Kalau pemerintah hukum, pemerintah santai aja, biasa aja gitu."

"Jadi perlu belajar dari Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid yang santai menanggapi ketika misalnya ada pengibaran di masa pemerintahannya bintang kejora. Dia bilang itu anggap aja umbul-umbul gitu," ujar Isnur.

Isnur kemudian menyinggung pernyataan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Titiek Soeharto, yang menganggap pengibaran Bendera One Piece itu biasa saja dan menyebutkan sebagai bagian dari ekspresi masyarakat dalam menyampaikan aspirasi mereka.

"Jadi justru menarik pendapatnya Ibu Titiek ya, anggota DPR dari fraksi Gerindra yang nganggap udah sih biarin aja, itu mah ecek-ecek, itu mah adalah ekspresi warga. Itu yang justru menarik ucapan dari Bu Titiek," katanya.

Selain itu, Isnur juga menyinggung Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka yang juga pernah menggunakan pin One Piece saat kampanye bahkan debat Pilpres pada 2024 lalu.

Menurut Isnur, tidak ada yang salah dengan itu, sehingga pemerintah tidak perlu panik karena masyarakat hanya berusaha merayakan sesuatu dengan riang gembira.

"Atau misalnya yang dipakai oleh wakil presiden kita Mas Gibran ketika kampanye Mas Gibran kan menggunakan pin Jolly Roger menggunakan pin One Piece dalam kampanyenya, bahkan di debat Pilpres Mas Gibran itu menggunakan simbol One Piece," ujarnya.

"Jadi apa yang salah dengan Mas Gibran menggunakan simbol One Piece itu? Jadi masyarakat juga bertanya, "Ini ada apa sih? Kok sepanik ini gitu". Padahal masyarakat tuh ingin merayakan sesuatu yang merasa rasakan dengan riang gembira gitu," ucap Isnur lagi.

Bagaimana Respons Pemerintah?

Aksi sebagian masyarakat yang mengibarkan bendera bajak laut dari serial ‘One Piece’ jelang HUT ke-80 Kemerdekaan RI ini juga memicu respons dari pemerintah.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, mengatakan pengibaran bendera One Piece merupakan sebuah kreativitas. 

Namun, menurutnya, ada cara lain untuk mengekspresikan kekecewaan tanpa mengurangi kesakralan peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia, jika pengibaran bendera itu memang bersumber dari rasa tidak puas oleh kinerja pemerintah.

"Sebagai sebuah ekspresi kreativitas, boleh. Tapi jangan kemudian ini dibawa ke sesuatu yang mengurangi kesakralan kita sebagai bangsa. Apalagi ini di momen menjelang 17 Agustus."

"Tadi misalnya ada kekecewaan, tidak harus ditunjukkan dengan cara seperti itu. Tidak harus," kata Prasetyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin.

Prasetyo menuturkan, pemerintah berupaya akan terus memperbaiki berbagai kebijakan yang belum sempurna dan juga terbuka terhadap semua masukan dan kritik. 

"Ada masalah, ya mari kita hadapi. Memang dunia sedang tidak baik-baik saja. Kami pun pemerintah juga terbuka terhadap semua masukan, semua kritik," kata dia.

"Kita sebagai bangsa bisa merdeka itu (karena) pengorbanan jiwa, raga, pahlawan yang tidak bisa dinilai dengan apapun," beber Prasetyo. 

"Ini enggak ada hubungannya dengan masalah kreativitas dari teman-teman asosiasi-asosiasi. Kita sangat menghormati itu. Tapi tolonglah ini jangan dimanfaatkan untuk hal-hal yang mengganggu kesakralan," imbuhnya.

Prasetyo menambahkan, penindakan bisa saja dilakukan jika terdapat penggeseran makna dari kreativitas tersebut, seperti ada gerakan yang mengajak lebih baik mengibarkan bendera One Piece alih-alih Bendera Merah Putih. 

"Kalaupun ada penindakan, itu yang tadi saya jelaskan berkali-kali. Kalau ada pihak-pihak yang menggeser makna dari ekspresi itu. Misalnya dengan mengimbau supaya lebih baik mengibarkan ini bukan ini (Merah Putih). Loh gimana ini? Ini sakral Bendera Merah Putih," tandasnya.

(Tribunnews.com/Rifqah/Fersianus)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan