HUT ke-31 AJI: Terjadi 74 Kali Kekerasan Terhadap Jurnalis dan Berlanjut di 2025
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat terjadi 74 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia sepanjang tahun 2024.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat terjadi 74 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia sepanjang tahun 2024.
Ancaman demi ancaman juga diterima pada delapan bulan pertama tahun 2025 seperti kiriman potongan tubuh binatang yang dialami oleh jurnalis Tempo, tindakan penyanderaan, kekerasan brutal, hingga penganiayaan terus terkonfirmasi baik oleh aparat negara maupun para penghambat kebebasan pers lainnya menjadi serangan nyata yang diterima.
Data tersebut terungkap pada perayaan ulang tahun ke-31 Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia pada 2025.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menggelar malam resepsi peringatan hari ulang tahun ke-31 di Jakarta, pada Jumat, 8 Agustus 2025 dengan tema “Menjaga Independensi di Era Represi, Ancaman PHK dan Swasensor”.
Jurnalis juga menghadapi tekanan dari pemodal. Dari riset AJI terakhir tentang ketenagakerjaan hingga 8 Agustus 2025, sebanyak 1.002 orang dari 15 perusahaan media massa online, televisi, cetak dalam bentuk grup dan jaringan terdampak PHK dengan alasan efisiensi.
Riset itu menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen jurnalis yang di-PHK sebelumnya diupah dengan gaji di bawah UMR, tanpa mendapatkan jaminan kesehatan dan jaminan ketenagakerjaan.
Perayaan ulang tahun ke-31 Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia pada 2025 ditandai tekanan berlipat kepada jurnalis dan media massa.
Represi yang tidak berhenti, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), dan swasensor yang bisa menggerus independensi ruang redaksi membayangi hari-hari peringatan kelahiran AJI yang dideklarasikan pada 7 Agustus 1994.
Lainnya memilih diam karena takut menjadi orang yang kehilangan pekerjaan berikutnya. Saat tekanan PHK dikedepankan, upah murah, status kerja tidak tetap, dan makin masifnya praktik swasensor juga mengikuti setelahnya dan membuat suara kritis semakin terpinggirkan.
Ketua Umum AJI Indonesia Nany Afrida dalam sambutannya pada perayaan HUT ke-31 AJI, menekankan bahwa pers harus kembali ke tugas utamanya, menjadi kontrol sosial dan edukasi yang independen seperti yang diamanatkan dalam UU Pers No. 40/1999. Untuk ini dibutuhkan kemerdekaan pers.
“Kita mungkin tidak punya kekuasaan besar. Tapi kita punya suara,dan selama kita masih punya suara artinya kita tidak akan diam," kata Nany Afrida di Jakarta, 8 Agustus 2025.
Dia mengungkap kondisi pers hari ini telah terlihat gejalanya sejak 3 tahun terakhir dan menguat di tengah pergantian pemerintahan hingga saat ini. Tindakan represif inilah yang memicu aksi solidaritas sekaligus perlawanan.
Nany mengungkap AJI menggelar puncak perayaan hari ulang tahun tersebut dengan serangkaian acara untuk menjaga api perjuangan ini.
Sejarawan dan pejuang hak asasi manusia Ita Fatia Nadia menyampaikan orasi kebudayaan sebagai ruang renungan, bahwa tanpa ingatan dan keberanian, kebebasan hanyalah slogan kosong
Aliansi Jurnalis Independen
kemerdekaan pers
swasensor
ruang redaksi
ancaman pemutusan hubungan kerja
Deputi V Kemenko Polkam: Indeks Kemerdekaan Pers di Jawa Timur Turun, Ini Sektor Pemicunya |
![]() |
---|
Kronologi Wartawan Tempo Dibanting Oknum Polisi saat Demo Hari Buruh di Semarang |
![]() |
---|
Tiga Organisasi Wartawan Tolak Program Rumah Bersubsidi untuk Jurnalis |
![]() |
---|
Soal Kematian Wartawati di Banjarbaru, Aliansi Jurnalis: Jangan Sampai Ada Intervensi |
![]() |
---|
AJI Jakarta dan LBH Pers Minta Tangkap Dalang Teror Kepala Babi & Bangkai Tikus ke Tempo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.