Disorot Eks Menteri KKP Susi Pudjiastuti, Ini Dampak Ekspor Terumbu Karang Ilegal terhadap Ekosistem
Eks Menteri Kelautan dan Perikanan RI (KKP) Susi Pudjiastuti menyoroti aktivitas ekspor terumbu karang yang diduga masih dilakukan Indonesia.
Penulis:
Rizkianingtyas Tiarasari
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
Ekspor terumbu karang merujuk pada aktivitas perdagangan internasional karang hidup atau karang hias (ornamental corals) yang biasanya digunakan untuk akuarium laut, dekorasi, atau keperluan koleksi.
Terumbu karang biasanya diambil langsung dari alam (wild-harvested) atau dibudidayakan (aquacultured/maricultured).
Akan tetapi, pengambilan dari alam sering kali merusak ekosistem karena menggunakan metode seperti pemecahan karang secara mekanis atau bahan kimia yang merusak lingkungan, seperti sianida.
Sehingga, ekspor terumbu karang menjadi isu kontroversial karena dampaknya terhadap ekosistem laut, termasuk kerusakan habitat, penurunan populasi biota laut, dan ancaman terhadap keberlanjutan lingkungan.
Terumbu karang adalah organisme laut yang membentuk ekosistem penting di perairan tropis, termasuk di Indonesia, yang merupakan bagian dari Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle) dengan luas wilayah mencakup lebih dari 6.500.000 kilometer persegi, pusat keanekaragaman hayati laut dunia.
Menurut WWF, Segitiga Terumbu Karang menjadi rumah bagi 76 [ersen spesies terumbu karang dunia, memiliki 15 spesies karang endemik regional (spesies yang tidak ditemukan di tempat lain di dunia), dan berbagi 41 spesies endemik regional dengan Asia, dikutip dari laman biorock-indonesia.com.
Tidak hanya itu, di kawasan Segitiga Terumbu Karang juga terdapat episentrum/pusat keanekaragaman terumbu karang yaitu di Semenanjung Doberai/Bird’s Head Peninsula di Papua.
Kekayaan ini menyimpan 2.228 spesies ikan terumbu karang dari total 6.000 spesies ikan terumbu karang dunia.

Indonesia sendiri dikenal sebagai salah satu negara pengekspor terumbu karang hias dan ikan karang terbesar di dunia, sebagaimana dikutip dari jurnal New Threat to Coral Reefs: Trade in Coral Organisms
yang ditulis oleh Andrew W. Bruckner dan terbit di laman issues.org.
Namun, perdagangan terumbu karang, ditambah praktik merusak seperti penangkapan ikan berlebih atau dengan penggunaan bom dan sianida, berdampak buruk pada ekosistem laut.
Yakni, tinggal 5 hingga 7 persen terumbu karang Indonesia yang memiliki tutupan karang yang sangat baik pada 1996.
Ekspor terumbu karang, apalagi yang diambil dari alam secara langsung atau wild-harvested justru berpotensi over exploitation (eksploitasi berlebih) dan menimbulkan kerusakan.
Sementara itu, budidaya karang untuk kebutuhan ekspor, meskipun lebih berkelanjutan, memerlukan teknologi dan investasi yang cukup besar.
Dikutip dari jurnal Threats to Coral Reefs, perdagangan koral atau terumbu karang hias, terutama yang dilakukan secara ilegal dan tidak berkelanjutan, merupakan salah satu ancaman besar terhadap keberlangsungan hidup ekosistem laut yang dibangun oleh hewan-hewan kecil bernama polip karang, yang menghasilkan struktur kalsium karbonat ini.
Ancaman lainnya meliputi kerusakan yang timbul akibat aktivitas manusia, seperti pembangunan pesisir pantai, pengerukan, penggalian, praktik dan peralatan penangkapan ikan yang merusak, jangkar dan kandasnya kapal, serta penyalahgunaan rekreasi (menyentuh atau menghilangkan karang).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.