Rabu, 20 Agustus 2025

UU Cipta Kerja

Hadir di MK Pakai Baju Adat, Warga Papua Kecewa Pemerintah dan DPR Minta Tunda Sidang UU Cipta Kerja

Sejumlah warga dari sejumlah daerah mendatangi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka kecewa perwakilan pemerintah tak hadi

Tribunnews.com/ Mario Christian Sumampow
UJI UU CIPTA KERJA - Masyarakat Papua menggunakan baju adat saat hadir dalam sidang pengujian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (19/8/2025). Mereka kecewa pemerintah dan DPR belum siap. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah warga dari sejumlah daerah mendatangi gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat,  Selasa (19/8/2025).

Kedatangan mereka dalam rangka mengikuti sidang pengujian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).

Persidangan beragenda mendengar keterangan pemerintah dan DPR.

Pemohon uji materi UU Cipta Kerja tersebut berasal dari daerah Papua, Kalimantan, Sulawesi, hingga Pulau Rempang.

Dari sejumlah pemohon yang hadir hari ini, empat pemohon asal Papua hadir mengenakan baju adat.

Baca juga: Selain Sebut Pasar Mangga Dua Sarang Barang Bajakan Pemerintah AS Juga Khawatirkan UU Cipta Kerja

Mereka adalah Simon Petrus Balagaise, Sinta Gebze, Vincen Kwipalo, dan Paulinus Naki Balagise mewakili masyarakat adat dari Merauke, Papua Selatan. 

Badan mereka dibalur lumpur lengkap dengan pakaian adat seperti rok rumbai yang terbuat dari daun kering, hiasan kepala dengan bulu burung, serta ornamen dari daun, akar, dan manik-manik.

Namun, sidang dengan nomor perkara 11/PUU-XXIII/2025 ini tidak berlangsung lama.

Baca juga: Pengusaha Sebut Putusan MK Soal UU Cipta Kerja Ganggu Target Prabowo Kejar Ekonomi Tumbuh 8 Persen

Pasalnya pihak pemerintah dan DPR belum siap menyampaikan keterangan.

Sidang pun ditunda hingga 25 Agustus mendatang.

“Agenda persidangan pada siang hari ini, seyogyanya adalah untuk mendengar keterangan DPR dan pemerintah atau presiden,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang.

“Tapi berdasarkan surat dari Kementerian Menko Bidang Perekonomian Republik Indonesia, mengajukan permohonan untuk dijadwalkan ulang karena belum siap dengan keterangannya,” sambungnya.

Ketua Forum Masyarakat Adat Malind dan Kondodigun Merauke (FORMAMA) Simon Petrus Balagaize mengaku kecewa dengan ketidaksiapan pemerintah dan DPR memberikan keterangan dalam sidang yang digelar MK.

"Kami sangat kecewa dengan pihak pemerintah maupun perwakilan presiden dan juga DPR," ujar Simon Petrus.

"Kami masyarakat adat kecewa dengan UU Cipta Kerja di mana ada 7 pasal yang sangat merugikan masyarakat, ada dari Aceh, Sumatera, Rempang, dan juga sampai di Kabupaten Merauke,” lanjut dia. 

Dalam permohonannya, masyarakat adat meminta MK untuk membatalkan sejumlah pasal terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) di Undang-Undang Cipta Kerja.

Para pemohon menilai aturan dalam UU Cipta Kerja, khususnya Pasal 3 huruf d, telah menggerus prinsip negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.

Menurut pemohon, frasa “penyesuaian berbagai peraturan” dan “kemudahan serta percepatan” yang termuat dalam norma itu dinilai kabur karena tidak memiliki batasan operasional yang jelas.

Kondisi ini dianggap membuka peluang penyalahgunaan kepentingan politik, sekaligus menutup ruang partisipasi publik yang seharusnya dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait PSN.

Sejumlah pasal lain yang dipersoalkan adalah Pasal 123 angka 2, Pasal 124 angka 1 ayat (2), Pasal 173 ayat (2) dan (4), serta Pasal 31 ayat (2) UU Cipta Kerja.

Ketentuan tersebut dianggap menyimpang dari konsep kepentingan umum dan hak menguasai negara sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (3) dan (4) UUD 1945.

Dengan digugurkannya sejumlah pasal tentang PSN dalam UU Cipta Kerja, mereka berharap proyek PSN juga dibatalkan pemerintah.

Simon mengungkap setidaknya terdapat sejumlah proyek PSN di Merauke, seperti cetak sawah hingga perkebunan sawit yang dijalankan sejumlah perusahaan.

Dampak dari PSN yang telah dan masih berlangsung dinilai masyarakat adat telah merusak ruang hidup mereka sekaligus menjadi biang kerok atas kerusakan lingkungan dan kekerasan terhadap masyarakat adat.

"Kami masyarakat adat kecewa dengan UU Cipta Kerja di mana ada 7 pasal yang sangat merugikan masyarakat, ada dari Aceh, Sumatera, Rempang, dan juga sampai di Kabupaten Merauke,” ucap dia. 

Ia berharap pemerintah bisa mendengar suara masyarakat adat yang terdampak proyek strategis nasional.

“Kami berharap agar keputusan pemerintah, mendengar masyarakat adat. Keadilan dan kebenaran, kesengsaraan masyarakat Indonesia dari Aceh sampai ke Papua khususnya program PSN kami tolak,” ucapnya.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan