Aksi Demonstrasi di Pati
Pakar Klaim Bupati Pati Sudewo Mungkin Tak Dimakzulkan: Kadang Hukum Tumpang Tindih dengan Politik
Pakar juga mengingatkan bahwa kepala daerah merupakan kader partai yang pastinya akan dibela dan dipertahankan oleh partainya.
Penulis:
Rifqah
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Pakar Komunikasi Politik LSPR, Lely Arrianie, mengungkapkan kemungkinan bahwa Bupati Pati, Sudewo, bisa saja hanya diberi peringatan keras, bukan dimakzulkan.
Hingga saat ini, desakan pemakzulan Bupati Sudewo masih terus disuarakan oleh masyarakat Pati.
Pekan lalu, Aliansi Masyarakat Pati Bersatu telah menggelar aksi besar-besaran pada Rabu (13/8/2025) lalu untuk menuntut Bupati Sudewo mundur dari jabatannya, setelah kebijakan yang diambil atas kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) sebesar 250 persen menuai protes keras dari warganya.
Namun, menanggapi hal itu, Bupati Sudewo menolak mundur dari jabatannya dan menegaskan tidak bersedia melepaskan jabatannya itu karena dirinya telah dipilih masyarakat Pati secara konstitusional.
Kemudian, pada Senin (18/8/2025), Aliansi Masyarakat Pati Bersatu mendirikan Posko Pengawalan 24 jam di depan pintu gerbang Gedung DPRD Pati, untuk mengawal secara ketat proses yang sedang berjalan di Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Pati terkait pemakzulan Bupati Sudewo.
Pemakzulan Bupati Sudewo ini membutuhkan waktu yang lumayan, yakni dua sampai tiga bulan lamanya, jika mengikuti aturan dan tahapan yang ada.
Lely pun menjelaskan bahwa prosesnya memang cukup panjang, dimulai dari DPRD, laporan masyarakat, temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kemudian juga hasil dari pengawasan.
Ketika semua sudah setuju dan satu suara, kemudian rapat paripurna, barulah dibawa ke Mahkamah Agung.
Kendati demikian, kata Lely, hasilnya belum tentu pemakzulan, tetapi bisa juga hanya peringatan keras saja.
"Nah, Mahkamah Agung punya waktu 30 hari. Dikembalikan lagi ke DPRD. Hasilnya itu belum tentu pemberhentian, tapi bisa peringatan keras," jelas Lely, Selasa (19/8/2025), dikutip dari YouTube Kompas TV.
"Kalau memang keputusan Mahkamah Agung nanti pemberhentian, maka kemudian DPRD mengajukan ke Menteri Dalam Negeri, dalam waktu 30 hari harus ada penetapan pemberhentian dari Kementerian Dalam Negeri, melalui gubernurnya ya," sambungnya.
Baca juga: Kawal Pemakzulan Sudewo, Aliansi Masyarakat Pati Bersatu Bangun Posko di Depan Gedung DPRD Pati
Lely mengatakan, alasannya berkata Bupati Sudewo belum tentu dimakzulkan karena terkadang dia melihat adanya tumpang tindih antara hukum dan masalah politik.
"Setelah Mahkamah Agung membacanya ya barangkali, setelah 30 hari itu kita tidak tahu ya kadang-kadang masalah hukum itu bertumpang tindih dengan masalah politik, entah itu politik kekerabatan, entah itu politik kepartaian dan lain-lain," ujarnya.
Selain itu, Lely juga mengingatkan bahwa kepala daerah merupakan kader partai yang pastinya akan dibela dan dipertahankan oleh partainya.
Sebab, jika tidak dipertahankan, maka posisi Sudewo sebagai Bupati Pati itu bisa saja digantikan oleh kader partai lain.
Sudewo sendiri diketahui merupakan kader dari Partai Gerindra.
"Jangan lupa bahwa kepala daerah juga adalah kader partai yang sebisa mungkin partai-partai politik juga ingin mempertahankannya, karena kalau tidak akan digantikan dari kader partai lain yang mungkin akan memimpin di daerah itu," katanya.
Dengan ini, Lely pun berharap DPRD bisa lebih cepat dan tegas dalam menangani persoalan tersebut dan masyarakat juga diharapkan bisa terus mengawal sampai tuntas.
Lely pun mengatakan, jika memang diperlukan demo lagi, maka dia mempersilakan masyarakat untuk demo saja.
Hal itu dilakukan dengan tujuan supaya bisa menunjukkan kepada pimpinan di daerah lain juga, agar ke depannya mereka tidak mengambil keputusan atau kebijakan secara sepihak yang ujungnya menyengsarakan rakyat.
"Saya harap ini teman-teman DPRD tetap kencang gitu dan juga masyarakat harus bisa mengawal ini sampai tuntas. Kalau mungkin tenaganya, harus ekstra untuk demo lagi, demo aja, bukan provokator ya ibaratnya," ujarnya.
"Tapi ini untuk benar-benar menunjukkan agar jadi pelajaran juga bagi pemimpin-pemimpin di daerah lain supaya jangan berpikir pendek gitu untuk mengambil satu kebijakan yang notabene akhirnya menyengsarakan rakyatnya sendiri di daerah," tambah Lely.
Respons Gerindra
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Budisatrio Djiwandono, sebelumnya menegaskan bahwa partainya telah memberikan teguran keras kepada Bupati Sudewo terkait kebijakannya yang memicu kekecewaan publik.
Terkait desakan agar Bupati Pati diproses secara internal, Budisatrio menyebut pihaknya menghormati mekanisme konstitusi yang sudah berjalan kepada kadernya itu.
Dia memastikan, partai memantau perkembangan dan menghormati setiap proses yang sedang berlangsung.
“Kita kemarin melihat memang secara proses, konstitusi sudah mulai berjalan. Kita memantau, kita mendengarkan, dan tentu turut prihatin atas sikap maupun kejadian yang telah terjadi. Namun beliau sudah meminta maaf. Kita akan terus memantau dan menghormati proses apapun yang sedang berjalan,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (15/8/2025).
Meski belum ada sanksi lebih lanjut, Budisatrio memastikan Gerindra telah memberikan peringatan keras kepada Sudewo.
“Beliau sudah diberikan teguran dengan keras. Bapak Presiden juga sudah memberi perhatian, Sekretaris Jenderal DPP Partai juga sudah memberikan teguran."
"Dan kami akan terus mengawal dan memperbaiki. Semoga ke depan bisa lebih baik dan insyaallah masyarakat Pati juga kekecewaannya bisa terjawab,” tutup Budisatrio.
Sudewo terpilih menjadi Bupati Pati dalam Pilkada Serentak 2024 dan dilantik menjadi Bupati Pati pada 20 Februari 2025.
Saat maju Pilkada, Sudewo berpasangan dengan Risma Ardhi Chandra dari PKB.
Pasangan Sudewo dan Risma Ardhi Chandra didukung Gerindra, PKB, NasDem, PSI, Golkar, Gelora, Perindo, dan PKN.
Mereka memperoleh 419.684 suara atau 53,53 persen dari 814.148 suara sah.
DPRD Kabupaten Pati Bentuk Pansus Hak Angket Pemakzulan Bupati Sudewo
DPRD Kabupaten Pati telah membentuk panitia khusus atau Pansus hak angket pemakzulan Bupati Sudewo. Kesepakatan itu diambil dalam rapat paripurna DPRD Pati, Rabu (13/8/2025).
Pansus hak angket ini diketuai oleh anggota DPRD dari Fraksi PDI), Bandang Waluyo dan wakilnya adalah anggota DPRD dari Fraksi Demokrat, Juni Kurnianto.
Adapun, pansus hak angket dibentuk di tengah demonstrasi warga di depan Kantor Bupati Pati yang menuntut Bupati Sudewo mundur dari jabatannya.
Hak angket menjadi alat penting dalam sistem demokrasi untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas pemerintah.
Sebab, hak angket adalah hak DPR atau DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah yang dianggap penting, strategis, dan berdampak luas terhadap masyarakat, bangsa, dan negara, yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Hak angket diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Pada pasal 199–200 UU MD3, menjelaskan syarat dan tata cara pengusulan hak angket
Syarat Pengusulan Hak Angket
- Diusulkan oleh minimal 25 anggota DPR/DPRD dan lebih dari satu fraksi
- Disertai dokumen berisi materi kebijakan atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki
Alasan penyelidikan
- Disetujui dalam rapat paripurna yang dihadiri lebih dari ½ jumlah anggota
- Keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari ½ anggota yang hadir
Langkah-Langkah Penggunaan Hak Angket
- Usulan disampaikan ke pimpinan DPR/DPRD
- Dibahas dalam rapat paripurna dan dibagikan ke seluruh anggota
- Badan Musyawarah menjadwalkan pembahasan
- Pengusul diberi kesempatan menjelaskan secara ringkas
- Jika disetujui, dibentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk melakukan penyelidikan
(Tribunnews.com/Rifqah/Fersianus/Igman)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.