Rabu, 20 Agustus 2025

Dugaan Korupsi Pengadaan Satelit

Permohonan Salah Kamar, PN Jaksel Tak Terima Gugatan Praperadilan Leonardi di Kasus Satelit Kemhan

PN Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan yang diajukan oleh Laksamana Muda TNI (Purn) Leonardi

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dodi Esvandi
Tribunnews/Danang Triatmojo
KASUS SATELIT KEMHAN - Sidang putusan praperadilan sah atau tidaknya penetapan tersangka yang dimohonkan Laksamana Muda TNI (P) Leonardi di kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2012-2021, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (19/8/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan tidak menerima gugatan praperadilan sah atau tidaknya penetapan tersangka yang dimohonkan oleh Laksamana Muda TNI (Purn) Leonardi dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur di Kementerian Pertahanan (Kemhan).

Dalam sidang yang digelar Selasa (19/8/2025), hakim tunggal Abdul Affandi menyatakan bahwa PN Jaksel tidak memiliki kewenangan absolut untuk memeriksa perkara tersebut.

“Permohonan praperadilan tidak dapat diterima karena berada di luar yurisdiksi peradilan umum,” tegas hakim di ruang sidang 6.

Hakim menjelaskan, meskipun Leonardi kini berstatus purnawirawan, dugaan tindak pidana terjadi saat ia masih aktif sebagai prajurit TNI. 

Berdasarkan asas yurisdiksi militer, status keaktifan saat perbuatan dilakukan menjadi dasar kewenangan peradilan militer.

“Pensiun tidak menghapus kewenangan peradilan militer jika perbuatan dilakukan saat masih aktif,” lanjut hakim.

Leonardi diketahui menjabat sebagai Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan pada 2015–2017, sementara proyek satelit berlangsung antara 2012 hingga 2021. Ia pensiun dari dinas militer pada 2019.

Baca juga: Kubu Tersangka Dugaan Korupsi Proyek Satelit di Kemhan Bantah Sekongkol dengan Navayo Soal Invoice

Tiga Tersangka dan Proyek Bernilai Jutaan Dolar

Kejaksaan Agung sebelumnya menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini: Laksamana Muda TNI (Purn) Leonardi selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), ATVDH sebagai perantara, dan GK selaku Chief Representative Officer Navayo International AG

Kasus bermula dari penandatanganan kontrak antara Kemhan dan Navayo International AG pada Juli 2016, senilai USD 34,1 juta yang kemudian direvisi menjadi USD 29,9 juta. 

Penunjukan perusahaan tersebut dilakukan tanpa proses pengadaan resmi, atas rekomendasi ATVDH.

Navayo mengklaim telah mengirimkan barang ke Kemhan, namun proses verifikasi tidak dilakukan. 

Empat sertifikat kinerja (Certificate of Performance/CoP) ditandatangani tanpa pengecekan fisik barang, yang kemudian digunakan untuk menagih pembayaran.

Kerugian Negara Capai Rp300 Miliar

Penyidik Jampidmil Kejagung meminta ahli satelit Indonesia untuk memeriksa barang yang dikirim. 

Hasilnya, ditemukan bahwa 550 unit handphone tidak memiliki chip keamanan inti, tidak pernah diuji terhadap satelit Artemis, dan tidak pernah dibuka atau diperiksa secara teknis.

Akibat penandatanganan CoP, Kemhan diwajibkan membayar USD 20,8 juta kepada Navayo berdasarkan putusan arbitrase internasional di Singapura. 
Pengadilan Paris bahkan mengesahkan putusan tersebut dan memerintahkan penyitaan aset milik perwakilan RI di Paris.

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan