Jumat, 22 Agustus 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

Kasus Korupsi Minyak Goreng, Djuyamto Kaget Diberi Rp3,9 M untuk ‘Uang Baca Berkas’

Djuyamto sempat kaget saat diberi uang Rp3,9 miliar oleh mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta. 

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Febri Prasetyo
Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan
SUAP VONNIS LEPAS - Tersangka sekaligus mantan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Djuyamto saat digiring petugas ketika hendak dilakukan pemeriksaan di Gedung Jampidsus Kejagung beberapa waktu lalu. Dari tangan Djuyamto, Kejagung berhasil menyita uang sejumlah Rp 2 miliar terkait kasus vonis lepas perkara ekspor CPO. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua majelis hakim pengadil perkara tuntutan uang pengganti tiga korporasi besar dalam kasus ekspor crude palm oil (CPO), Djuyamto, sempat kaget saat diberi uang Rp3,9 miliar oleh mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta

Uang tersebut berasal dari pihak korporasi, PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group dan PT Musim Mas Group, yang diberikan lewat kuasa hukum mereka kepada Arif. Djuyamto kaget karena janji putusan lepas belum terlaksana, tetapi uang sudah diberikan.

Hal ini tertuang dalam surat dakwaan untuk Arif Nuryanta yang dibacakan jaksa penuntut umum dalam sidang kasus dugaan suap vonis lepas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (20/8/2025).

“Ada titipan dari sebelah untuk baca berkas,” kata Arif sambil menyerahkan goodie bag berisi tumpukan uang pecahan 100 dolar AS kepada Djuyamto sebagaimana surat dakwaan yang dibacakan jaksa.

“Apa itu, Pak? Kok, belum-belum sudah ada,” jawab Djuyamto yang didampingi anggota majelis hakim Agam Syarief Baharudin.

Arif mengatakan bahwa uang ini diberikan oleh pihak korporasi untuk majelis hakim yang menangani kasus tuntutan uang pengganti.

Djuyamto pun menyebut uang ini sebagai "uang baca berkas".

Uang ini kemudian dibagi-bagi dengan besaran Rp1,7 miliar untuk Djuyamto, dan Rp1,1 miliar masing-masing untuk Agam dan Ali Muhtarom yang merupakan anggota majelis hakim perkara.

Sementara itu, Arif telah lebih dulu mengambil jatahnya sebesar Rp3,3 miliar, dan Rp800 juta sisanya diberikan kepada Wahyu. Total uang yang diberikan pihak korporasi sebesar Rp8 miliar atau 500 ribu dolar AS.

Setelah dibagi-bagi, Djuyamto meminta Agam dan Ali untuk ikut membantu perkara korupsi minyak goreng. Karena perkara ini juga menjadi atensi dari Arif selaku Wakil Ketua PN Jakpus saat itu.

Dalam perkara ini, mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, didakwa menerima suap senilai Rp15,7 miliar dan mengatur komposisi majelis hakim demi membebaskan PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dari kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp17,7 triliun.

Baca juga: Suap Hakim Korupsi Minyak Goreng, ICW: Kolusi Mafia Peradilan dan Oligarki Sawit

Jaksa Kejaksaan Agung Triana Setiaputra mengungkap bahwa Arif menunjuk langsung tiga hakim—Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom—untuk menangani perkara korupsi ekspor CPO. Ketiganya kemudian menjatuhkan vonis lepas (onslag) kepada ketiga korporasi pada Maret 2025.

Uang suap sebesar USD 2,5 juta atau setara Rp40 miliar disebut berasal dari tim hukum korporasi yang ingin menghindari pembayaran uang pengganti. 

Dana tersebut dibagi kepada lima pihak: Arif Nuryanta (Rp15,7 miliar), Djuyamto (Rp9,5 miliar), Agam dan Ali masing-masing Rp6,2 miliar, serta Wahyu Gunawan, eks panitera muda PN Jakarta Utara, yang menerima Rp2,4 miliar.

Wahyu berperan sebagai penghubung antara kuasa hukum korporasi, Ariyanto, dan Arif Nuryanta. Ia mengenalkan dan memfasilitasi komunikasi antara kedua pihak, termasuk menyusun strategi hukum berupa gugatan perdata sebagai dasar vonis lepas.

Jaksa menyebut bahwa Arif tidak hanya menerima suap, tetapi juga aktif mengatur susunan majelis hakim agar hasil sidang sesuai dengan skema yang telah dirancang.

Tiga korporasi yang terlibat sebelumnya dituntut membayar uang pengganti dengan nilai fantastis:

PT Wilmar Group, yang menaungi lima anak perusahaan—PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia—dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp11,8 triliun.

PT Musim Mas Group, konglomerasi sawit global yang mencakup entitas seperti PT Musim Mas, Inter-Continental Oils & Fats (ICOF), Musim Mas Holdings Pte. Ltd., dan unit produksi lainnya, dituntut membayar Rp4,8 triliun.

Permata Hijau Group (PHG), yang terdiri dari perusahaan seperti PT Nubika Jaya, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Victorindo Alam Lestari, dituntut membayar Rp937,5 miliar.

Total kerugian negara akibat korupsi ekspor CPO yang melibatkan ketiga grup korporasi tersebut mencapai Rp17,7 triliun. 

Namun, alih-alih divonis membayar uang pengganti, ketiganya justru memperoleh vonis lepas dari majelis hakim yang diduga telah diatur secara sistematis oleh terdakwa Muhammad Arif Nuryanta.

Tak puas dengan putusan tersebut, Kejaksaan Agung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan melakukan penyelidikan lanjutan.

Hasilnya, tiga hakim PN Jakpus ditetapkan sebagai tersangka kasus suap.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan