Selasa, 2 September 2025

Tunjangan DPR RI

PDIP Didesak Segera Tindak Tegas Deddy Sitorus, Buntut Pernyataan 'Rakyat Jelata'

Soal diksi rakyat jelata, PDIP didesak untuk segera mengambil langkah tegas dalam menindak Deddy Sitorus, seperti Nasdem, PAN, dan Golkar.

|
Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda
PAN USUNG PRABOWO - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Sitorus saat ditemui di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (21/4/2025). Setelah lima anggota DPR RI dinonaktifkan buntut pernyataan kontroversial yang menyakiti rakyat, sorotan publik bergeser ke Partai Indonesia Perjuangan (PDIP), khususnya sang kader, Deddy Sitorus. 

TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah anggota DPR RI dinonaktifkan oleh partai masing-masing lantaran dinilai telah menunjukkan sikap arogan atau melontarkan pernyataan yang dinilai tidak empati terhadap masyarakat.

Pada Minggu (31/8/2025) kemarin, total ada lima anggota DPR RI yang resmi dinonaktifkan oleh partainya, yakni:

  • Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach - Partai Nasional Demokrat (Nasdem)
  • Surya Utama (Uya Kuya) dan Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) - Partai Amanat Nasional (PAN)
  • Adies Kadir - Wakil Ketua DPR RI dari Partai Golongan Karya (Golkar)

Setelah lima tokoh ini, sorotan publik bergeser ke Partai Indonesia Perjuangan (PDIP).

Sebab, salah satu kadernya, Deddy Sitorus, juga sempat menuai kontroversi dengan pernyataannya yang dinilai menyakitkan.

Pernyataan Deddy Sitorus saat menjadi tamu di acara “Kontroversi” di Metro TV pada Desember 2024 kembali viral pada Agustus 2025 ini.

Dalam acara itu, Deddy menanggapi pertanyaan pembawa acara, Zilvia Iskandar, mengenai ketimpangan antara tunjangan rumah anggota DPR RI Rp50 juta per bulan dan iuran Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) yang membebani pekerja berpenghasilan UMR (Upah Minimum Regional). 

Deddy menyebut perbandingan antara gaji DPR dan pekerja UMR, seperti tukang becak atau buruh, sebagai “sesat logika” dan menggunakan istilah “rakyat jelata” untuk menggambarkan masyarakat berpenghasilan rendah. 

Diksi "rakyat jelata" dinilai merendahkan sekaligus menyakiti hati masyarakat Indonesia dan mencerminkan sikap elitis yang memisahkan anggota DPR dari rakyat yang seharusnya mereka wakili, sehingga memicu kemarahan publik.

Deddy Sitorus saat ini menjadi Anggota Komisi 2 DPR RI masa bakti 2024-2029 dari Fraksi PDIP dengan daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Utara.

Di tubuh partai, ia menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP.

Baca juga: 5 Anggota DPR yang Dinonaktifkan Masih Bisa Kembali Aktif? Apa Bedanya dengan Dipecat?

PDIP Didesak Ambil Langkah Tegas Soal Deddy Sitorus

Terkait pernyataan kontroversialnya, publik pun kini mendesak agar PDIP mengambil langkah tegas dalam menindak Deddy Sitorus, minimal mengikuti langkah-langkah Partai Nasdem, Partai Golkar, dan PAN dengan menonaktifkan anggotanya dari kursi DPR RI.

Di media sosial X (dulu Twitter), muncul pertanyaan mengapa PDIP belum mengambil langkah apa pun terkait Deddy Sitorus.

Bahkan, PDIP dinilai seolah-olah masih 'melindungi' kadernya yang bernama lengkap Deddy Yevri Hanteru Sitorus dan lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara 17 November 1970 itu.

Jika PDIP berani mengambil tindakan tegas terhadap Deddy Sitorus, maka itu berarti bahwa partai berlambang banteng hitam dengan moncong putih ini benar-benar mendengarkan aspirasi rakyat.

Istilah "rakyat jelata" yang dilontarkan Deddy Sitorus juga terkesan jauh dari citra PDIP yang dekat dengan rakyat kecil alias wong cilik.

Lebih lanjut, salah satu desakan keras datang dari influencer sekaligus aktivis diaspora, Salsa Erwina Hutagalung.

Melalui sebuah unggahan di media sosial Instagramnya, @salsaer, Minggu (31/8/2025), Salsa menantang PDIP untuk berani mengambil langkah tegas terhadap Deddy Sitorus.

"PDIP Perjuangan, hari ini kita melihat beberapa anggota yang pernah berlaku arogan dan menyakiti masyarakat sudah dinonaktifkan oleh partai masing-masing," kata Salsa dalam video unggahannya.

"Tapi, sampai saat ini, kita masih menunggu, bagaimana dengan jawaban kalian terhadap anggota kalian yang pernah menghina rakyat, terutama dan paling utama adalah juara dunia manusia paling arogan sedunia yang tidak mau disamakan dengan rakyat jelata yang ngasih dia makan. Jadi, kapan kalian akan segera mengambil tindakan tegas?" lanjutnya.

Salsa juga menambahkan, PDIP diharapkan tidak sekadar mengambil langkah penonaktifan yang menurutnya tidak transparan, serta masih belum jelas konsekuensi dan durasinya.

PDIP sebagai partai yang ditunggu-tunggu responnya, harap Salsa, dapat mengambil tindakan yang lebih tegas dibandingkan partai-partai sebelumnya yang hanya menonaktifkan anggotanya.

"Jadi, kita berharap karena kalian sudah merespon paling lama, semoga kalian datang dengan respon yang sangat tegas, pecat sebagai anggota parlemen, pecat sebagai anggota parpol, diharamkan untuk pernah masuk lagi ke partai politik," ujar Salsa.

"Yang tegas, yang jelas, yang transparan, yang tidak dengan pidato normatif yang membuat masyarakat bertanya-tanya lagi," tandasnya.

Deddy Sempat Beri Klarifikasi

Setelah potongan video acara "Kontroversi" tersebut beredar viral, Deddy Sitorus memberikan klarifikasi dan mengatakan bahwa narasi yang beredar sangat menyesatkan.

Menurutnya, ada framing yang sengaja dibentuk buzzer terhadap video itu. 

"Di sana video dipotong pernyataan saya seolah-olah jangan samakan DPR dengan rakyat jelata. Dia tidak memasukkan video secara utuh. Host saat itu membandingkan gaji anggota DPR dengan pekerja UMR. Itu kan perbandingan yang tidak setara. Seperti Anda membandingkan gaji jenderal dengan prajurit. Itu sesat logika," kata Deddy, seperti dikutip dari Instagram resminya, Sabtu (23/8/2025), dilansir TribunJakarta. 

Potongan video tersebut, kata Deddy, sengaja diviralkan buzzer untuk menyerang dirinya dan PDI Perjuangan. 

Selain itu, Deddy menyinggung adanya operasi buzzer dengan anggaran sebesar Rp8 miliar, untuk menggiring opini publik. 

"Sama buzzer ini motong video dibuat seolah-olah hanya pernyataan, jangan samakan DPR dengan rakyat. Oh, jahat banget kalian tapi rendahan sih. (Gara-gara itu) saya dihajar komentar-komentar buzzer di mana-mana, masya allah," lanjutnya. 

Deddy memberikan klarifikasi bahwa dalam talkshow itu, dirinya menolak perbandingan gaji DPR dengan rakyat biasa. 

Menurutnya, gaji DPR semestinya dibandingkan dengan profesi yang setingkat, bukan lebih rendah. 

"Kalau mau bandingkan gaji DPR, bandingkan dong dengan pejabat dari lembaga tinggi lainnya. Misalnya menteri, kapolri, dirjen dan deputi lembaga negara. Masa dibandingkan dengan pekerja UMR," katanya. 

Deddy melanjutkan, pertanyaan itu sengaja dilempar host kala itu demi memantik perdebatan. 

"Jadi, kalau ada yang bilang saya seolah-olah DPR itu tidak setara dengan rakyat, itu pikiran go*lok. Karena esensinya di talkshow itu bicara soal gaji bukan status. Jadi buzzer-buzzer bayaran, saya diamin. Biarin lah kalian dapat makan, tetapi banyak orang terpengaruh karena video itu hanya secuil," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Rizki A.) (TribunJakarta.com)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan