Jumat, 5 September 2025

Demo di Jakarta

Sahroni Dinonaktifkan sebagai Anggota DPR, Salsa Erwina: Nonaktif atau Dipecat? Harus Tegas

Empat anggota DPR dinonaktifkan buntut kontroversi. Publik nilai sanksi setengah hati karena masih beri gaji dan tunjangan.

Editor: Glery Lazuardi
Kolase: Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra dan Instgaram @salsaer
TANTANGAN DEBAT - Empat anggota DPR dinonaktifkan 1 September 2025, publik nilai keputusan parpol masih setengah hati. 

TRIBUNNEWS.COM - Sebanyak empat anggota DPR RI dinonaktifkan buntut sikap dan pernyataan yang dinilai masyarakat kontroversial.

Empat anggota DPR RI resmi dinonaktifkan mulai 1 September 2025 sebagai respons atas gelombang protes publik dan kontroversi yang menyertai mereka.

Mereka yaitu: 

Ahmad Sahroni

Fraksi: Partai NasDem

Alasan: Pernyataan kontroversial dan gaya hidup mewah yang memicu amarah publik

Status: Dicopot dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI

Nafa Urbach

Fraksi: Partai NasDem

Alasan: Dinilai mencederai perasaan rakyat melalui pernyataan dan sikap politik

Eko Patrio (Eko Hendro Purnomo)

Fraksi: PAN

Alasan: Aksi joget viral di sidang MPR yang dianggap tidak etis

Uya Kuya (Surya Utama)

Fraksi: PAN

Alasan: Terlibat dalam aksi joget dan gaya hidup yang dinilai tidak pantas di tengah krisis

Meski dinonaktifkan, keempatnya masih tercatat sebagai anggota DPR dan tetap menerima gaji serta tunjangan sesuai aturan. 

Istilah “nonaktif” sendiri menimbulkan perdebatan karena tidak berarti pemecatan penuh, melainkan penghentian sementara dari fungsi legislatif.

Salah satu yang mempertanyakan hal tersebut, yaitu Salsa Erwina.

Salsa Erwina adalah seorang influencer, aktivis diaspora, dan profesional muda asal Indonesia yang kini menetap di Aarhus, Denmark. 

Ia dikenal luas setelah menantang debat terbuka Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, terkait pernyataannya yang menyebut rakyat “tolol” karena mengusulkan pembubaran DPR.

Salsa Erwina memberikan tanggapan terkait Ahmad Sahroni dinonaktifkan dari DPR RI.

Salsa Erwina lantas mengucapkan terima kasih kepada Partai Nasdem.

"Non aktif sama dipecat sama gak? Ga suka kalo gak tegas. Apa arti NONAKTIFKAN @official_nasdem? Kita gk mau liat karyawan ini LAGI di parlemen, reputasi kalian dipertaruhkan di 2029,

MERDEKA dari pejabat arogan dan menyakiti rakyat

Terimkasih @official_nasdem sudah bertindak! Lanjutkan!!! Lain kali tolong jangan tunggu masyarakat ngamuk, secepatnya setiap ada karyawan kita yang arogan," tulis Salsa Erwina.

Tak cuma kepada Nasdem, Salsa Erwina juga mengucapkan terima kasih kepada Partai Amanat Nasional.

Pasalnya, PAN turut memutuskan untuk mencopot Eko Patrio dan Uya Kuya sebagai anggota DPR RI mulai Senin (1/9/2025). 

"PECAT!!! Kami ga mau liat mereka di parlemen lagi!!!!

Terimakasih sudah turut mereda amarah masyarakat @amanatnasional artis2 yang gak kredibel akan kita pantau terus perkembangannya!! Ati ati mereka kalo ga berjuang buat rakyat," tulis Salsa Erwina.

Salsa Erwina lalu mencolek PDIP, terkait dua kadernya yakni, Deddy Sitorus dan Bambang Pacul.

Wanita yang sempat menantang Ahmad Sahroni berdebat tersebut, berharap Deddy Sitorus dan Bambang Pacul juga segera dipecat.

Di Oktober 2024, Deddy Sitorus pernah mengatakan besaran gaji dan tunjangan anggota DPR RI jangan disamakan dengan pegawai UMR.

Menurutnya gaji DPR harusya dibandingkan dengan pejabat BUMN dan Bank.

Sementara Bambang Pacul, pada Maret 2023 pernah mengatakan mesti izin dulu pada ketum parpol untuk mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.

"@pdiperjuangan masih belum juga untuk juara dunia arogan yg ga mau disamakan dengan rakyat jelata karena dia manusia super?? 

Deddy sitorus, bambang yang juga bilang lobby harus di ketua partai bukan parlemen pecat segera!!! Bantu redam amarah masyarakat, kita ga mau ada lagi korban," tulisnya.

 Profil Singkat Salsa Erwina:

Pendidikan: Lulusan Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM), IPK 3,81, dinobatkan sebagai Mahasiswa Berprestasi Nasional 2014

Karier: Strategy Manager di Vestas, perusahaan energi terbarukan di Denmark

Aktivisme: Pendiri podcast edukatif “Jadi Dewasa 101” yang membahas isu sosial, pengembangan diri, dan kesehatan mental3

Prestasi: Juara debat internasional di Nanyang Technological University, Singapura; delegasi debat dunia di Berlin

Meski dinonaktifkan, Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Uya Kuya tidak otomatis kehilangan statusnya sebagai anggota DPR.

Mereka masih tercatat sebagai anggota dewan aktif. Hal ini berarti mereka tetap berhak menerima gaji serta fasilitas keuangan lainnya. 

Dasar hukumnya tercantum dalam Pasal 19 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, yang menyebut: “Anggota yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Hak tersebut tidak hanya berupa gaji pokok, melainkan juga berbagai tunjangan. Berdasarkan Surat Edaran Setjen DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, tunjangan yang dimaksud meliputi tunjangan istri/suami, anak, jabatan, kehormatan, komunikasi, hingga tunjangan beras.

Selain itu, mengacu pada Surat Sekjen DPR No. B/733/RT.01/09/2024, anggota DPR periode 2024–2029 memperoleh tunjangan rumah, mengingat mereka sudah tidak lagi difasilitasi dengan rumah jabatan.

Polemik Istilah “Nonaktif” Meski keputusan penonaktifan sudah diumumkan, istilah “nonaktif” sendiri memunculkan perdebatan di publik.

Istilah tersebut dianggap abu-abu karena bisa menimbulkan tafsir bahwa anggota DPR yang dinonaktifkan masih berpeluang kembali aktif. 

 Tak hanya ramai dibahas warganet di media sosial, isu ini juga menjadi perhatian para politikus dan pengamat.

Dikutip dari siaran Kompas Petang Kompas TV via YouTube, Minggu (31/8), mantan anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem periode 2014–2019, Zulfan Lindan, serta Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya (Toto), turut memberikan pandangannya.

Menurut Zulfan, keputusan parpol menonaktifkan kadernya belum mencerminkan tindakan tegas.

“Pertama, itu kan kalau kata-kata nonaktif kan satu saat bisa aktif lagi kan? Jadi sebenarnya (solusinya -red) bukan nonaktif. Kalau perlu dipecat, bukan hanya dari DPR, dari keanggotaan partai. Karena saya kira sudah keterlaluan ya apa yang dilakukan itu, dan efeknya ke mana-mana kan,” ujar Zulfan.

Ia menyebut penonaktifan hanya dilakukan karena partai ketakutan didemo massa, bukan karena kesadaran penuh.

“Kalau sekedar nonaktif saya kira itu masih ecek-ecek lah ya. Karena partai takut dari ancaman-ancaman massa, kan gitu. Jadi kalau memang mau serius ya diberhentikan betul. Dicabut keanggotaan partainya dulu,” imbuhnya.

Senada, Yunarto Wijaya menilai istilah “nonaktif” tidak tepat jika hanya dipakai untuk meredam kemarahan publik.

“Saya merasa seharusnya yang tepat bukan istilah itu (nonaktif -red). Harusnya dimulai dari kesadaran. Kalau hanya sebatas pada meredam kemarahan publik, artinya kan ini keterpaksaan. Artinya kan ini hanya karena kebetulan viral,” ujarnya.

Toto menegaskan, membiarkan kader bermasalah tanpa sanksi tegas berpotensi membahayakan.

“Jadi jangan-jangan partai selama ini sudah tahu kelakuan buruknya beberapa kadernya, beberapa anggotanya, tapi selama tidak viral ya enggak apa-apa. Nah, ini yang berbahaya,” katanya.

Menanggapi hal itu, Zulfan mengakui lemahnya kontrol partai terhadap kadernya.

“Saya kira memang selama ini kan kontrol partai terhadap anggotanya itu kan lemah. Artinya, secara kualitatif maupun secara kuantitatif, apalagi kualitatif,” ucapnya.

Meski mengkritisi, Toto tetap mengapresiasi langkah cepat parpol.

 Namun, ia menilai perlu ada tindak lanjut yang lebih konkret, termasuk perubahan aturan internal partai agar kejadian serupa tak terulang.

“Ada perubahan sistem nggak? Ada perubahan aturan nggak? Mereka nanti memberikan laporan nggak? Absensi, memberikan laporan enggak tentang dana reses? Kalau partai memang niat, partai bisa menjadi wadah untuk kemudian membuat aturan-aturan baru yang kemudian membuat masyarakat bisa percaya bahwa memang ada perubahan di situ,” jelasnya.

Toto juga menambahkan, kemarahan publik sebenarnya tidak hanya muncul di lembaga legislatif, melainkan juga akibat berbagai kebijakan kontroversial di level eksekutif.

“Ketika ingin menyampaikan saran dan masukan (tidak bisa melakukannya -red), karena anggota DPR nggak menjalankan fungsi pengawasannya. Kenapa? Karena sudah deal ketumnya dengan presiden. Kenapa? Karena sudah dibagi jatah menteri. Pada titik itu, semua akan menjadi mandul,” tegasnya.

 Menurutnya, momentum ini seharusnya bisa dimanfaatkan partai untuk memperbaiki sistem dan membangun kepercayaan publik. “Kita akan lihat ke depan apakah memang akan terjadi sebuah perubahan di situ,” pungkas Toto.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "4 Anggota DPR Dinonaktifkan, Apakah Sama dengan Dipecat?",

Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Reaksi Salsa Erwina Tahu Ahmad Sahroni Dinonaktifkan dari DPR, Terimakasih ke Nasdem Lalu Colek PDIP, 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan