Kamis, 6 November 2025

Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI

Jaga Situasi Kondusif, Mendagri Minta Kepala Daerah Ajak Masyarakat Doa Bersama

Menteri Tito Karnavian minta kepala daerah melakukan kegiatan yang menciptakan nuansa positif demi jaga situasi tetap kondusif usai aksi demo. 

dok. Kemendagri
TITO KARNAVIAN - Mendagri Muhammad Tito Karnavian di Aula Bahteramas Kompleks Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara, Kendari, Rabu (27/8/2025). Tito Karnavian minta kepala daerah melakukan kegiatan yang menciptakan nuansa positif demi jaga situasi tetap kondusif usai aksi demo.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian minta kepala daerah untuk  melakukan kegiatan yang menciptakan nuansa positif.

Hal itu guna menjaga situasi tetap kondusif pasca-demonstrasi yang terjadi di sejumlah tempat sejak 25 Agustus lalu.

“Kemudian juga membuat hal-hal yang menyejukkan masyarakat seperti doa, kedamaian meminta Tuhan Yang Maha Kuasa untuk terus menjaga situasi yang baik lintas masyarakat dan pemerintah,” kata Tito Karnavian di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Selasa (2/9/2025).

Lebih lanjut, ia juga mendorong agar dilakukan kegiatan-kegiatan yang ia sebut pro rakyat seperti pasar murah hingga pemberian bantuan sosial (bansos).

Meski hal itu merupakan kewajiban negara, Tito menekankan perlunya kegiatan itu untuk lebih digencarkan.

“Kemudian program-program yang pro rakyat seperti yang saat ini Dibutuhkan gerakan pasar murah untuk stabilisasi harga, termasuk bansos bagi masyarakat yang kurang mampu,” tegasnya.

 

CSIS: Unjuk Rasa di Berbagai Daerah Karena Beban Ekonomi Masyarakat Meningkat

Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri melihat unjuk rasa yang terjadi di berbagai daerah karena pemerintah tidak menyelesaikan persoalan utama masyarakat, yakni beban ekonomi yang terus meningkat.

CSIS merupakan wadah pemikir (think tank) nirlaba yang berfokus pada penelitian kebijakan strategis dan analisis di bidang ekonomi, politik, dan keamanan.

Yose mengatakan, unjuk rasa berawal dari kombinasi berbagai aspek kemasyarakatan. Misalnya, dari sisi sosial ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

“Kita melihat bagaimana makin besarnya beban perekonomian yang semakin terus-menerus meningkat. Sementara, kemampuan ekonomi masyarakat kita lihat juga semakin melemah,” ujar Yose di Jakarta, Selasa (2/9/2025).

Baca juga: Mahasiswa Ungkap Kronologi Demo Berujung Kericuhan di Unisba

Kemudian, CSIS melihat kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang dijalankan pada saat ini, termasuk seperti makan bergizi gratis belum terlihat dapat menggerakkan perekonomian masyarakat secara lebih merata. Termasuk, program-program besar pemerintah.

“Padahal, berbagai program-program tersebut sudah mengalihkan sumber daya negara dari berbagai pos-pos yang lainnya,” ujar Yose.

Di sisi lain, menurut CSIS, ada gap yang semakin besar antara proses politik formal dengan aspirasi masyarakat. 

Proses politik yang ada saat ini, dinilai tidak mampu menangkap aspirasi tersebut. Sehingga, ada jarak yang semakin hari semakin melebar. 

Selain itu, ucap Yose, ada upaya dari pihak pengambil kebijakan, pengambil putusan, baik itu di pemerintah ataupun juga DPR untuk menenangkan situasi.

“Tetapi belum terlihat dari para pengambil kebijakan ini mengakui adanya permasalahan fundamental yang berasal dari kondisi sosial ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan juga kondisi politik yang ada,” terang Yose.

Kemudian, muncul narasi-narasi bahwa berbagai kondisi sekarang ini disebabkan oleh unsur-unsur asing yang tidak ingin Indonesia memasuki masa gemilangnya. Narasi itu, bagi CSIS, tidak produktif.

“Karena membuat kita teralihkan dari berbagai persoalan-persoalan mendasar yang seharusnya kita hadapi bersama-sama,” tutur Yose.

Padahal, seharusnya pemerintah berupaya mengambil kebijakan-kebijakan yang tentunya lebih tepat. 

Perlu adanya strategi untuk menemukan solusi yang sifatnya komprehensif baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang termasuk untuk menata kembali kebijakan-kebijakan ekonomi dan kesejahteraan serta memperbaiki sistem dan mekanisme politik yang ada di Indonesia.

“Ada kecenderunan bahwa situasi saat ini dilihat sebagai situasi politikal keos belaka yang memerlukan penanganan cepat dan bahkan juga mungkin bertendensi untuk menggunakan kekuatan,” kata Yose

Baca juga: Gelombang Demo di Berbagai Wilayah RI: 107 Titik di 32 Provinsi, Korban Jiwa Ojol dan Mahasiswa

Tanpa adanya tindakan solutif yang komprehensif untuk jangka pendek maupun jangka panjang, ucap Yose, Indonesia akan terjebak di dalam situasi yang lebih buruk lagi dan beresiko untuk mengulangi berbagai hal-hal yang terjadi belakangan ini di kemudian hari.

Sehingga, perlu adanya pendekatan-pendekatan teknokratis yang sesuai dan melibatkan partisipasi berbagai kalangan termasuk juga dari kalangan-kalangan intelektual.

“Pendekatan teknokratis saat ini sering dikesampingkan dan hanya menjadi alat pembenaran bagi kebijakan yang sudah ditetapkan. Kita perlu mengembalikan pendekatan teknokratis tersebut untuk meluruskan program-program dan kebijakan yang sekarang saat ini sedang dijalankan,” tutur Yose.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved