Eks Dirut Taspen Kosasih Diperiksa Sebagai Terdakwa Kasus Investasi Fiktif Rp 1 Triliun Pekan Depan
Sidang pemeriksaan terdakwa dugaan korupsi investasi fiktif PT Taspen yang merugikan keuangan negara Rp 1 triliun pada 11 Septembber 2025
Penulis:
Rahmat Fajar Nugraha
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Hakim Purwanto S Abdullah menjadwalkan sidang pemeriksaan terdakwa dugaan korupsi investasi fiktif PT Taspen yang merugikan keuangan negara Rp 1 triliun pekan depan pada 11 September 2025.
Dua terdakwa dalam perkara tersebut yakni Direktur Investasi sekaligus Direktur Utama PT Taspen, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih dan eks Direktur Utama PT Insight Investments Management (IIM), Ekiawan Heri Primaryanto.
"Kalau sepakat hari ini kita tunda tidak ada pemeriksaan kita lanjutkan Senin tanggal 8 September 2025," kata Hakim Purwanto dalam sidang di PN Tipikor Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Dikatakan Hakim Purwanto, sidang selanjutnya akan mendengarkan semua keterangan ahli-ahli dari kedua terdakwa.
"Kalau pun tanggal 8 September selesai ahli semuanya. Kita agendakan tanggal 11 September paling tidak untuk pemeriksaan Terdakwa saling bersaksi," jelas Hakim Purwanto.
Baca juga: Antonius Kosasih Beli Tanah Rp 4 M Atas Nama Theresia Meila Yunita, Diduga Pacar Eks Dirut PT Taspen
Sementara itu pada sidang hari ini kuasa hukum dari Terdakwa Kosasih menghadirkan saksi ahli meringankan, Jimmy Simanjuntak selaku Ahli PKPU dan Kepailitan.
"Kosasih sebagai Direktur Investasi yang dalam hal ini dikaitkan dengan proses-proses tadi yang sudah ditanyakan kuasa hukum dan penuntut umum. Tahapan dari adanya homologasi sehingga ada kesepakatan-kesepakatan yang keluar saat mengambil keputusan pada saat itu," tanya Hakim Purwanto di persidangan.
"Saya ingin ahli menggambarkan tentang dua prinsip itu. Hal apa yang bisa sehingga dinyatakan ada pelanggaran terhadap dua prinsip yang kita kenal di dalam PKPU maupun kepailitan," imbuhnya.
Baca juga: Dua Mantan Istri Antonius Kosasih, Bersaksi di Sidang Kasus Investasi Fiktif Rp1 Triliun
Di persidangan Jimmy menerangkan posisi sebagai debitur di dalam proses PKPU dalam terminologi good faith harus punya itikad baik menjalankan semua kewajibannya sebagaimana yang sudah dijanjikan dan disahkan.
"Sebaliknya, posisi kreditur adalah dia harus mengikuti proses itu dengan baik jangan waktunya belum jatuh tempo dia sudah, kapan dibayar, itu nggak bisa juga, karena tunggu saja sesuai jatuh tempo," kata Jimmy.
Lanjutnya ketika homologasi itu berhenti, kondisi debitur itu bebas, artinya tidak lagi terikat dengan konsekuensi yang harus lapor kepada pengurus atau Hakim Pengawas.
Sama halnya dengan kreditor juga memiliki kebebasan.
"Jadi good faith itu tetap harus dimiliki oleh kedua belah pihak dari debitor dan kreditor kira-kira demikian," ujarnya.
Mantan Direktur Investasi sekaligus Direktur Utama PT Taspen, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih dan eks Direktur Utama PT Insight Investments Management (IIM), Ekiawan Heri Primaryanto didakwa merugikan keuangan negara Rp 1 triliun dalam perkara investasi fiktif.
Jaksa menyebut Kosasih bersama Ekiawan melakukan rencana investasi pada reksadana portfolio PT Taspen tanpa didukung hasil analisa investasi.
"Terdakwa menunjuk PT IIM sebagai manajer investasi dan meminta agar PT IIM langsung memaparkan skema optimalisasi SIA-ISA dihadapan komite Investasi PT Taspen," kata jaksa di PN Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (27/5/2025).
Dalam sebuah pertemuan, terdakwa Ekiawan menyebut besaran dana PT Taspen sebagai investasi baru sebesar Rp 800 miliar sampai Rp 1 triliun.
"Ekiawan juga menyampaikan PT IIM sudah menyiapkan reksadana yang nanti akan digunakan oleh PT Taspen," jelas jaksa.
Atas perbuatannya tersebut, perbuatan terdakwa menyebabkan kerugian keuangan negara.
"Bahwa perbuatan melawan hukum terdakwa bersama-sama Ekiawan Heri Primaryanto telah mengakibatkan kerugian keuangan negara pada PT Taspen sebesar Rp 1 triliun," kata jaksa.
Selain itu, jaksa juga menyebut perbuatan para terdakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain.
"Memperkaya Kosasih senilai Rp 28.455.791.623, USD 127.037, SGD 283 ribu, Euro 10.000, Baht Thailand 1.470, Poundsterling 20, Yen Jepang 128, Dollar Hongkong 500 dan Won Korea 1.262.000," kata jaksa.
Kemudian memperkaya Ekiawan Heri Primaryanto sebesar USD 242.390, Patar Sitanggang sebesar Rp 200 juta.
"Memperkaya korporasi PT IMM sebesar Rp 44.207.902.471, PT KB Valbury Sekuritas Indonesia sebesar Rp 2.465.488.054, PT Pacific Sekuritas Indonesia sebesar Rp 108 juta, PT Sinar Emas Sekuritas sebesar Rp 44 juta, PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (PT TPSF) sebesar Rp 150 miliar," jelas jaksa.
Atas perbuatannya para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.