Dugaan Korupsi Kuota Haji
KPK Ungkap Praktik Jual Beli Kuota Haji: Calon Jemaah Bisa Langsung Berangkat Tanpa Antre
KPK bongkar dugaan modus jual beli kuota haji tambahan tahun 2024 diduga libatkan biro perjalanan haji, oknum Kemenag dan ada aliran dana haram.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar dugaan praktik jual beli kuota haji tambahan tahun 2024 yang memungkinkan calon jemaah baru bisa berangkat ke Tanah Suci tanpa harus melalui antrean panjang yang telah berlangsung bertahun-tahun.
Praktik ini diduga melibatkan biro perjalanan haji dan umrah serta oknum di Kementerian Agama (Kemenag).
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa modus ini secara langsung mencederai hak para jemaah haji yang telah lama menunggu giliran untuk berangkat.
“Karena ada jual beli kuota ini, kemudian diperjualbelikan kepada calon jemaah baru yang kemudian tanpa mengantre bisa langsung berangkat di tahun 2024,” kata Budi dalam keterangannya, Minggu (7/9/2025).
Menurut Budi, skema ini tidak hanya menyalahi tujuan utama dari adanya kuota tambahan—yaitu untuk memangkas antrean—tetapi juga diduga melibatkan aliran dana haram.
“Artinya kan itu juga menghambat para jemaah yang sebelumnya sudah mengantre untuk berangkat di tahun tersebut. Nah, kemudian dari jual beli kuota itu ada dugaan sejumlah uang itu ada aliran-aliran dari para biro perjalanan ini kepada pihak-pihak terkait di Kementerian Agama,” ujarnya.
Baca juga: Dari Yaqut ke Kuota Haji: KPK Telusuri Plot Janggal dan Dugaan Aliran Dana ke Pejabat Kemenag
Kasus ini bermula dari penyelewengan pembagian 20.000 kuota haji tambahan yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi untuk periode 2023–2024.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa pembagian kuota tersebut tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, kuota tambahan seharusnya dibagi menjadi 92 persen (18.400) untuk haji reguler dan 8% (1.600) untuk haji khusus.
Namun, pada praktiknya, kuota tersebut dibagi rata 50:50, yakni 10.000 untuk reguler dan 10.000 untuk khusus.
“Itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua [yaitu] 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” jelas Asep.
“Jadi kan berbeda, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada,” lanjutnya.
Baca juga: Usut Skandal Kuota Haji Rp 1 Triliun, KPK Panggil Pejabat Kementerian Agama
Besarnya porsi kuota haji khusus yang tidak wajar inilah yang diduga menjadi lahan praktik jual beli oleh biro-biro perjalanan kepada calon jemaah yang ingin memotong antrean.
Akibat dari dugaan korupsi ini, KPK menaksir kerugian negara dapat mencapai Rp 1 triliun.
Untuk kepentingan penyidikan, KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri.
Mereka adalah Menteri Agama periode terkait, Yaqut Cholil Qoumas; staf khususnya, Ishfah Abidal Aziz; dan seorang pengusaha biro perjalanan haji, Fuad Hasan Masyhur.
KPK juga telah melakukan serangkaian pemeriksaan saksi dan penggeledahan, termasuk di kediaman Yaqut.

Khusus Yaqut, KPK telah dua kali memeriksa yang bersangkutan.
Pemeriksaan pertama Kamis 7 Agustus 2025 berlangsung sekira 7 jam
Pemeriksaan kedua Senin 1 September 2025 berlangsung hampir 7 jam dengan 18 pertanyaan yang diajukan oleh penyidik.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.