Senin, 15 September 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

Eks Ketua PN Jakpus Rudi Suparmono Tak Lapor KPK Terkait Upaya Suap 1 juta USD Perkara Minyak Goreng

Rudi Suparmono disebut ditawar 1 juta USD untuk bantu perkara kelapa sawit mentah (CPO) dari seseorang bernama Agusrin Maryono.

Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
KASUS SUAP CPO - Sidang kasus dugaan suap pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) vonis lepas korporasi terdakwa hakim non aktif Djuyamto, Agam Syarief Baharuddin, Ali Muhtarom, Wahyu Gunawan dan Arif Nuryanta di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/9/2025). Rudi Suparmono (Kanan) jadi saksi di persidangan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat periode April-November 2024 Rudi Suparmono disebut ditawar 1 juta USD untuk bantu perkara kelapa sawit mentah (CPO) dari seseorang bernama Agusrin Maryono.

Atas tawaran tersebut ia menyebutkan tak membuat laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Adapun hal itu terungkap pada sidang lanjutan kasus dugaan suap vonis lepas korporasi, pada pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Rabu (10/9/2025).

Duduk sebagai terdakwa dalam perkara tersebut yakni eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN), tiga mantan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin serta panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan.

"Kemudian setelah Saudara bertemu Agusrin dan ada tawaran 1 juta USD untuk membantu perkara migor, apakah Saudara pada saat itu berkoordinasi atau memanggil Wakil Ketua PN pada saat itu terdakwa MAN?" tanya jaksa di persidangan.

Baca juga: Ketua PN Jakarta Pusat Rudi Suparmono Mengaku Ditawari 1 Juta Dolar AS untuk Bantu Perkara CPO

Dikatakan saksi Rudi Suparmono, dari awal dirinya tidak tahu persis perkara tersebut.

"Makanya saya harus tahu kejelasan itu perkara apa. Saya bertemu dengan Pak Arief, Wakil saya, untuk bertanya. Saya ke ruangan beliau, kalau tidak salah. Untuk memastikan tanya itu. Dan saat saya bertanya, beliau posisinya dalam kondisi biasa, artinya tidak menerangkan apapun tentang itu, diserahkan ke saya," jawab Rudi Suparmono.

Jaksa pun menanyakan soal tawaran 1 juta USD dari Agusrin.

Baca juga: Eks Panitera PN Jakut Wahyu Gunawan Bantah Sebagai Inisiator Suap Vonis Lepas CPO

Rudi Suparmono pun tidak menjawab secara tegas pertanyaan jaksa.

"Tidak, saya sampaikan saja ke beliau Agusrin ke ruangan. Maksud saya, saya menyampaikan ke beliau, mungkin beliau tahu soal Agusrin. Karena saya tidak kenali beliau, kan kenalnya baru saja. Beliau jawabannya sederhana saja, 'Monggo Pak Ketua, terserah Bapak," kata Rudi di persidangan.

Jaksa menilai jawaban yang diberikan Rudi Suparmono bias.

"Pemahaman Saudara pada saat Pak MAN menyampaikan itu apa Pak? Artinya tawaran itu boleh Bapak tindak lanjut atau seperti apa," tanya jaksa kembali.

"Intinya diserahkan ke saya untuk memilih. Saya tidak diarahkan untuk memilih A atau B. Maka kemudian saya sikapi itu dengan pilihan saya. Untuk tidak menindak lanjut," jawab Rudi Suparmono.

Jaksa lalu menanyakan sebagai pejabat di lingkungan peradilan, harusnya Rudi tahu hal tersebut bernuansa negatif.

"Kenapa Saudara tidak menolak tegas pada saat itu? Dan mengingatkan Pak MAN saat itu untuk tidak bermain-main dengan perkara yang ditangani?" tanya jaksa.

Rudi Suparmono mengamini memang secara jabatan tidak dibenarkan.

"Saudara tidak mencoba membuat laporan misalkan upaya penyuapan seperti itu?" tanya jaksa.

"Saya keep untuk saya saja," jawab Rudi Suparmono.

Kasus suap hakim bermula saat tiga korporasi besar itu yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group yang sebelumnya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 17,7 triliun di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.

Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar uang pengganti yang berbeda-beda. 

PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619 atau (Rp 11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp 937.558.181.691,26 atau (Rp 937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp Rp 4.890.938.943.794,1 atau (Rp 4,8 triliun).

Uang pengganti itu harus dibayarkan tiga korporasi lantaran dalam kasus korupsi CPO negara mengalami kerugian sebesar Rp 17,7 triliun.

Tapi bukannya divonis bersalah, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharudin justru memutus 3 terdakwa korporasi dengan vonis lepas atau onslag pada Maret 2025 lalu.

Tak puas dengan putusan tersebut, Kejagung langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Sejalan dengan upaya hukum itu, Kejagung juga melakukan rangkaian penyelidikan setelah adanya vonis lepas yang diputus ketiga hakim tersebut. 

Hasilnya Kejagung menangkap tiga majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut dan menetapkannya sebagai tersangka kasus suap vonis lepas.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan