Kamis, 11 September 2025

Kematian Vian Ruma Aktivis Lingkungan di Flores Dinilai Janggal, DPR Desak Aparat Usut Tuntas

Andreas Hugo Pareira mendesak aparat penegak hukum mengusut tuntas kematian aktivis lingkungan asal Pulau Flores NTT, Vian Ruma.

Kolase Dok Pribadi & MPR RI
DESAK USUT TUNTAS - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira mendesak aparat penegak hukum mengusut tuntas kematian aktivis lingkungan asal Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rudolfus Oktavianus Ruma alias Vian Ruma (30). Vian Ruma ditemukan tewas tergantung dalam sebuah pondok di Desa Tonggo, Nangaroro pada Jumat (5/9/2025). 

TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira mendesak aparat penegak hukum mengusut tuntas kematian aktivis lingkungan asal Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rudolfus Oktavianus Ruma alias Vian Ruma (30).

Vian Ruma ditemukan tewas tergantung dalam sebuah pondok di Desa Tonggo, Nangaroro pada Jumat (5/9/2025).

Vian dikenal aktif dalam gerakan penolakan proyek geotermal di Pulau Flores, NTT.

"Kasus tragis ini bukan hanya soal hilangnya nyawa seorang anak bangsa, tetapi juga menyangkut aspek perlindungan hak asasi manusia serta jaminan kebebasan berekspresi warga negara," kata Andreas dalam keterangan resminya, Rabu (10/9/2025). 

"APH (aparat penegak hukum) perlu mengungkap kasus ini sebenar-benarnya sesuai fakta," ungkapnya.

Legislator PDI Perjuangan (PDIP) dari Dapil NTT I itu mendesak aparat segera melakukan penyelidikan yang transparan, akuntabel, dan independen atas peristiwa ini. 

"Pihak penegak hukum dalam hal ini polisi perlu menjelaskan kasus tersebut agar jelas latar belakang dan penyebab kematian dari kematian almarhum."

"Penjelasan ini untuk tidak terjadi penafsiran-penafsiran yang bias informasi mengenai penyebab kematian yang bersangkutan," imbuhnya. 

Diketahui, beberapa barang ditemukan di dekat korban, seperti tas berwarna hitam dan ponsel yang diduga milik korban.

Selain itu, ada juga kantong plastik berwarna biru, sebuah sepatu berwarna hitam, sebuah sepatu berwarna putih, serta sebuah helm berwarna hitam.

Di luar pondok, terdapat motor yang diduga milik Vian.

PENEMUAN MAYAT - Helm milik korban di pondok saat penemuan mayat seorang pria tak dikenal di sebuah pondok kebun di Sikusama, Desa Tonggo, Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo, Jumat (5/9/2025) pagi.
PENEMUAN MAYAT - Helm milik korban di pondok saat penemuan mayat seorang pria tak dikenal di sebuah pondok kebun di Sikusama, Desa Tonggo, Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo, Jumat (5/9/2025) pagi. (TRIBUNFLORES.COM/HO.FACEBOOK RPL FLORIAN)

Baca juga:  Aktivis Lingkungan Flores NTT Ditemukan Tewas, Sudah 5 Hari Polisi Belum Beri Penjelasan

Keluarga menduga adanya kekerasan yang dialami Vian.

Andreas menekankan pentingnya memperkuat regulasi yang menjamin kebebasan berpendapat, perlindungan pembela HAM, dan mekanisme pengawasan agar pembangunan.

Termasuk di sektor energi, tidak melanggar prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia.

"Reformasi regulasi di bidang perlindungan HAM harus dipastikan berjalan nyata, agar masyarakat memiliki kepastian hukum ketika menyuarakan kritik dan pandangan yang berbeda terhadap kebijakan pembangunan," tegas Andreas.

"Tragedi ini menjadi pengingat bahwa pembangunan sejati harus selaras dengan penghormatan terhadap HAM, keterbukaan regulasi, dan perlindungan terhadap setiap warga negara yang memperjuangkan masa depan lingkungan dan kemanusiaan," pungkasnya.

Diperkirakan Meninggal 3 Hari sebelum Ditemukan

Kapolsek Nangaroro, Iptu Juliardi Sinambela membenarkan penemuan mayat tersebut.

Juliardi menyebut mayat pria yang ditemukan di sebuah pondok kebun milik warga. 

"Diperkirakan sudah lebih dari tiga hari," ujarnya kepada Tribun Flores, Jumat malam.

Berdasar foto yang dihimpun dari media sosial, korban ditemukan dalam keadaan tergantung di dalam pondok yang terbuat dari bambu.

Leher korban terikat tali, sementara posisi kaki menyentuh lantai pondok.

Jasad Vian kemudian dievakuasi ke Puskesmas Nangaroro.

Korban kemudian dimakamkan di kampung halamannya di Desa Ngera, Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo, Sabtu (6/9/2025).

Polisi Belum Beri Penjelasan

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan mengenai hasil pemeriksaan terhadap jasad Vian.

Pada Jumat malam, Iptu Juliardi meminta Tribun Flores mengirimkan sejumlah daftar pertanyaan untuk dijawab.

Tetapi pertanyaan-pertanyaan itu belum dijawab.

Lalu dalam keterangannya pada Selasa, Juliardi hanya menjelaskan barang-barang yang ditemukan di lokasi kejadian pada saat penemuan awal, seperti yang sudah dijelaskan.

"Hasilnya ya ditemukan barang-barang yang sudah dilansir sebelumnya," tulis Juliardi melalui pesan WhatsApp. 

Ia juga menyampaikan permohonan maaf dan mengaku beberapa hari belakangan sinyal di wilayah Nangaroro sedang tidak baik.  

Saat ditanya soal apakah ditemukan tanda-tanda kekerasan pada jasad korban, Juliardi belum bisa memastikan secara pasti.

Ia menjelaskan kepolisian akan mendalami isu keterlibatan Vian Ruma sebagai salah satu aktivis yang menolak proyek geotermal dan dikaitkan-kaitkan dengan kasus kematiannya.

"Nah itu yang kami coba dalami infonya," jawab dia. 

Sementara itu, Dokter Lita yang memeriksa jasad korban juga enggan membeberkan kondisi korban.

"Hasil pemeriksaan sudah saya serahkan ke pihak kepolisian. Bisa langsung ke pihak kepolisian saja," ungkap Lita.

Vian Getol Tolak Proyek Geotermal

Vian Ruma dikenal sebagai sosok aktivis lingkungan.

Ia getol menolak proyek panas bumi atau geotermal di Kabupaten Nagekeo. 

Lewat akun Instagram pribadinya @vian_ruma, Ia beberapa kali menyuarakan soal kelestarian.

Terakhir dirinya mengunggah foto, pada 7 Juni 2025.

Foto terakhirnya itu saat dirinya berkumpul dengan rekan-rekannya melakukan kampanye.

Mereka membawa gambar tangan dikepalkan dengan latar belakang kobaran api.

"Tanah kita masa depan kita," tulis Vian Ruma di keterangan foto.

Kabar tewasnya Vian Ruma turut menyita perhatian warganet.

Akun Vian Ruma dibanjiri ucapan duka atas kepergiannya.

Diketahui, Vian diangkat menjadi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) angkatan 2020.

Vian Ruma masih lajang atau belum berkeluarga.

Kepala SMPN 1 Nangaroro, Edith Ana Oko Pawe membenarkan Vian Ruma mengajar di sekolahnya.

Ia juga menyebut, Vian Ruma selama hidupnya dikenal baik dan tidak terlihat sebagai sosok bermasalah.

"Setahu saya dan pengamatan kami di sekolah itu beliau baik-baik saja dan termasuk guru yang baik di sekolah itu."

"Di sekolah juga aman-aman dengan saya dan semua guru, tidak ada persoalan apa-apa," kata Edith.

Tentang Proyek Geotermal

PROYEK GEOTERMAL - Foto yang diunggah laman PT PLN (Persereo) pada 13 Desember 2019 menunjukkan PLTP Sokoria (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Sokoria) berada di Kabupaten Ende, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
PROYEK GEOTERMAL - Foto yang diunggah laman PT PLN (Persero) pada 13 Desember 2019 menunjukkan PLTP Sokoria (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Sokoria) berada di Kabupaten Ende, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). (Dok PT PLN)

Pada 2017 lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Flores sebagai Geothermal Island melalui SK No. 2268 K/30/MEM/2017 oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan.

Pulau Flores ditetapkan sebagai Pulau Panas Bumi atau "Flores Geothermal Island" pada tanggal 19 Juni 2017. 

Dikutip dari laman Kementerian ESDM, potensi panas bumi di Flores mencapai sekitar 800 MW.

Proyek pertama yang dikembangkan di Pulau Flores adalah wilayah Waisano atau juga disebut Wae Sano.

Waisano dipilih berdasarkan hasil survei Badan Geologi (Pusat Sumber Daya Mineral Batubara dan Panas Bumi) yang telah dianalisis sebelumnya oleh tenaga ahli World Bank.

Dana yang digunakan untuk mengembangkan Waisano adalah dengan menggunakan dana Geothermal Fund. Dana tersebut berasal dari dana hibah World Bank dan APBN mencapai Rp 3 Triliun.

Proyek-proyek lainnya antara lain PLTP Mataloko (Ngada), dan PLTP Sokoria (Ende).

Penolakan Proyek

Sementara itu penolakan terhadap proyek geotermal di Flores, NTT, terus menggema hingga tahun 2025.

Seperti penolakan yang disampaikan Keuskupan Ende.

Uskup Agung Ende, Mgr. Paul Budi Kleden, menegaskan penolakan terhadap proyek geotermal di wilayah Keuskupan Agung Ende yang mencakup Kevikepan Ende, Mbay, dan Bajawa.

Dikutip dari Tribun Flores, dalam pernyataan video berdurasi 1 menit 5 detik pada 10 Januari 2025, Ia menyatakan sikap setelah mendengar kesaksian dari sejumlah orang di Sokoria dan Mataloko, serta berdiskusi dengan imam-imam di wilayah tersebut. 

“Penting bagi umat dan masyarakat untuk turut menyuarakan penolakan terhadap proyek ini. Kita perlu mendorong resistensi melalui informasi yang jelas dan kesaksian masyarakat yang telah merasakan dampaknya,” tegas Mgr Paul Budi Kleden.

Mgr. Kleden menegaskan komitmen menjaga kepentingan masyarakat lokal serta memperingatkan bahwa proyek geotermal berpotensi merusak ekosistem dan kehidupan sosial warga.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunflores.com dengan judul Penemuan Mayat di Tonggo Nagekeo, Kaki Korban Menyentuh Bale-Bale.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Endra Kurniawan) (Tribunflores.com/Albert Aquinaldo)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan