Dugaan Korupsi Kuota Haji
KPK Panggil Eks Bendahara Amphuri HM Tauhid Hamdi dan 2 Bos Travel
KPK memanggil mantan Bendahara Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI), HM Tauhid Hamdi.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pemanfaatan kuota haji dengan memanggil empat saksi hari ini, Selasa (7/10/2025).
Pemeriksaan yang digelar di Gedung Merah Putih KPK ini menyoroti peran asosiasi dan biro perjalanan haji, dengan memanggil mantan Bendahara Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI), HM Tauhid Hamdi, serta dua direktur utama perusahaan travel.
Baca juga: Dugaan Korupsi Kuota Haji, Uang Hampir Rp 100 Miliar Dikembalikan ke KPK, Kapan Penetapan Tersangka?
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi jadwal pemeriksaan tersebut.
"Hari ini, tim penyidik menjadwalkan pemeriksaan saksi-saksi dalam dugaan tindak pidana korupsi terkait penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024," ujarnya dalam keterangan tertulis.
Selain Tauhid Hamdi, tiga saksi lainnya yang dipanggil adalah Suparman Abdul Rahman selaku Direktur PT Sindo Wisata Travel, Artha Hanif yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Thayiba Tora, dan seorang karyawan swasta bernama M Iqbal Muhajir.
Pemanggilan Tauhid Hamdi sebagai mantan bendahara salah satu asosiasi haji terbesar di Indonesia menjadi fokus penting.
Sebelumnya, KPK telah mendalami dugaan adanya pertemuan antara AMPHURI dengan mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, yang diduga menjadi kunci dalam "utak-atik" distribusi kuota tambahan haji khusus.
Penyidik menelisik apakah pertemuan tersebut memengaruhi terbitnya Surat Keputusan (SK) Menag yang membagi rata 20.000 kuota tambahan menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Baca juga: KPK Ungkap Alasan Gunakan Pasal Kerugian Negara Dalam Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji
Pembagian 50:50 ini diduga kuat melanggar Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 yang seharusnya mengalokasikan 92 persen kuota untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Kasus korupsi kuota haji ini telah memasuki babak baru dengan temuan berbagai modus operandi.
Budi Prasetyo membeberkan bahwa praktik korupsi yang terjadi sangat beragam, mulai dari uang pelicin untuk percepatan keberangkatan hingga "kutipan" liar kepada oknum di Kementerian Agama (Kemenag).
"Ada yang modusnya percepatan, ada yang memang modusnya memberikan, semacam ya 'kutipan' ke pihak-pihak atau oknum di Kementerian Agama, dan beragam," ungkap Budi.
Hingga saat ini, KPK telah menyita uang yang nilainya mendekati Rp 100 miliar dari berbagai pihak, termasuk asosiasi dan biro travel, yang diserahkan secara kooperatif.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.