Kamis, 9 Oktober 2025

Mushola Ambruk di Sidoarjo

Ponpes Al Khoziny Dibangun Tambal Sulam, Pakar Konstruksi: Gagal karena Tidak Direncanakan dari Awal

Pakar konstruksi UI mmenyebut, tambal sulam proses pembangunan Ponpes Al Khoziny mencerminkan tidak adanya perencanaan yang matang sejak awal.

Tribun Jatim/M Taufik
MUSHOLA PONPES AMBRUK - Dalam foto: Bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, yang ambruk dan menewaskan 67 santri. Pakar konstruksi sekaligus dosen jurusan Teknik Sipil di Universitas Indonesia (UI), Josia Irwan Rastandi, menilai pembangunan Pondok Pesantren atau Ponpes Al Khoziny yang dilakukan secara 'tambal sulam' harusnya mendapat perhatian khusus. Tribun Jatim/M Taufik 

TRIBUNNEWS.COM - Pakar konstruksi sekaligus dosen jurusan Teknik Sipil di Universitas Indonesia (UI), Josia Irwan Rastandi, menilai pembangunan Pondok Pesantren atau Ponpes Al Khoziny yang dilakukan secara 'tambal sulam' harusnya mendapat perhatian khusus.

Diketahui, pembangunan gedung yang difungsikan sebagai mushola di pondok tersebut dilakukan secara tambal sulam, yakni dilakukan sebagai renovasi/ekspansi asrama putra sejak Desember 2024 hingga September 2025 atau kurang lebih 9-10 bulan.

Menurut Josia, proses pembangunan secara tambal sulam mencerminkan tidak adanya perencanaan yang matang sejak awal.

Hal tersebut disampaikan Josia saat menjadi narasumber di program Apa Kabar Indonesia Malam yang diunggah di kanal YouTube tvOneNews, Selasa (7/10/2025).

"Itu menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian khusus, karena kalau dikatakan 'tambal sulam', artinya itu tidak direncanakan dari awal," kata Josia.

Josia bilang, sejatinya, membangun suatu konstruksi bangunan secara bertahap diperbolehkan, asalkan membuat perencanaan matang dan dilakukan penguatan pada bangunan yang sudah ada.

"Jadi, kita membangun boleh saja, artinya tidak sekaligus jadi. Misal, satu lantai dulu, kemudian dua lantai, tiga lantai tapi harus direncanakan dari awal, baik dari pondasinya, tiang-tiangnya, kolom atau balok segala macam, itu harus semuanya direncanakan," paparnya.

"Yang bahaya, kalau rencananya cuma untuk satu lantai, kemudian dinaikkan jadi dua lantai tanpa adanya perkuatan pada bangunan yang sudah ada," jelasnya.

Josia menilai, ambruknya bangunan Ponpes Al Khoziny disebabkan tidak adanya perencanaan sejak awal untuk ekspansi hingga empat lantai.

Sehingga, menurut Josia, jika memang akan ditambah jumlah tingkatannya, harusnya dilakukan penguatan dulu, seperti memperbesar kolom atau pondasi bangunan.

"Kalau saya lihat, itu karena tidak direncanakan dari awal, untuk tiga atau empat lantai. Sehingga, kapasitas tiang-tiang atau balok atau kolomnya itu kurang," jelas Josia.

Baca juga: Insiden Ambruknya Musala di Ponpes Al Khoziny Merupakan Bencana dengan Korban Terbesar di Tahun 2025

"Kalau dari awal tidak direncanakan untuk dua lantai, terus dinaikkan jadi dua lantai, tiga lantai, otomatis bebannya kan bertambah. Ini yang jadi kegagalan." tambahnya.

"Seharusnya, bukan berarti saya menyalahkan ya, tetapi seharusnya kalau kita mau naikkan [lantai] perlu ada penguatan, mungkin perbesaran kolom atau pondasinya perlu ditambah kapasitasnya, sehingga tidak terjadi kegagalan konstruksi," tambahnya.

Tambal Sulam

Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar mengatakan, Ponpes Al Khoziny sudah berusia 125 tahun, pasca-tragedi yang menewaskan 67 orang tersebut.

"Pesantren yang baru saja mengalami musibah seperti di Sidoarjo beberapa waktu yang lalu memang usianya 125 tahun," kata Cak Imin seusai bertemu Menteri Agama Nasaruddin Umar di Jalan Widya Chandra IV Nomor 23, Jakarta Selatan, Selasa (7/10/2025). 

Menurut Cak Imin -panggilan akrab Muhaimin Iskandar-, ada beberapa faktor yang menyebabkan pesantren dengan bangunan tua tidak memenuhi standar keamanan dan kelayakan infrastruktur.

"Rata-rata pesantren-pesantren dengan bangunan yang sangat tua itu tidak diikuti dengan perencanaan," kata dia.

Dikatakan ada tiga penyebabnya.

Untuk faktor pertama, berupa keterbatasan biaya sehingga membuat pembangunan dilakukan dengan cara tambal sulam.

"Pertama, keterbatasan anggaran, sehingga pesantren sering menggunakan cara tambal sulam di dalam melaksanakan pembangunannya," ucapnya.

Faktor kedua, adalah usia bangunan yang tua sehingga perlu dievaluasi lebih lanjut.

"Yang kedua, karena usia yang sangat tua, maka kita akan evaluasi dan kita akan mulai dari pesantren yang paling tua dan yang paling rawan untuk terjadinya hal-hal yang tidak kita inginkan," tutur Cak Imin. 

Ia menambahkan, pemerintah akan melakukan kerja sama lintas kementerian untuk menyelamatkan pesantren-pesantren yang telah berdiri lebih dari satu abad.

"Pesantren-pesantren rata-rata didirikan jauh sebelum kemerdekaan. Pesantren di Sidoarjo ini lahir tahun 1915 dan pesantren-pesantren lainnya," ungkapnya. 

Kemudian, faktor ketiga adalah kuatnya semangat kemandirian di kalangan pesantren. 

Menurut Cak Imin, hal ini kerap membuat pesantren enggan melibatkan pihak luar dalam pembangunan fisik.

"Sehingga kita ingin terus melakukan koordinasi agar pesantren mau beradaptasi untuk menanggulangi ancaman-ancaman rawan dari segi bangunan fisik," imbuhnya.

PONPES AMBRUK - Alat berat dioperasikan pada proses evakuasi ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur pada Senin, 29 September 2025.
PONPES AMBRUK - Alat berat dioperasikan pada proses evakuasi ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur pada Senin, 29 September 2025. (Dok BNPB)

67 Korban Tewas dalam Insiden Ambruknya Mushala Ponpes Al Khoziny

Diketahui, bangunan yang difungsikan sebagai musala tiga lantai di area asrama putra Pondok Pesantren Al Khoziny Sidoarjo runtuh dan menimpa para santri saat sedang melakukan salat asar, Senin (29/9/2025) sekitar pukul 15.00 WIB.

Upaya pencarian dan penyelamatan korban Ponpes Al Khoziny dilakukan selama sembilan hari, hingga akhirnya resmi ditutup pada Selasa (7/10/2025) siang.

Keputusan ini diambil setelah memastikan seluruh tahapan penanganan bencana di lingkungan pesantren telah selesai dan berjalan cepat, aman, dan terkoordinasi antara tim SAR, BNPB,  BPBD, TNI/Polri, relawan, serta pihak pesantren.

Total tercatat ada 171 orang korban, dengan rincian 104 orang selamat dan 67 korban meninggal dunia (termasuk 8 body parts atau potongan tubuh).

Pada tahap akhir pencarian, tim SAR gabungan juga telah melakukan penyisiran di lokasi kejadian.

Hasilnya, sudah tidak ada lagi korban di lokasi. Area bangunan yang runtuh juga sudah rata dengan tanah, semua puing dan reruntuhan sudah berhasil dibersihkan.

Adapun saat insiden terjadi, ratusan santri sedang antre untuk menjalankan ibadah shalat Asar, sedangkan proses pengecoran lantai tiga dan empat sedang berlangsung. 

Sesaat sebelum runtuh, sempat terasa goyangan ringan pada struktur bangunan.

Lalu, terdengar suara gemuruh seperti gempa bumi atau benda jatuh (mirip bambu bergeser) kala runtuh terjadi. 

Bagian ujung lantai atas ambruk terlebih dahulu, disusul runtuh secara progresif (pancake collapse) ke bawah, menimpa seluruh lantai dasar.

Diduga, bangunan runtuh akibat tiang penopang gagal menahan beban cor semen di lantai atas.

(Tribunnews.com/Rizki A./Fersianus Waku)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved