Kamis, 9 Oktober 2025

Berkas Dilimpahkan ke Pengadilan, Lingga Nugraha Sebut Kerry Andrianto Ikuti Proses Hukum

Perbuatan para tersangka diduga telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.

Penulis: Erik S
Editor: Hasanudin Aco
Kolase Tribunnews/Ibiza Fasti Ifhami/net
KORUPSI PERTAMINA - Muhammad Kerry Adrianto Riza, atau Kerry, anak dari pengusaha besar minyak Mohammad Riza Chalid, yang jadi tersangka korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding serta KKKS 2018-2023. Foto kanan rumahnya di Jalan Bango Raya nomor 17, Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis (27/2/2025). 

Ikuti prosedur

Tim kuasa hukum Kerry menekankan, bahwa dalam melaksanakan kegiatan usahanya, klien-nya selalu mengikuti proses, prosedur, mekanisme, ketentuan, serta peraturan yang baku dan berlaku dan secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dan memberikan dampak dan nilai tambah bagi kegiatan perekonomian nasional pada umumnya. 

Menurut Lingga, kliennya tidak mengetahui dan sama sekali tidak memiliki kaitan dengan permasalahan pencampuran minyak (blending) yang sempat menjadi keluhan masyarakat, juga pernyataan yang mengaitkan klien-nya dalam kegiatan demo yang terjadi beberapa waktu yang lalu. 

"Dengan keyakinan bahwa pada akhirnya kebenaran-lah yang akan menjadi pemenang dalam setiap permasalahan, dan setiap proses hukum yang dilaksanakan sejatinya demi terjaganya hak dan kewajiban seluruh subjek hukum sehingga tercapai keadilan substantif," tandasnya.

Peran Kerry menurut Kejagung

Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyampaikan, Kerry menjadi salah satu pihak yang diuntungkan dari hasil mark up kontrak pengiriman dalam pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang yang dilakukan Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF). 

Dalam keterangan resmi Kejagung dikatakan, negara harus mengeluarkan fee sebesar 13-15 persen akibat mark up kontrak shipping atau pengiriman tersebut.

"Tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut," kata Abdul Qohar dalam konferensi pers 25 Februari 2025.

Perbuatan melawan hukum tersebut membuat komponen harga dasar yang dijadikan acuan penetapan harga indeks pasar (HIP) bahan bakar minyak (BBM) untuk masyarakat menjadi lebih tinggi.

HIP menjadi dasar pemberian kompensasi dan subsidi BBM setiap tahun melalui APBN.

Akibatnya, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp 193,7 triliun.

Kerugian terdiri dari kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp 2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp 9 triliun, kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp 126 triliun, serta kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp 21 triliun.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Para tersangka diduga telah menyebabkan sejumlah penyimpangan dari hulu ke hilir, mulai dari kegiatan ekspor-impor minyak mentah, sewa terminal penyimpanan bahan bakar minyak (BBM), hingga penjualan solar subsidi di bawah harga yang telah ditentukan.

Perbuatan para tersangka diduga telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved