Reformasi Polri
Napoleon Bonaparte Desak Fit and Proper Test Kapolri di DPR Dihapus, Sebut Polri Terbelenggu Politik
Napoleon Bonaparte menilai reformasi Polri tidak akan berjalan selama proses penunjukan Kapolri masih melewati mekanisme fit and proper test.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Mantan Kepala Divisi Hubinter Polri Irjen (Purn) Napoleon Bonaparte menilai reformasi kepolisian tidak akan berjalan selama proses penunjukan Kapolri masih melewati mekanisme fit and proper test di DPR RI.
Menurutnya, mekanisme tersebut justru membuat institusi Polri terikat dengan kepentingan politik dan partai-partai tertentu.
Hal itu disampaikan Napoleon dalam seminar nasional bertajuk 'Ke Arah Mana Reformasi Kepolisian Saat Ini?' di Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2025).
"Kapolri kalau mau ditunjuk jangan lagi pakai fit and proper test DPR. Itu cuma membelenggukan diri Polri kepada partai-partai," ujar Napoleon lewat sambungan daring.
Napoleon menilai, selama mekanisme tersebut masih berlaku, Polri akan terus terjebak dalam relasi politik dan sulit menjaga independensinya.
Baca juga: Soal Reformasi Polri, Napoleon Bonaparte: Kapolri Jangan Seperti Dewa Pencabut Nyawa
"Kita butuh Polri yang tegas, tidak ayam sayur, karena terbelenggu dengan utang budi, jasa politik, jasa naik pangkat, dan sebagainya," katanya.
Tahapan Pemilihan Kapolri
Berdasarkan ketentuan yang berlaku yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, Kapolri diangkat oleh Presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya.
Setelah itu, Presiden mengirimkan satu nama calon Kapolri ke DPR RI, tepatnya Komisi III, untuk menjalani proses fit and proper test.
Baca juga: Saurip Kadi Sebut Reformasi Polri Harus Dilakukan Menyeluruh, Bukan Sebagian
Hasil dari fit and proper test kemudian dibawa ke rapat internal Komisi III dan diteruskan ke rapat paripurna DPR untuk disetujui.
Setelah persetujuan diberikan, Presiden menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) dan melantik Kapolri.
Namun, menurut Napoleon, proses tersebut terlalu sarat kepentingan politik karena DPR adalah lembaga politik.
"Polri harus tegak lurus, loyal kepada Presiden sebagai Kepala Negara, bukan kepada Pemerintah. Karena Polri adalah alat negara, bukan alat pemerintahan," tegasnya.
Napoleon juga menilai kewenangan Kapolri selama ini terlalu absolut, sehingga perlu dibatasi dengan pengawasan yang kuat dari lembaga-lembaga seperti Kompolnas.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.