Jumat, 10 Oktober 2025

Dugaan Korupsi Kuota Haji

KPK Luruskan Narasi HIMPUH: Uang Rp 100 M yang Disita Berpangkal dari Kerugian Negara

Perkara korupsi kuota haji berpangkal dari penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.

Dok Tribunnews
KORUPSI KUOTA HAJI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluruskan narasi yang menyebut uang senilai hampir Rp 100 miliar yang telah disita dalam kasus dugaan korupsi kuota tambahan haji bukan merupakan kerugian negara.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluruskan narasi yang menyebut uang senilai hampir Rp 100 miliar yang telah disita dalam kasus dugaan korupsi kuota tambahan haji bukan merupakan kerugian negara. 

KPK menegaskan bahwa perkara ini berpangkal dari penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara yang mengakibatkan kerugian bagi keuangan negara.

Baca juga: Usut Korupsi Kuota Haji, KPK Kembali Dalami Pertemuan Eks Bendahara Amphuri dengan Yaqut Cholil

Penjelasan ini disampaikan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, untuk menanggapi artikel yang dimuat oleh Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH). 

Dalam artikel tersebut, disebutkan bahwa uang yang dikembalikan ke KPK adalah uang jemaah dan pengembaliannya dilakukan semata-mata untuk menjaga situasi kondusif serta menunjukkan iktikad baik.

"Perkara ini berpangkal dari adanya dugaan penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara yang bekerja sama dengan pihak-pihak lainnya dalam pembagian kuota haji tambahan untuk penyelenggaraan ibadah haji Indonesia tahun 2023–2024," kata Budi dalam keterangannya, Kamis (9/10/2025).

 

 

Budi menjelaskan, kuota tambahan dari pemerintah Arab Saudi seharusnya dialokasikan untuk memangkas antrean jemaah haji reguler. 

Namun, terjadi penyimpangan di mana kuota tersebut dialihkan secara tidak sah menjadi kuota haji khusus yang dikelola oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) atau biro travel.

Akibatnya, kuota haji reguler yang dikelola Kementerian Agama (Kemenag) berkurang, sementara kuota haji khusus yang dikelola PIHK bertambah secara signifikan.

Baca juga: KPK Beberkan Ragam Modus di Balik Uang Sitaan Korupsi Kuota Haji yang Hampir Mencapai Rp 100 Miliar

"Artinya, kuota-kuota haji khusus yang diperjualbelikan oleh PIHK itu bermula dari adanya diskresi pembagian kuota tersebut," ujar Budi.

Lebih lanjut, penyidikan KPK menemukan adanya dugaan aliran dana dari para PIHK kepada oknum di Kementerian Agama dengan berbagai modus, seperti "uang percepatan". 

Uang ini diberikan agar calon jemaah haji khusus bisa langsung berangkat tanpa melalui antrean panjang yang seharusnya.

KPK mendasarkan argumen kerugian negara pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 

Dalam UU tersebut, keuangan negara mencakup kekayaan pihak lain yang dikuasai pemerintah untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan, termasuk kekayaan yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved