Lewat Program Desa Binaan, Imigrasi Soekarno-Hatta dan Ombudsman RI Cegah TPPO dan TPPM
Dalam upaya memperkuat pencegahan TPPO dan TPPM, Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta menggandeng Ombudsman RI
TRIBUNNEWS.COM - Dalam upaya memperkuat pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia (TPPM), Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta menggandeng Ombudsman Republik Indonesia.
Kolaborasi dilangsungkan melalui kegiatan bertajuk Ngobrol Pintar bersama Petugas Imigrasi Pembina Desa atau NGOPI PIMPASA.
Kegiatan ini berlangsung di dua wilayah desa binaan, yakni Kelurahan Pegadungan dan Cengkareng Timur, Jakarta Barat.
Acara ini melibatkan aparatur pemerintah setempat, tokoh masyarakat, serta perwakilan RT dan RW di wilayah kerja Imigrasi Soekarno-Hatta.
Tujuannya adalah memperkuat edukasi dan pemberdayaan masyarakat dalam mencegah praktik perdagangan orang dan penyelundupan manusia, sekaligus meningkatkan pengawasan terhadap keberadaan orang asing.
Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta, Eko Yudis Parlin Rajagukguk, menjelaskan alasan pemilihan dua kelurahan tersebut sebagai desa binaan.
“Pemilihan Kelurahan Cengkareng Timur dan Pegadungan didasarkan pada aspek jumlah penduduk serta struktur sosial yang dinilai strategis untuk program edukasi dan pengawasan,” ujarnya, Sabtu (11/10/2025).
Ia juga berharap masyarakat dapat lebih waspada agar tidak menjadi korban TPPO maupun TPPM.
Kegiatan NGOPI PIMPASA diisi dengan penyampaian informasi, diskusi interaktif, serta pemaparan langkah-langkah konkret yang telah dilakukan oleh pihak Imigrasi dalam mencegah kejahatan perdagangan orang.
Dalam kesempatan tersebut, Ombudsman RI turut memberikan dukungan terhadap program ini dan mendorong penguatan koordinasi lintas lembaga.
Andi, Asisten Ombudsman RI sekaligus Ketua Tim Rombongan, menyatakan kegiatan ini sejalan dengan visi pembangunan desa binaan yang tertuang dalam program Asta Cita Presiden RI.
Baca juga: 6 Fakta Tewasnya Terapis di Pejaten Jaksel: Diduga Korban TPPO, Kasus Jadi Perhatian Pramono Anung
“Pembentukan desa binaan Imigrasi di Kelurahan Pegadungan pada 2024 dan Cengkareng Timur pada 2025 merupakan bagian dari komitmen tersebut,” jelasnya.
Ia menambahkan, Ombudsman RI mengapresiasi dan mendukung Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta yang tetap konsisten melaksanakan pencegahan TPPO dan TPPM melalui NGOPI PIMPASA Desa Binaan Imigrasi, Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta.
Senada dengan itu, Kepala Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta, Galih Priya Kartika Perdhana, menekankan pentingnya kolaborasi antarlembaga dalam menanggulangi kejahatan perdagangan orang.
“Kami berkomitmen untuk terus memperkuat langkah-langkah pencegahan perdagangan orang, baik di tingkat pelayanan keimigrasian maupun di lingkungan masyarakat melalui program Desa Binaan. Kolaborasi dengan Ombudsman RI menjadi wujud nyata kerja bersama dalam memastikan perlindungan bagi masyarakat,” tegas Galih.
Ombudsman RI juga menyampaikan apresiasi atas inisiatif Imigrasi Soekarno-Hatta dalam membangun kesadaran publik melalui pendekatan komunitas.
Program ini dinilai sebagai langkah konkret dalam memperkuat pengawasan dan perlindungan terhadap korban maupun calon korban TPPO, serta memastikan pelayanan publik di bidang keimigrasian berjalan secara bersih, humanis, dan berintegritas.
Catatan Komnas Perempuan
Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2020–2024 mencatat 267 kasus TPPO yang melibatkan perempuan sebagai korban.
Komnas Perempuan (Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan) adalah lembaga independen di Indonesia yang fokus pada perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan, terutama dalam menghadapi kekerasan berbasis gender.
Data pemantauan Komnas Perempuan juga menunjukkan adanya interseksi antara TPPO dan penyelundupan narkotika lintas negara, serta keterkaitannya dengan berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan.
“Perdagangan orang, termasuk perempuan, semakin tersembunyi di balik wajah baru eksploitasi digital dan lintas negara," ujar Komisioner Komnas Perempuan Yuni Asriyanti melalui keterangan tertulis, Kamis (31/7/2025).
Kasus TPPO ini mencakup berbagai bentuk eksploitasi, seperti kerja paksa, eksploitasi seksual, penjualan organ, pengantin pesanan, hingga perekrutan sebagai kurir narkotika lintas negara.
Dalam dua tahun terakhir, muncul modus baru yang memanfaatkan teknologi digital, seperti pemaksaan menjadi operator judi daring dan pelaku penipuan online (scammer).
Perempuan kerap direkrut melalui media sosial, aplikasi pesan instan, dan situs lowongan kerja palsu.
"Negara tidak boleh abai. Respons harus adaptif terhadap modus, tujuan dan pola baru TPPO, serta harus berpihak pada korban, dibangun melalui pengalaman nyata perempuan yang tereksploitasi,” tegas Komisioner Yuni Asriyanti.
Komnas Perempuan menyoroti masih terjadinya praktik kriminalisasi terhadap korban TPPO. Banyak perempuan korban justru dipermasalahkan dokumennya, dideportasi, atau dikriminalisasi akibat situasi eksploitasi yang dialaminya.
Padahal, Prinsip Non-Pemidanaan terhadap Korban TPPO (The Principle of Non-Punishment of Victims of Trafficking in Persons) yang tertera dalam berbagai instrumen HAM internasional, termasuk Konvensi ASEAN, menegaskan bahwa negara wajib melindungi korban, bukan menghukumnya.
“Kriminalisasi terhadap korban perdagangan orang adalah bentuk kekerasan lanjutan. Negara seharusnya menjadi pelindung, bukan justru memperparah luka korban melalui pemidanaan atau deportasi,” katanya.
Baca juga: Revisi KUHAP, Komnas Perempuan Usulkan Larangan Stereotipe Gender oleh Hakim di Persidangan
Komnas Perempuan mengingatkan General Recommendation No. 38 dari Komite CEDAW, yang menegaskan bahwa TPPO harus dipahami dalam kerangka keadilan gender, sebagai bagian dari ketimpangan struktural dan kekerasan terhadap perempuan.
Perkembangan modus, tujuan, dan cara kerja TPPO kian sulit dikenali karena terus bertransformasi, termasuk melalui teknologi digital.
Komnas Perempuan mendesak Pemerintah mencegah TPPO melalui regulasi pasar kerja, perlindungan sosial, pendidikan, literasi digital, serta menjamin pemulihan yang bermartabat tanpa diskriminasi, termasuk bagi korban yang tidak berdokumen.
(Tribunnews.com/ Chrysnha, Fahdi Fahlevi)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.