Kamis, 30 Oktober 2025

Proyek Kereta Cepat

Sebut Proyek Whoosh sejak Awal Tak Beres, Mahfud: Bisa Saja Koruptif, Harus Diselidiki secara Hukum

Mahfud mengatakan, bisa saja ada dugaan korupsi dalam proyek Whoosh dan hal tersebut harus diselesaikan secara hukum agar tidak terulang lagi.

Penulis: Rifqah
Editor: Febri Prasetyo
Dok. KCIC
UTANG WHOOSH - Mahfud mengatakan, bisa saja ada dugaan korupsi dalam proyek Whoosh dan hal tersebut harus diselesaikan secara hukum agar tidak terulang lagi. 

TRIBUNNEWS.COM - Eks Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa dari awal memang tidak beres karena banyak isu soal biaya, utang, kontrak hingga mark up.

Belakangan isu soal utang Whoosh mencuat, apalagi semenjak utang Whoosh itu diusulkan agar dibayar dengan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), tetapi Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tidak menyetujuinya.

Adapun utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang ditanggung melalui konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) ITU diketahui mencapai Rp116 triliun atau sekitar 7,2 miliar dolar AS. 

"Ada masalah serius yang kemudian tidak bisa disembunyikan lagi. Sejak tanggal 13 Oktober 2025 misalnya, menggelegar berita-berita yang beredar luas beberapa tahun yang lalu bahwa penanganan Whoosh sejak awalnya memang tidak beres," ungkap Mahfud, Jumat (24/10/2025), dikutip dari YouTube Mahfud MD Official.

"Selain isu biaya dan utang yang begitu besar, ada juga isu pengalihan kontrak dengan Jepang ke China, ada isu pemecatan pejabat yang tidak setuju dengan projek itu, ada isu dugaan mark up, ada isu projek busuk dan sebagainya," sambungnya.

Mahfud kemudian menyinggung kontrak Indonesia dengan China terkait proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tersebut.

Dia mengatakan, jika dalam pembuatan kontrak pihak kita kalah atau justru merugikan, kesalahan tidak bisa sepenuhnya ditujukan kepada China saja.

Namun, Indonesia yang kurang mampu memanfaatkan kebebasan berkontrak dan telah mengabaikan kepentingan nasional sendiri.

"Jika kita kalah dalam pembuatan kontrak yang kemudian mencekik, tentu kita tidak dapat hanya menyalahkan China, melainkan bisa menganggap bahwa pihak kita tidak becus memegang kebebasan setara dalam berkontrak dan abai terhadap kepentingan nasional sendiri," katanya.

Bahkan, menurut Mahfud, bisa saja ada dugaan korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini.

Oleh karena itu, kata Mahfud, kasus Whoosh ini sejatinya harus diselesaikan secara hukum juga, jadi tidak hanya dari segi politiknya saja.

Baca juga: Singgung Utang Whoosh, Prof Sulfikar Sebut Jokowi Naif soal Teknologi: Keangkuhannya Bebani Kita

Hal itu supaya ke depannya tidak terjadi lagi hal-hal seperti ini dan tidak ada penyalahgunaan kekuasaan.

"Bahkan mungkin saja koruptif seperti yang didugakan sampai saat ini. Inilah perlunya penyelidikan atas kasus ini. Kasus ini harus diselesaikan bukan hanya secara politik, tetapi juga secara hukum," tegasnya.

"Tujuannya adalah agar ke depannya tidak terjadi lagi hal yang seperti ini, agar tidak ada penggunaan kewenangan yang bergeser menjadi penyalahgunaan kewenangan atau bergeser menjadi penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power yang diwariskan dari periode pemerintahan ke periode pemerintahan berikutnya."

"Lembaga-lembaga negara dan pemerintahan harus berfungsi sesuai dengan mandat konstitusionalnya dan harus didasari oleh tanggung jawab moral," katanya lagi.

Tentang pembuatan kontrak, Mahfud menjelaskan, China akan membuat kontrak yang mengutamakan kerahasiaan dan begitu ketat serta meletakkan kepentingan nasional-nasional mereka di atas kontrak tersebut.

"Rahasia adalah paling penting dalam kontrak-kontrak dengan China. Utang pemerintah dianggap hutang rakyat dan sepertinya rakyat tidak boleh meminta pertanggungjawaban pemerintahnya 
lebih dulu untuk menyelesaikan kontrak sesuai dengan isi perjanjian dan semua yang dijaminkan."

"Tentu kita harus memaklumi sikap pemerintah China yang mengatur begitu ketat untuk kontrak-kontraknya itu tidak dapat disalahkan begitu saja. Karena selain ada asas kebebasan dalam berkontrak, China juga mempunyai kepentingan-kepentingan nasionalnya dan meletakkan kepentingan nasional itu di atas akad atau kontrak tersebut," papar Mahfud.

Semua itu, kata Mahfud, bisa dibenarkan dan memang dilakukan oleh setiap negara sesuai dengan aturan General Agreement on Tariffs and Trade, yakni suatu perjanjian multilateral yang mengatur perdagangan internasional. 

Berdasarkan mukadimahnya, tujuan perjanjian ini adalah pengurangan substansial atas tarif dan hambatan perdagangan lainnya dan penghapusan preferensi, berdasarkan asas timbal balik dan saling menguntungkan.

Selain itu, juga berdasarkan aturan World Trade Organization, sebuah organisasi internasional yang menaungi upaya untuk meliberalisasi perdagangan. 

Organisasi ini menyediakan aturan-aturan dasar dalam perdagangan internasional, menjadi wadah perundingan konsesi dan komitmen dagang bagi para anggotanya, serta membantu anggota-anggotanya menyelesaikan sengketa dagang melalui mekanisme yang mengikat secara hukum. 

"Dan ini bisa dibenarkan, dilakukan oleh setiap negara, sesuai dengan aturan General Agreement on Tariffs and Trade dan juga berdasar WTO, World Trade Organization," kata Mahfud.

Sebagai informasi, investasi pembangunan kereta cepat Whoosh tersebut diketahui mencapai 7,27 miliar dolar AS atau Rp120,38 triliun.

Namun, dari seluruh investasi itu, total sebesar 75 persen dibiayai melalui utang kepada China Development Bank (CDB) dengan bunga tiap tahunnya sebesar 2 persen.

Dari segi pembayaran utang, skema besaran bunga yang disepakati yaitu bunga tetap yang selama 40 tahun pertama.

Pada pertengahan pembangunan, ternyata terjadi juga pembengkakan biaya (cost overrun) yang mencapai 1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 19,54 triliun.

Karena itu, pihak KCIC kemudian menarik utang lagi dengan bunga yang lebih tinggi, yakni sebesar 3 persen.

Proyek ini memperoleh pinjaman dari CDB senilai 230,99 juta dolar AS dan 1,54 miliar renminbi, dengan total setara Rp6,98 triliun.

Adapun separuh utang untuk membiayai cost overrun itu berasal dari tambahan pinjaman CDB. Sementara sisanya dari patungan modal BUMN Indonesia dan pihak China.

Proyek ini memberikan tekanan besar terhadap kinerja keuangan PT KAI (Persero). Utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang ditanggung melalui konsorsium KCIC mencapai Rp116 triliun atau sekitar 7,2 miliar dolar AS. 

Jumlah tersebut sudah termasuk pembengkakan biaya dan menjadi beban berat bagi PT KAI dan KCIC, yang masih mencatatkan kerugian pada semester I-2025.

Danantara Putar Otak Cari Solusi Bayar Utang Whoosh

Saat ditanya apakah masih ada kemungkinan melibatkan dana APBN untuk penyelesaian utang Kereta Cepat Jakarta Bandung, Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, mengatakan bahwa pemerintah dan lembaganya masih mencari opsi terbaik dalam penyelesaian utang Whoosh tersebut, sehingga tidak memberatkan BUMN, terutama PT KAI (Persero). 

"Menurut saya kita terjebak sama itu ya. Perdebatan itu yang menurut saya sebetulnya kita akan cari opsi terbaik. Belum tentu pakai itu (APBN) dan kami mengikuti saja arahan Presiden," ujar Dony saat dijumpai di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (23/10/2025), dilansir Kompas.com.

"Tapi opsinya tentu diputuskan oleh nanti oleh pemerintah. Bagaimana opsi yang terbaik. Bagi kami yang penting memastikan bahwa layanan publiknya sudah nyata," tutur Dony.

Sebagai pemegang saham PT KAI, kata Dony, Danantara juga tengah mengupayakan negosiasi utang dengan pihak kreditur China. 

Komunikasi juga intens dilakukan dengan Menteri Koordinator Infrastruktur Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). 

"Kita sedang mengatur waktu. Kita sedang diskusikan juga dengan Menko Infrastruktur untuk segera kita akan menegosiasikan. Hubungan kita juga bagus, komunikasi bagus," tegasnya.

Dalam kesempatan berbeda, Dony sebelumnya juga menyatakan bahwa pihaknya akan tim ke China untuk menegosiasikan uang proyek kereta cepat, yang berisikan perwakilan Danantara dan pemerintah.

Saat ini, kata Dony, sedang mengatur waktu yang pas dan sedang didiskusikan lebih lanjut bersama Menteri AHY.

"Kita sedang atur waktu. Hubungan kita juga bagus (dengan China). Komunikasi bagus dan sebagainya," kata Dony ketika ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (23/10/2025).

Dony mengungkapkan pembicaraan saat negosiasi nanti mencakup term atau syarat dan ketentuan penyelesaian utang.

Selain itu, akan membahas juga terkait jangka waktu pinjaman, suku bunga, serta aspek yang berkaitan dengan mata uang.

Dony menyebutkan bahwa sejumlah opsi penyelesaian utang tengah dikaji dan memastikan bahwa pilihan akhir yang diambil nanti akan menjadi yang paling menguntungkan bagi kereta cepat.

"Dalam kajian itu ada beberapa opsi, masing-masing tentu ada plus minusnya. Nah, semua alternatif ini nanti akan kita sajikan dan mana yang terbaik," ujar Dony.

(Tribunnews.com/Rifqah/Endrapta) (Kompas.com)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved