Warga Perkotaan Padat Penduduk Rentan Terpapar Mikroplastik
Pada studi hewan, mikroplastik sudah ditemukan di beberapa organ dan berpotensi menyebabkan gangguan reproduksi.
Ringkasan Berita:
- Risiko paparan mikroplastik lebih tinggi di wilayah perkotaan padat penduduk
- Pemicunya aktivitas masyarakat masih bergantung penggunaan plastik sekali pakai
- Paparan mikroplastik berisiko pada kesehatan manusia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Annisa Utami Rauf menyebut, warga yang tinggal di kota-kota besar seperti Jakarta dan Yogyakarta lebih berisiko terpapar mikroplastik.
Menurut Annisa, risiko paparan mikroplastik lebih tinggi di wilayah perkotaan yang padat penduduk karena aktivitas masyarakat yang masih bergantung pada penggunaan plastik sekali pakai.
Kondisi ini membuat akumulasi partikel plastik di udara dan lingkungan.
“Risikonya memang tinggi di kota besar seperti Jakarta dan Yogyakarta. Namun, upaya mengganti plastik dengan bahan ramah lingkungan sudah mulai terlihat di beberapa tempat, dan hal ini perlu terus didukung,” jelasnya dikutip di Jakarta, Senin (27/10/2025).
Baca juga: Cemaran Mikroplastik di Udara Jakarta Ancam Saluran Pernapasan
Dosen Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM mengemukakan, paparan mikroplastik berisiko pada kesehatan manusia.
Pada studi hewan, partikel ini sudah ditemukan di beberapa organ dan berpotensi menyebabkan gangguan reproduksi.
Sejumlah penelitian global telah menemukan keberadaan mikroplastik dalam darah dan organ manusia, termasuk sistem pencernaan.
Meski demikian, bukti ilmiah mengenai dampak spesifik terhadap kesehatan manusia masih terus dikembangkan.
“Peneliti belum tahu pasti seperti apa efeknya, tapi yang jelas upaya preventif harus dijalankan sedini mungkin,” kata Annisa.
Sumber utama paparan mikroplastik di kehidupan sehari-hari berasal dari kemasan makanan dan minuman berbahan plastik.
Air dalam botol sekali pakai, wadah makanan panas, serta lapisan plastik pada produk makanan berpotensi menjadi media perpindahan mikroplastik ke tubuh manusia.
Menurut Annisa, gaya hidup praktis di kota membuat masyarakat sering tidak sadar terhadap bahaya tersebut.
“Paparan paling tinggi biasanya dari makanan dan minuman yang dikemas plastik. Kebiasaan ini memang perlu diubah secara bertahap,” tuturnya.
Upaya mengurangi paparan mikroplastik
Langkah sederhana yang bisa dilakukan adalah membawa tumbler, mengurangi penggunaan kantong plastik, dan memilih wadah non-plastik dapat menjadi titik awal perubahan.
Dari sisi industri perlu mengembangkan sistem pengembalian kemasan dan daur ulang produk.
“Program pengurangan sampah bisa dilakukan lewat kolaborasi industri dan masyarakat. Intinya, sampah harus dikurangi dari sumbernya,” ujarnya.
Keberadaan mikroplastik yang kini ditemukan di atmosfer, bahkan pada air hujan dan awan, memperlihatkan bahwa siklus plastik telah menjangkau seluruh lapisan lingkungan. Riset di Jepang menunjukkan partikel mikroplastik ditemukan di awan, menandakan bahwa polusi ini telah bersifat global.
Fenomena ditemukannya mikroplastik dalam air hujan di Jakarta menandai fase baru pencemaran lingkungan yang berpotensi mengancam kesehatan manusia.
Hasil riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan partikel plastik mikroskopis tersebut berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan, hingga sisa pembakaran sampah plastik.
Mikroplastik yang melayang di udara kemudian terbawa angin dan turun kembali bersama air hujan.
Secara terpisah, dokter spesialis paru (Pulmonologi dan Respirasi)Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), FISR, FAPSR menuturkan risiko kesehatan yang bisa terjadi.
Mikroplastik yang berukuran sangat kecil bisa terhirup dan masuk ke saluran pernapasan.
“Mikroplastik merupakan partikel-partikel plastik halus hasil degradasi plastik dengan ukuran 1 milimeter sampai dengan 5 milimeter,” tutur Prof Agus kepada awak media di Jakarta, Kamis (24/10/2025).
Mikroplastik di udara yang terhirup untuk ukuran di atas 5 milimeter umumnya hanya sampai saluran napas atas.
Efeknya menyebabkan iritasi di hidung dan saluran napas atas menimbulkan keluhan hidung berair, gatal-gatal di hidung, sakit tenggorokan hingga batuk.
Sementara, mikroplastik dengan ukuran 0,5 milimeter sampai dengan 5 milimeter bisa sampai saluran napas bawah dan alveoli paru.
Efeknya bisa menimbulkan iritasi dan peradangan saluran napas bawah dan paru sehingga timbul gejala batuk-batuk, berdahak, sesak napas.
Dalam jangka panjang mikroplastik yang terhirup, berpotensi menimbulkan penyakit paru seperti asma, PPOK, peradangan paru, penyakit fibrosis paru hingga kanker paru.
Karena itu dalam mencegah efek jangka pendek dan panjang, dokter Agus mengingatkan kembali untuk penggunaan masker ketika aktivitas di luar ruangan terutama saat polusi atau banyak debu.
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan istirahat cukup dan makan bergizi.
“Kurangi mikroplastik di udara dengan tidak membakar sampah sendiri, serta mengurangi produk plastik dalam keseharian,” pesan Guru Besar FKUI ini.
(Tribunnews.com/ Rina Ayu)
| Apa Beda Keracunan dan Alergi Makanan? Kenali Tanda dan Cara Pertolongan Pertama |   | 
|---|
| Viral Air Hujan Mengandung Mikroplastik, Peneliti BRIN Ungkap Penyebab, Dampak, dan Solusi |   | 
|---|
| Riset BRIN Ungkap Air Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik, Ini Bahayanya terhadap Satwa Liar |   | 
|---|
| Mengandung Mikroplastik! Jangan Sembarangan Manfaatkan Air Hujan di Jakarta, Ikuti Cara Aman Ini |   | 
|---|
| Air Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik, Segera Mandi Air Bersih Usai Kehujanan? |   | 
|---|
 
							 
							 
							 
			![[FULL] Ulah Israel Buat Gencatan Senjata Gaza Rapuh, Pakar Desak AS: Trump Harus Menekan Netanyahu](https://img.youtube.com/vi/BwX4ebwTZ84/mqdefault.jpg) 
				
			 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
	
						        	 
	
						        	 
	
						        	 
	
						        	 
	
						        	 
											 
											 
											 
											 
											
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.