Profil dan Sosok
Profil Muchdi Purwoprandjono: Ketua Umum Partai Berkarya, Pernah Terseret Kasus Munir, Sohib Prabowo
Muchdi Purwoprandjono alias Muchdi PR yang baru saja terpilih sebagai Ketua Umum Partai Berkarya periode 2025-2030.
Ringkasan Berita:
- Mengenal siapa Muchdi Purwoprandjono alias Muchdi PR yang baru saja terpilih sebagai Ketua Umum Partai Berkarya periode 2025-2030.
- Muchdi dikenal sebagai salah satu sahabat Prabowo.
- Muchdi pernah terseret dugaan penculikan dan pembunuhan para aktivis 1998, serta kasus pembunuhan aktivis HAM Munir.
TRIBUNNEWS.COM - Simak sosok Muchdi Purwoprandjono alias Muchdi PR yang baru saja terpilih sebagai Ketua Umum Partai Berkarya periode 2025-2030.
Muchdi PR terpilih secara aklamasi dalam Musyawarah Nasional I Partai Berkarya yang diadakan pada 30 Oktober 2025-1 November 2025.
Adapun Partai Berkarya merupakan partai yang digagas oleh putra bungsu Mantan Presiden RI Soeharto, Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto),
Partai Berkarya merupakan gabungan dari dua partai politik, yakni Partai Beringin Karya dan Partai Nasional Republik.
Terbilang baru, Partai Berkarya disahkan dan resmi mendapat legitimasi hukum oleh Kementerian Hukum dan HAM RI (Kemenkumham) pada 13 Oktober 2016.
Pengesahan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI atau SK Menkumham Nomor: M.HH-20.AH.11.01 Tahun 2016.
Mirip dengan Partai Golkar (Golongan Karya), logo Partai Berkarya merupakan pohon beringin berlatar warna kuning, tetapi dikelilingi oleh rantai warna merah.
Setelah resmi terpilih sebagai Ketua Umum Partai Berkarya periode 2025-2030, Muhcdi PR menyatakan bahwa Partai Berkarya menjadi wadah perjuangan bangsa, dan akan berkarya demi kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia.
"Kita tinggalkan masa lalu, kita songsong masa depan dengan semangat baru. Kita akan berkarya, bukan untuk kepentingan segelintir orang, tetapi untuk rakyat dan untuk Indonesia," kata Muhcdi PR, dalam keterangan diterima di Jakarta, Minggu (2/11/2025), dikutip dari Kompas.com.
Sosok Muchdi Purwoprandjono
Muchdi PR merupakan purnawirawan perwira tinggi militer Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) Indonesia, dengan nama dan gelar lengkap Mayjen TNI (Purn) Muchdi Purwoprandjono.
Baca juga: Projo Tak Bakal Jadi Partai, tapi Budi Arie yang Ingin Merapat ke Partai
Ia lahir Sleman, Yogyakarta pada 15 April 1949 dan kini berusia 76 tahun.
Muchdi merupakan lulusan Akademi Militer (Akmil) atau dulu masih AKABRI (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), tahun 1970.
Kemudian, ia menempuh pendidikan militer lain, seperti Sekolah Dasar Kecabangan (Sesarcab) Infanteri, Komando, Pendidikan Perwira Lanjutan atau Diklapa I dan II, serta Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad).
Muchdi PR sendiri juga dikenal sebagai salah satu sahabat Presiden RI Prabowo Subianto.
Saat menyatakan dukungan kepada Prabowo di Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024, ia mengaku telah bersahabat sejak lama dengan Ketua Umum Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) tersebut.
Ia mengaku, sudah mengenal Prabowo sejak 1976.
"Kedekatan saya dengan pak Prabowo. Saya cukup dekat iya. Saya kenal pak Prabowo sejak tahun 1976, dulu sama-sama di Kopassus saat operasi Timor Timur," kata Muchdi PR saat berdiskusi dengan wartawan didampingi Ketua Relawan Prabowo, Herry Tousa dan Caleg Gerindra, Iwan Sumule di kantor ProDem (Pro Demokrasi), Sabtu (22/7/2023).
Menurutnya, persahabatan dengan Prabowo berlanjut pada 1986, ketika keduanya sama-sama mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Darat (Seskoad).
Kemudian, dia ditugaskan di Papua, sedangkan Prabowo tetap bertugas di Kopassus.
Lalu, ia bersama Prabowo sempat membentuk Kelompok Kerja untuk penyelesaian masalah Timor-Timur.
Karier Militer
Dalam karier militernya di TNI AD, Muchdi pernah menjabat sejumlah posisi strategis, seperti Panglima Kodam (Pangdam) VI/Tanjung Pura di Kalimantan tahun 1007-1998.
Lalu, ia ditunjuk sebagai Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus tahun 1998-1999.
Pada periode 1999-2001, Muchdi menjadi Pati Mabes (Perwira Tinggi Markas Besar) TNI.
Ia juga pernah menjabat sebagai Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN)/Penggalangan tahun 2001-2005.
Berikut rincian jabatan yang pernah ditempati Muchdi PR selama karirnya sebagai anggota TNI AD:
- Komandan Peleton Taruna (1971-1972)
- Komandan Peleton Parako (1972-1974)
- Komandan Kompi Parako (1974-1979)
- Komandan Karsa Yudha (1979-1988)
- Komandan Kompi 1701/Jayapura (1988-1995)
- Kepala Staf Korem 173/Praja Vira Braja (1993-1995)
- Komandan Korem 042/Garuda Putih/Jambi (1995-1996)
- Kasdam V/Brawijawa (1996-1997)
- Asisten Ops Kodam IX/Udayana (1997)
- Pangdam VI/Tanjungpura (1997-1998)
- Danjen Kopassus (1998-1999)
- Pati Mabes TNI (1999-2001)
- Deputi V BIN/Penggalangan (2001-2005)
- Agen utama BIN (2005-2006)
Setelah pensiun, Muchdi PR beralih ke dunia politik.
Ia bergabung dengan Partai Gerindra sejak partai itu didirikan pada Februari 2008, dan bahkan menjadi Wakil Ketua Umum Partai Gerindra.
Kemudian pada 18 Februari 2011, ia menyatakan keluar dari Partai Gerindra dan bergabung dengan PPP (Partai Persatuan Pembangunan), memenuhi keinginannya untuk mengabdi di partai yang murni berbasis Islam, dilansir Kompas.com.
Ia pun menjadi anggota Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PPP Solo.
Lalu, pada 2018, Muchdi bergabung ke Partai Berkarya dan ditunjuk menjadi Ketua Umum Partai Berkarya pada 2020, menggantikan Tommy Soeharto yang menjabat posisi itu pada 2018-2020.
Saat bergabung ke partai ini, Muchdi tak sendirian, tetapi ada pula Pollycarpus Budihari Priyanto.
Hingga akhirnya, kini ia terpilih lagi menjadi Ketua Umum Partai Berkarya periode 2025-2030.
Kontroversi: Terseret Kasus Pembunuhan Aktivis HAM Munir
Saat bekerja di BIN, Muchdi Purwoprandjono terseret dalam kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib.
Muchdi Purwoprandjono sempat ditangkap dan menjadi terdakwa pembunuhan Munir, tetapi ia kemudian dibebaskan dan dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan pada 2008.
Pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri, Muchdi Pr bergabung dengan Badan Intelijen Negara (BIN). Ia direkrut oleh Kepala BIN kala itu, Hendropriyono.
Muchdi ditunjuk sebagai Deputi V BIN pada 2001 dan menjabat hingga 2005, dilansir Kompas.com.
Sejak 2005 hingga 2006, Muchdi kemudian bertugas sebagai agen utama BIN.
Saat Muchdi menjabat sebagai Deputi V BIN, kasus pembunuhan terhadap Munir terjadi.
Munir dibunuh dengan racun arsenik ketika terbang menumpang pesawat Garuda Indonesia menuju Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2004.
Setelah satu tahun penyelidikan, pada 20 Desember 2005, pengadilan menetapkan Pollycarpus Budihari Priyanto sebagai pelaku pembunuhan Munir.
Ia dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara karena terbukti menaruh racun arsenik dalam makanan Munir.
Kala itu, Hakim Cicut Sutiarso juga menyatakan bahwa sebelum menjalankan aksi pembunuhan terhadap Munir, Pollycarpus diketahui menerima beberapa panggilan telepon dari nomor yang terdaftar oleh agen intelijen senior.
Namun, saat itu, tidak disebutkan siapa agen intelijen yang berhubungan dengan Pollycarpus.
Dalam penelusuran tim pencari fakta (TPF) Munir, ditemukan bahwa ada sejumlah kontak melalui ponsel dan telepon kantor Muchdi Pr dengan ponsel Pollycarpus.
Adapun bukti-bukti percakapan antara Pollycarpus dan Muchdi Pr terungkap dalam dokumen dari PT Telkom.
Kontak antara kedua orang itu diketahui terjadi sebelum dan sesudah Munir meninggal dunia.
Pada 2008, Kejaksaan Agung RI kembali membawa kasus pembunuhan Munir ke pengadilan dengan Muchdi Pr sebagai terdakwa.
Muchdi Pr disebut sebagai otak pembunuhan Munir dengan motif dendam terkait kasus penculikan aktivis 1998 dan didakwa dengan pasal 55 ayat 1 ke-2 juncto Pasal 340 dan pasal 1 ayat ke-1 KUHP.
Ia disebut menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir dengan menugaskan Pollycarpus.
Namun, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 31 Desember 2008, majelis hakim menyatakan Muchdi tidak bersalah dan murni terbebas dari tuduhan pembunuhan Munir.
Terseret Kasus Penculikan Aktivis 1998
Nama Muchdi PR juga ikut terseret ketika Prabowo Subianto dituding bertanggung jawab atas pelanggaran HAM terkait penculikan dan pembunuhan para aktivis 1998.
Setelah Soeharto lengser dari jabatan presiden pada Mei 1998, terjadi pula perombakan dalam tubuh TNI.
Prabowo dicopot dari jabatannya sebagai Panglima Kostrad. Ia kemudian sempat ditugaskan sebagai Komandan Sekolah Staf Komando.
Pada Juli 1998, Prabowo harus menghadapi pengadilan militer dan diputuskan bersalah melakukan tindak pidana ketidakpatuhan dan memerintahkan perampasan kemerdekaan orang lain, serta penculikan.
Akibatnya, Prabowo pun menerima putusan pemberhentian dari dinas keprajuritan.
Selain Prabowo, Muchdi Pr juga disebut turut terkena imbas dari peristiwa 1998.
Muchdi Pr dicopot dari jabatannya sebagai Danjen Kopassus, kemudian menjadi PATI Mabes TNI sejak 1999.
Kariernya di militer berakhir pada 2001, dan ia menjadi purnawirawan perwira tinggi militer Indonesia dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal.
(Tribunnews.com/Rizki A./Erik S) (TribunMedan.com/Array A.) (Kompas.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.