Jumat, 7 November 2025

Mengenal Rambu Solo, Pemakaman Adat Toraja yang Dijadikan Materi Stand Up Comedy Pandji Pragiwaksono

Ridwan Abbas Bandaso menilai, guyonan Pandji tersebut menyesatkan serta menyakiti harga diri dan kehormatan adat Toraja.

TribunTimur.com
PROSESI RAMBU SOLO - Dalam foto: Prosesi Pasar Kerbau yang merupakan bagian dari rangkaian tradisi upacara pemakaman adat Toraja, Rambu Solo, bagi seorang warga muslim Toraja yang meninggal dunia. Mengenal rambu solo, upacara pemakaman adat Suku Toraja yang dijadikan materi stand-up comedy (lawakan tunggal) oleh komika Pandji Pragiwaksono hingga berbuntut laporan kepolisian. 

Tradisi Rambu Solo merupakan prosesi pemakaman yang digelar oleh Suku Toraja secara turun temurun hingga saat ini, sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada seseorang yang telah meninggal dunia.

Selain itu, Rambu Solo bertujuan untuk mengantarkan arwah ke alam roh.

Masyarakat Suku Toraja juga percaya, jika tidak menggelar ritual ini maka arwah orang yang meninggal dunia dapat memberikan kemalangan bagi keluarga yang ditinggalkan. 

Secara harfiah, rambu solo artinya adalah sinar yang arahnya ke bawah. Oleh karenanya, Rambu Solo diartikan sebagai upacara yang dilakukan saat matahari terbenam.

Rambu Solo juga memiliki istilah lain, yakni Auk Rampe Matampu.

Tradisi ini didasari oleh kepercayaan masyarakat Toraja kepada Aluk Todolo atau kepercayaan kepada leluhur, sebagaimana dikutip dari jurnal TRADISI PEMAKAMAN RAMBU SOLO DI TANA TORAJA DALAM NOVEL PUYA KE PUYA KARYA FAISAL ODDANG (KAJIAN INTERPRETATIF SIMBOLIK CLIFFORD GEERTZ karya Mei Nurul Hidayah yang dimuat di laman e-journal UNESA (Universitas Negeri Surabaya).

Menurut kepercayaan masyarakat Toraja, seseorang yang sudah meninggal dunia baru dianggap benar-benar wafat jika seluruh bagian prosesi Rambu Solo terpenuhi.

Jika belum terpenuhi, maka seseorang yang meninggal tersebut masih diperlakukan seperti orang sakit, seperti dibaringkan di tempat tidur dan tetap disediakan makanan dan minuman.

Seperti yang dibahas dalam lawakan Pandji Pragiwaksono yang berbuntut ke laporan polisi, prosesi Rambu Solo memang mahal.

Besarnya biaya dikarenakan upacara ini membutuhkan penyembelihan kerbau atau babi yang jumlahnya tidak sedikit (Ma'tinggoro Tedang) dan lamanya prosesi upacara. 

Tak heran, upacara Rambu Solo digelar selama beberapa bulan atau tahun, atau bahkan baru diadakan beberapa tahun setelah seseorang meninggal dunia.

Menilik mahalnya Rambu Solo, dapat dilihat salah satunya dari aspek jenis kerbau yang disembelih.

Misalnya, kerbau belang (tedong bonga), yakni sejenis kerbau lumpur yang memiliki warna kulit belang hitam dan putih, yang dianggap memiliki nilai ritus tinggi dan kedudukan penting sebagai persembahan kepada Sang Pencipta.

Bahkan, harga satu kerbau belang dapat mencapai tiga puluh sampai lima puluh kali harga kerbau biasa

Tak hanya kerbau berjumlah puluhan ekor, tetapi ribuan ekor babi juga disembelih dan dijadikan persembahan dalam upacara rambu solo di Tana Toraja, dikutip dari jurnal MAKNA BIAYA DALAM UPACARA RAMBU SOLO yang ditulis Tumirin dan Ahim Abdurahim, serta tercantum dalam Jurnal Akuntansi Multiparadigma (JAMAL) Volume 6 Nomor 2 Malang, Agustus 2015.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved