Antasari Azhar Meninggal Dunia
Profil Antasari Azhar, Wafat Hari Ini: Ketua KPK di Era Paling Tajam Pemberantasan Korupsi
Antasari Azhar meninggal dunia. Eks Ketua KPK yang pernah dijatuhi vonis berat, kini berpulang dengan dua warisan abadi.
Ringkasan Berita:
- Antasari Azhar wafat di usia 72 tahun, keluarga sampaikan pesan haru.
- Pernah pimpin KPK di era paling tajam, lalu divonis 18 tahun penjara.
- Dikenang sebagai tokoh hukum yang berani, kontroversial, dan penuh teka-teki.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Kabar duka menyelimuti dunia penegakan hukum dan panggung politik nasional. Antasari Azhar, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007–2009, meninggal dunia pada Sabtu (8/11/2025) dalam usia 72 tahun.
Jenazah disalatkan di Masjid Asy-Syarif BSD, Serpong, sebelum dimakamkan di San Diego Hills Memorial Park, Karawang. Kuasa hukum dan keluarga menyampaikan pesan haru:
“Mohon doanya, mohon dimaafkan segala kesalahannya.”
Sebelum dikenal sebagai pemimpin lembaga antirasuah dan terseret dalam pusaran kontroversi hukum, Antasari Azhar adalah seorang anak, suami, dan ayah yang tumbuh dari lingkungan birokrat dan pendidikan hukum. Jejak pribadinya memberi konteks penting atas perjalanan panjang yang kemudian membentuk karier dan pilihan-pilihannya di panggung hukum nasional.
Berikut Profil Antasari Azhar dirangkum Tribunnews dari berbagai sumber:
Kehidupan Pribadi
Antasari Azhar adalah anak keempat dari pasangan H. Azhar Hamid, S.H. dan Hj. Siti Saadah.
Ayahnya pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Pajak di Bangka Belitung. Ia menikah dengan Ida Laksmiwati pada tahun 1982 dan dikaruniai dua anak.
Pendidikan dan Aktivisme Mahasiswa
Antasari lahir di Pangkalpinang, Bangka Belitung, pada 18 Maret 1953. Ia menamatkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (Unsri), jurusan Tata Negara, pada 1981.
Semasa kuliah, ia aktif di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan turut serta dalam demonstrasi mahasiswa tahun 1978.
Ia juga mengikuti pelatihan hukum komersial di University of New South Wales, Australia pada 1992, serta kursus investigasi hukum lingkungan di Environmental Protection Authority (EPA) Melbourne pada 1994.
Baca juga: Fadli Zon Sebut Tak Ada Bukti Soeharto Langgar HAM 1965, Padahal Jokowi Sudah Akui 12 Kasus
Karier Kejaksaan dan Kontroversi Awal
Antasari memulai karier sebagai staf di Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Kehakiman pada 1981–1984, lalu menjadi jaksa fungsional di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (1984–1987).
Ia kemudian menjabat di berbagai wilayah: Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang (1987–1989), Kejaksaan Negeri Bandar Lampung (1989–1992), dan Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (1992–1994).
Pada 1994–1997, ia menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Baturaja, lalu menjadi Asisten Pidana Umum di Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (1997–1999).
Kariernya berlanjut sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada 2000–2007, di mana ia sempat disorot karena kegagalan mengeksekusi terpidana Tommy Soeharto pada 2001.
Puncak Karier: Ketua KPK 2007–2009
Pada 5 Desember 2007, Antasari terpilih sebagai Ketua KPK periode 2007–2011 melalui voting di Komisi III DPR RI, mengungguli kandidat lain seperti Chandra M. Hamzah. Ia resmi dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 27 Desember 2007.
Di bawah kepemimpinannya, KPK melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh besar, termasuk jaksa Urip Tri Gunawan dan pengusaha Artalyta Suryani dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), serta anggota DPR Al Amin Nur Nasution dalam kasus suap alih fungsi hutan lindung.
Periode ini dikenang sebagai masa paling agresif dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia.
Kejatuhan: Kasus Pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen
Pada 4 Mei 2009, Antasari diberhentikan sementara dari jabatan Ketua KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.
Penyelidikan awal kasus ini dipimpin oleh Polda Metro Jaya di bawah kepemimpinan Kapolda Irjen Pol Wahyono, sementara Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri menjabat sebagai kepala Polri saat itu.
Antasari didakwa membujuk orang lain untuk melakukan pembunuhan, dengan motif yang disebut-sebut melibatkan urusan pribadi.
Salah satu saksi kunci dalam perkara ini adalah Rani Juliani, mantan caddy golf yang merupakan istri siri Nasrudin dan disebut memiliki kedekatan dengan Antasari.
Pada 11 Februari 2010, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 18 tahun penjara.
Majelis hakim menyatakan unsur pembunuhan berencana terpenuhi. Antasari sempat dituntut hukuman mati, namun akhirnya dijatuhi pidana penjara.
Baca juga: Profil Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko yang Terkena OTT KPK
Perlawanan Hukum dan Bukti Baru
Antasari menolak semua tuduhan dan menyatakan dirinya korban kriminalisasi.
Ia mengajukan Peninjauan Kembali (PK) pada 2011 dengan novum (bukti baru), termasuk visum yang menunjukkan tiga luka tembak berbeda, foto mobil korban, dan analisis ahli teknologi informasi soal SMS ancaman yang diklaim bukan berasal dari nomor miliknya.
Namun, PK ditolak karena bukti dianggap tidak relevan.
Bebas dan Grasi Presiden Jokowi
Setelah menjalani dua pertiga masa hukuman, Antasari bebas bersyarat pada 10 November 2016.
Pada 25 Januari 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengabulkan permohonan grasi (pengampunan dari kepala negara), yang membuatnya resmi bebas murni.
Warisan dan Dua Narasi Abadi
Kisah hidup Antasari Azhar meninggalkan dua narasi yang terus dikenang: ketegasan dalam memimpin pemberantasan korupsi dan perjuangan hukum yang penuh kontroversi.
Ia menjadi simbol kompleksitas dalam penegakan hukum di Indonesia, antara idealisme, kekuasaan, dan risiko kriminalisasi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.