Selasa, 11 November 2025

Gelar Pahlawan Nasional

Tutut Tak Masalah soal Kontra Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Semua Perjuangannya untuk Rakyat

Putri sulung Soeharto tak mempermasalahkan pihak yang kontra mengenai gelar Pahlawan Nasional untuk ayahnya.

Tribunnews.com/Taufik Ismail
GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional tahun 2025 kepada 10 tokoh. Penganugerahan tersebut dilakukan di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). Putri sulung Soeharto tak mempermasalahkan pihak yang kontra mengenai gelar Pahlawan Nasional untuk ayahnya. 
Ringkasan Berita:

TRIBUNNEWS.com - Putri sulung Presiden ke-2 RI Soeharto, Siti Hardijanti Hastuti Rukmana atau akrab disapa Tutut Soeharto, menanggapi soal kontroversi sang ayah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.

Diketahui, Presiden Prabowo Subianto menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh tanah air berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 116/TK/2025 tanggal 6 November 2025.

Soeharto termasuk satu dari 10 tokoh yang diberi anugerah Pahlawan Nasional, meski menuai pro dan kontra.

Menanggapi hal tersebut, Tutut menilai wajar adanya pro dan kontra mengenai anugerah Pahlawan Nasional yang diberikan kepada Soeharto.

"Ya pro, kontra, masyarakat Indonesia itu kan macam-macam ya. Ada yang pro, kontra, itu wajar-wajar saja," ujar Tutut setelah acara penganugerahan gelar Pahlawan Nasional di Istana Negara, Senin (10/11/2025), dikutip dari YouTube KompasTV.

Yang terpenting, imbuh Tutut, adalah jasa dan perjuangan Soeharto yang menurutnya dilakukan untuk rakyat Indonesia.

Baca juga: Fadli Zon Ungkap Alasan Soeharto Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional

Tutut juga menyebut, jasa-jasa Soeharto telah dirasakan oleh rakyat Indonesia.

"Yang penting kan kita melihat apa yang telah dilakukan Bapak saya. Sejak muda sampai beliau wafat, itu semua perjuangannya untuk masyarakat Indonesia," tutur Tutut.

"(Jasa paling besar) yang bisa melihat kan masyarakat sendiri," lanjutnya.

Tutut pun mengaku tak masalah apabila penganugerahan Pahlawan Nasional terhadap Soeharto tetap menjadi kontra di masa mendatang.

Namun, ia berharap kontra tersebut tidak membuat persatuan bangsa Indonesia pecah.

"Boleh-boleh saja kontra, tapi jangan ekstrem gitu. Yang penting kita jaga persatuan dan kesatuan," pungkasnya.

Dikutip dari presidenri.go.id, berikut daftar 10 tokoh yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional:

  1. Almarhum K.H. Abdurrahman Wahid, tokoh dari Provinsi Jawa Timur, Pahlawan dalam Bidang Perjuangan Politik dan Pendidikan Islam;
  2. Almarhum Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto, tokoh dari Provinsi Jawa Tengah, Pahlawan dalam Bidang Perjuangan;
  3. Almarhumah Marsinah, tokoh dari Provinsi Jawa Timur, Pahlawan dalam Bidang Perjuangan Sosial dan Kemanusiaan;
  4. Almarhum Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, tokoh dari Provinsi Jawa Barat, Pahlawan dalam Bidang Perjuangan Hukum dan Politik;
  5. Almarhumah Hajjah Rahmah El Yunusiyyah, tokoh dari Provinsi Sumatra Barat, Pahlawan dalam Bidang Perjuangan Pendidikan Islam;
  6. Almarhum Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo, tokoh dari Provinsi Jawa Tengah, Pahlawan dalam Bidang Perjuangan Bersenjata;
  7. Almarhum Sultan Muhammad Salahuddin, tokoh dari Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pahlawan dalam Bidang Perjuangan Pendidikan dan Diplomasi;
  8. Almarhum Syaikhona Muhammad Kholil, tokoh dari Provinsi Jawa Timur, Pahlawan dalam Bidang Perjuangan Pendidikan Islam;
  9. Almarhum Tuan Rondahaim Saragih, tokoh dari Provinsi Sumatra Utara, Pahlawan dalam Bidang Perjuangan Bersenjata;
  10. Almarhum Zainal Abidin Syah, tokoh dari Provinsi Maluku Utara, Pahlawan dalam Bidang Perjuangan Politik dan Diplomasi.

Dianggap Pengkhianatan

Pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk  Soeharto, dianggap Jaringan Gusdurian sebagai pengkhianatan terhadap reformasi.

Sebab, selama 32 tahun berkuasa, Soeharto dinilai banyak melakukan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan kemanusiaan.

Jaringan Gusdurian adalah komunitas nasional yang terinspirasi oleh nilai, pemikiran, dan perjuangan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Jaringan ini aktif dalam isu-isu sosial, budaya, dan kemanusiaan, serta memperjuangkan nilai-nilai pluralisme dan keadilan.

"Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden Soeharto yang berkuasa secara otoriter selama 32 tahun patut dipertanyakan," ujar Direktur Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, Senin.

"Rezim Orde Baru yang dikendalikannya selama lebih tiga dasawarsa melakukan berbagai dosa besar demokrasi, mulai dari pelanggaran hak asasi manusia, praktik korupsi, represi politik, hingga kebebasan sipil politik," lanjutnya.

Alissa Wahid menambahkan, Soeharto tidak memenuhi syarat integritas moral dan keteladanan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Jaringan Gusdurian menolak secara tegas pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto dan menganggap keputusan itu sebagai bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi dan reformasi. 

"Menyayangkan keputusan Presiden Prabowo dan pemerintah karena dianggap didasari oleh pertimbangan politik dan relasi keluarga, bukan kebijaksanaan moral dan sejarah," ucapnya. 

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Fraksi PDIP, Andreas Hugo Pareira, menilai pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada tokoh-tokoh bangsa adalah upaya penting dalam menjaga kesinambungan sejarah Indonesia.

Namun, dengan diberikannya gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto, kata Andreas, tak sesuai prinsipnya.

Sebab, Andreas menyebut Soeharto memiliki sejarah kelam yang sudah menjadi pengetahuan umum rakyat Indonesia, terutama soal pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), serta Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

"Pahlawan Nasional bukan sekadar gelar kehormatan, tetapi cermin nilai dan arah moral bangsa."

"Karena itu, setiap keputusan negara dalam memberikan penghargaan ini harus mempertimbangkan semangat persatuan, rekonsiliasi, dan pembelajaran bagi generasi muda," kata Andreas, Senin.

"Kita tidak boleh lupa bahwa Soeharto punya jejak sejarah kelam, yang sudah menjadi pengetahuan umum, khususnya dalam hal pelanggaran HAM dan praktik KKN selama ia memimpin negeri ini," urainya.

Andreas mengaku ia mendukung pemberian penghargaan terhadap tokoh-tokoh yag sudah berjasa bagi tanah air.

Namun, ia menegaskan, pemberian anugerah tak seharusnya membuka luka lama rakyat Indonesia.

"Pahlawan nasional bukan hanya soal masa perjuangan kemerdekaan, tapi juga simbol moral bangsa."

"Lantas apakah Soeharto merepresentasikan simbol-simbol perlawanan terhadap tantangan-tantangan tersebut, atau justru sebaliknya?" pungkasnya.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Fahdi Fahlevi/Chaerul Umam)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved