Guru Besar IPB Minta Pemerintah Berhati-hati soal Kebijakan Industri Sawit
Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB, Prof. Sudarsono Soedomo, mengingatkan pemerintah agar berhati-hati terkait perkebunan sawit.
Ringkasan Berita:
- Prof. Sudarsono Soedomo dari IPB menilai kebijakan penertiban kawasan hutan berisiko mengulang kegagalan nasionalisasi industri gula jika dilakukan tanpa memperhatikan kompetensi pengelola.
- Ia menyerukan agar pemerintah memastikan keberlanjutan, kemitraan setara, serta tata kelola berbasis data dan produktivitas dalam pengelolaan sawit rakyat.
- PT Agrinas Palma Nusantara menegaskan komitmen meningkatkan produktivitas sawit nasional dengan kinerja keuangan positif sepanjang 2025.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Sudarsono Soedomo, mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam kebijakan penertiban kawasan hutan yang berkaitan dengan perkebunan sawit rakyat.
Dia menilai, langkah penguasaan lahan tanpa memastikan kompetensi pengelola berisiko mengulang kesalahan nasionalisasi industri gula di masa lalu.
Menurut Sudarsono, keruntuhan industri gula Indonesia pasca nasionalisasi disebabkan oleh rusaknya institusi, sistem insentif yang salah, dan ketidakstabilan kebijakan.
Sebelum nasionalisasi, Indonesia pernah menjadi salah satu produsen gula terbesar dunia dengan konglomerasi seperti Oei Tiong Ham Group yang menguasai rantai pasok dari hulu hingga hilir.
“Ketika nasionalisasi dilakukan, yang dialihkan bukan hanya aset fisiknya. Struktur organisasi, pengetahuan manajerial, dan ekosistem bisnis ikut hilang,” ujar Sudarsono dalam keterangannya, Rabu (12/11/2025).
Hilangnya kapasitas tata kelola membuat efisiensi teknis anjlok. Pergeseran dari logika bisnis ke administrasi birokratis juga mematikan motivasi petani dan pekerja. Akibatnya, produktivitas menurun dan daya saing hilang.
“Industri gula adalah industri jangka panjang. Jika kebijakan sering berubah, investasi dan peningkatan kapasitas tidak mungkin berjalan berkelanjutan,” katanya.
Sebagai pembanding, Thailand dan Brasil dinilai berhasil menjaga stabilitas industri gula lewat integrasi kebun-pabrik serta mekanisme harga berbasis rendemen.
Sudarsono menilai pelajaran pahit industri gula sangat relevan dengan kondisi sektor sawit saat ini, terutama terkait penertiban kawasan hutan.
“Jika aset perkebunan, termasuk sawit rakyat, dialihkan tanpa memastikan keberlanjutan produksi dan kompetensi pengelola, maka Indonesia berisiko mengulang kesalahan yang sama seperti pada industri gula,” kata dia.
Data Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) mencatat, hingga 1 Oktober 2025 pemerintah telah menguasai kembali 3,4 juta hektare kawasan hutan.
Dari jumlah itu, sekitar 1,5 juta hektare lahan sawit diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara untuk dikelola.
Sudarsono mengingatkan, banyak kebun sawit rakyat masuk kategori kawasan hutan secara hukum, meski telah dikelola puluhan tahun. Tindakan penyitaan tanpa solusi berkelanjutan dikhawatirkan akan merusak ekonomi lokal.
“Penguasaan aset tidak otomatis berarti kemampuan mengelola. Jika aset sawit dialihkan tanpa memastikan kompetensi pengelola, kita berpotensi mengulang kesalahan historis yang sama seperti di industri gula,” kata dia.
perkebunan sawit
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor (IPB)
PT Agrinas Palma Nusantara
Agus Sutomo
| Guru Besar IPB: PP 45/2025 Picu Polemik Serius di Industri Sawit dan Masyarakat |
|
|---|
| BUMN Agrinas Palma Didorong Lebih Profesional Kelola Perkebunan Sawit |
|
|---|
| Satgas PKH Kembali Serahkan Lahan Seluas 674 Ribu Hektare Kepada PT Agrinas Palma Nusantara |
|
|---|
| Dekan Fakultas Kehutanan UGM Beri Bukti Jokowi Pernah KKN di Desa Ketoyan, Boyolali: Ada Nilainya |
|
|---|
| Pemerintah Diminta Selektif Pilih Mitra KSO untuk Tingkatkan Produktivitas Sawit |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.