Lukas Enembe Meninggal Dunia
KPK Bongkar Drama Penangkapan Lukas Enembe: Dicaci Maki hingga Terpaksa Ngutang Sewa Boeing
KPK akhirnya membuka kisah tak terduga di balik operasi penangkapan mantan Gubernur Papua, mendiang Lukas Enembe.
Ringkasan Berita:
- KPK membuka kisah tak terduga di balik operasi penangkapan mantan Gubernur Papua, mendiang Lukas Enembe.
- Asep menceritakan sebelum penangkapan berhasil, tim KPK berada di bawah tekanan berat.
- Untuk menghindari bentrokan fisik, penyidik menggunakan pendekatan persuasif yang unik.
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya membuka kisah tak terduga di balik operasi penangkapan mantan Gubernur Papua, mendiang Lukas Enembe.
Di balik kesuksesan membawa tersangka korupsi tersebut ke Jakarta, terdapat serangkaian drama yang menguji mental penyidik, mulai dari banjir hujatan publik, strategi "cium tangan", hingga momen darurat harus berutang demi menyewa pesawat Boeing 737.
Hal ini diungkapkan oleh Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam diskusi dengan media di Bogor, Jawa Barat, Selasa (18/11/2025).
Tekanan Publik dan Strategi Cium Tangan
Baca juga: KPK Ingatkan Dirut RDG Airlines yang Mangkir Pemeriksaan Kasus Suap Lukas Enembe
Asep menceritakan sebelum penangkapan berhasil, tim KPK berada di bawah tekanan berat.
Publik menilai KPK lamban dan tidak berani menindak Lukas Enembe yang dikenal memiliki basis massa besar dan loyalis yang militan.
"Perkara Pak Gubernur LE (Lukas Enembe) itu kami ke sana berkali-kali sampai kita juga dihujat di media. Dihujat kenapa enggak segera ditangkap? Padahal dia berkeliaran, katanya sakit tapi malah mengerahkan massa," ungkap Asep.
Puncak operasi terjadi ketika tim memantau pergerakan Lukas yang hendak menuju perbatasan.
Saat itu, Lukas sedang berada di sebuah rumah makan di Abepura, Jayapura, dikelilingi oleh bodyguard.
Menghindari bentrokan fisik, penyidik menggunakan pendekatan persuasif yang unik.
"Anggota mendatanginya dan langsung cium tangan, lalu dibisikin, 'Bapak mari kita ikut ke tempat Brimob, Bapak mau diperiksa dulu sebentar'," tutur Asep.
Pendekatan sopan santun ini berhasil meluluhkan pertahanan tanpa memicu kecurigaan atau perlawanan dari para pengawal, sehingga Lukas bersedia dibawa ke Mako Brimob Polda Papua.
Kendala Logistik: Seleksi Berat Badan dan Pesawat Kecil
Tantangan belum usai setelah penangkapan.
Tim penyidik dihadapkan pada kendala transportasi untuk membawa Lukas keluar dari Papua.
Hanya tersedia pesawat kecil yang memiliki batasan kapasitas muatan yang ketat.
Situasi ini memaksa Asep menyeleksi timnya berdasarkan berat badan.
Dari 24 personel, sebagian besar harus ditinggal di Papua.
"Akhirnya diseleksi yang bisa ikut hanya yang berbobot 70 kg ke bawah. Sisanya masih tinggal di Markas Brimob," kenang Asep.
Insiden 'Ngutang' Sewa Boeing
Pesawat kecil tersebut hanya mampu membawa rombongan hingga Manado, Sulawesi Utara.
Di sana, tim KPK kembali menemui jalan buntu karena tidak ada penerbangan lanjutan yang siap membawa Lukas ke Jakarta.
Situasi mendesak karena membawa tersangka profil tinggi (High Value Target) di area transit sangat berisiko.
Asep kemudian menghubungi koleganya, Irjen Herry Heryawan (Herimen), untuk meminta bantuan mencarikan pesawat carteran.
Bantuan datang dalam bentuk pesawat besar Boeing 737, namun masalah baru muncul: KPK tidak membawa uang tunai untuk pembayaran sewa pesawat sebesar itu secara mendadak.
"Saya bilang ke Herimen tidak bawa duit. Dia bilang, 'Sudah gampang ngutang dulu itu pesawatnya',” cerita Asep menirukan percakapannya.
Berkat keputusan darurat tersebut, Lukas Enembe akhirnya berhasil diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani proses hukum.
Lukas kemudian divonis 8 tahun penjara atas kasus suap dan gratifikasi, sebelum akhirnya meninggal dunia pada Desember 2023 karena sakit.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.