Sabtu, 22 November 2025

Resensi Buku 'Sri Buddha': Cerita tentang Semar di Borobudur, Jejak Buddhi yang Terlipat

Setelah bertahun-tahun “mundur” dari hiruk-pikuk dunia kewartawanan, Wenri Wanhar tak benar-benar berhenti menulis. 

|
Penulis: Dodi Esvandi
HANDOUT
Buku Sri Buddha "Karena Hari Ini Tumbuh Masa Lalu" karya terbaru Wenri Wanhar. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah bertahun-tahun “mundur” dari hiruk-pikuk dunia kewartawanan, Wenri Wanhar tak benar-benar berhenti menulis. 

Ia tetap setia berburu cerita, meramunya, lalu menyajikannya dengan semangat jurnalistik yang khas. 

Bedanya, kini ia tak lagi menjemput berita dari masa kini, melainkan menggali kisah dari masa lampau.

Alhasil, November 2025 lahirlah karyanya yang terbaru: buku Sri Buddha "Karena Hari Ini Tumbuh Masa Lalu".

Bagi Wenri,--meminjam jargon majalah Historia, tempat Wenri pernah bekerja--masa lampau selalu aktual. 

Melalui karya teranyarnya, pria asal Sumatera yang besar di Tanah Jawa itu mengajak pembaca menelusuri relief Borobudur—membaca ulang pesan-pesan yang ditinggalkan para leluhur.

“Ini hanyalah cara yang kami dapat ketika menjemputnya dari kelampauan. Mungkin yang lain punya cara berbeda. Silakan saja. Kami hanya berbagi cerita yang alam raya tunjukkan kepada kami. Dan kami tidak pernah merasa cara ini paling benar,” ujar Wenri merendah.

Dengan cara yang didapatnya, jurnalis yang pernah bekerja untuk grup Bisnis Indonesia dan juga Jawa Pos itu menemukan lakon utama dalam kisah Wirupa Borobudur: Indra Jati dari Hyang, sang pembawa ajaran Buddhi—ajaran Dharma yang menjadi peta jalan kebudayaan agar anak cucu tak kehilangan arah.

Ajaran Buddhi inilah--sebagaimana ditulis di halaman terakhir buku Karena Hari Ini Tumbuh Masa Lalu--yang dijadikan kurikulum ajar di Kadatuan Sriwijaya.

Baca juga: 5 Candi Budha di Yogyakarta yang Memiliki Nilai Historis Tinggi, Cocok untuk Wisata Edukasi

Yang menarik, dalam buku ini Wenri menyebut, "Indra Jati dari Hyang sang pembawa ajaran BUDDHI yang kami kenal sebagai leluhur kami di Sumatera, ternyata di Pulau Jawa dikenal bernama Semar. Beliaulah satu di antara tokoh dalam cerita Wirupa Borobudur."

Lebih mengejutkan, Wenri menyingkap narasi baru: tokoh yang dikenal di Sumatera sebagai Indra Jati ternyata di Jawa dikenal sebagai Semar. 

Sosok legendaris yang selama ini dianggap mitos, ternyata hadir dalam relief Borobudur sebagai pembawa ajaran Buddhi.

"Cerita ini hanyalah segenggam daun di antara rimbunnya dedaunan di hutan. Bila ada kebenarannya, ia hanya segenggam, di antara banyak sekali kebenaran yang lain. Ketika menjemputnya di kelampauan, kita ditunjuk ajar untuk jangan pernah merasa paling benar. Dan ajaran BUDDHI mengajarkan, bila kita berani menyalahkan orang lain, maka sebenarnya kita sudah salah duluan."

Meski begitu, Wenri mengakui pengetahuannya belum lengkap. 

Dari sekian tokoh dalam Wirupa Borobudur, baru Hyang Semar yang berhasil ia kenali. 

Tokoh lain masih menunggu verifikasi.

"Kita hanya bercerita apa adanya. Menceritakan apa yang kita dapat. Apa yang menjadi bagian kita," kata Wenri.

Buku setebal 117 halaman ini menjadi jilid pertama dari serial Sri Buddha

Jika tak ada aral melintang, SRIBUDDHA #2 akan segera hadir dengan judul LINGGA YONI SRIWIJAYA.

Sinopsis Buku:

Sri Buddha: Karena Hari Ini Tumbuh Masa Lalu

Para perupa dari zaman dahulu menorehkan ajaran tua di jantung tanah Jawa. Ajaran Buddhi. 

Buah kesadaran yang berpedoman pada keselarasan alam raya. Mengingatkan bahwa tujuh lapis bumi dan tujuh lapis langit ada di diri manusia. 

Sebagaimana Borobudur yang sempat “ditinggalkan” masyarakat pendukungnya, ajaran 
Buddhi pun demikian. 

Namun ia tak pernah benar-benar hilang tanpa bekas. 

Masyarakat kita masih akrab dengan diksi “Buddhi”. Nalar Budi. Akal Budi. Budi Pekerti. Balas Budi. Hutang Budi. Budi Luhur. 

Semuanya beresonansi kebaikan, keselarasan.

BUDDHI; satu sistem pengetahuan yang berakar di Lautan Hindia, di selapis negeri yang hari ini bernama Republik Indonesia. 

Benih pengetahuan yang berdaya pada masa mandalamandala—yang kini dikenal bernama candi-candi—dibangun para leluhur. 

“Kurikulum ajar” di Kedaton-Kedatuan, di Pasraman-Pasaman, di Pesantrian-Pesantren, di Padepokan-Padepokan. 

Buddhi, sebagaimana dibeberkan Citraloka Wirupa Borobudur, adalah puncak-puncak 
kecerdasan jiwa dan puncak-puncak kecerdasan raga. 

Buddhi merupakan jalan utama menuju kebahagiaan jiwa dan raga. 

Kebahagiaan lahir dan kebahagiaan batin. 

Buddhi ialah suluh benderang dalam kita punya diri, dan dalam kita punya negeri.

Dibangun berdasarkan kosmologi tribuana (tiga dunia)--Bhurloka; alam bawah di kaki candi.

Bhwarloka; jayastambha di tubuh candi. Dan Swarloka; perlambang dewa di alam atas--Borobudur dipersembah-HYANG-kan untuk memuliakan dan menghidupkan watak terbaik Indra Jati, Maha Raja Indra pemuncak Wangsa Sailendra.

Sebenarnya ini rahasia. Karena sudah tiba waktunya membentang yang terlipat, kepada segala yang mengada…tabik…, Indra Jati yang kami kenal di Suwarbhumi ialah sosok Hyang Semar di Bhumi Jawa. 

Beliaulah lakon utama Jayastambha Hyang, Citraloka Wirupa Borobudur. 

Sang pembawa ajaran Buddhi. 

Salam, 
Wenri Wanhar

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved