Hendri Satrio Sebut Tantangan Terbesar Pemimpin adalah Mendengarkan
Hensa sebut kemampuan mendengarkan merupakan tantangan terberat bagi seorang pemimpin.
Ringkasan Berita:
- Hendri Satrio menyatakan bahwa tantangan terbesar seorang pemimpin adalah kemampuan benar-benar mendengarkan, bukan hanya mendengar.
- Mendengarkan yang aktif (“learn to listen and listen to learn”) menjadi kunci komunikasi dua arah dan keberhasilan kepemimpinan di semua level, termasuk nasional.
- Dalam konteks pemilihan dekan Fikom Unpad, Hensa menyebut proses ini sebagai “bisnis harapan” dan mengajak calon terpilih tetap menjalin komunikasi dengan alumni.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (IKA Fikom Unpad), Hendri Satrio atau Hensa, menyatakan bahwa kemampuan mendengarkan merupakan tantangan terberat bagi seorang pemimpin, terutama dalam proses komunikasi yang efektif.
Hal ini ia sampaikan saat menjadi pembicara dalam acara “Fikom Unpad Connection: Menjaring Ide Re-Imajinasi Fikom Unpad” di Bandung, Jumat (21/11/2025).
Acara ini digelar untuk mendengar langsung visi dan rencana kerja dari calon-calon dekan periode mendatang.
Menurut Hensa, mendengarkan bukan sekadar mendengar suara, melainkan benar-benar memahami pesan yang disampaikan.
Ia bahkan mengutip pepatah besar yang terpampang di The Johns Hopkins University Center for Communication Programs (JHU-CCP), yaitu “learn to listen and listen to learn', yang secara harfiah berarti belajar untuk mendengarkan dan mendengarkan untuk belajar.
Baca juga: Hendri Satrio Sebut Tiga Beban Pemerintahan Prabowo: Ijazah Gibran hingga Kasus Silfester Matutina
“Saya percaya yang paling susah dalam sebuah proses komunikasi adalah mendengarkan, menjadi penerima pesan, itu yang paling susah. Makanya, itu ada plang besar sekali di The Johns Hopkins University Center for Communications Programs yaitu 'learn to listen and listen to learn',” kata Hensa dalam sambutannya.
Lebih jauh lagi, ia menegaskan bahwa tantangan menjadi pemimpin, termasuk dekan fakultas, terletak pada kemauan dan kemampuan untuk mendengarkan berbagai aspirasi.
“Nah, tantangannya menurut saya sebagai pemimpin itu adalah mendengarkan. Dan mendengarkan ini, ya tidak mudah,” ujarnya.
Hensa menyebut, prinsip mendengarkan ini berlaku di semua tingkatan kepemimpinan, termasuk di level nasional.
Menurutnya, hanya dengan mendengarkan rakyat dan anggotanya, seorang pemimpin dapat membangun komunikasi dua arah yang efektif dan berhasil.
“Pemimpin di semua level, termasuk level nasional wajib mendengarkan rakyat, mendengarkan anggotanya sebab mendengarkan adalah kunci keberhasilan komunikasi dua arah,” ungkapnya.
Terkait pemilihan dekan, Hensa menilai proses tersebut pada dasarnya adalah “bisnis harapan”, di mana harapan yang paling diterima oleh pemilih akan menentukan pemenang.
“Biasanya kalau pemilihan itu, saya percaya ini adalah bisnis harapan. Jadi siapa yang harapannya paling diterima, biasanya itu yang menang,” ucapnya.
Tiga calon dekan tersebut di antaranya Nindi Aristi, Trie Damayanti, dan Herlina Agustin.
Baca juga: Hendri Satrio: Gibran Harus Dipaksa Kerja Agar Tak Buang-buang Duit Negara
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.