Rentosertib: Terobosan Pengobatan Fibrosis Paru Idiopatik Berkat Kecerdasan Buatan
Rentosertib menawarkan harapan baru bagi penderita fibrosis paru idiopatik (FPI), penyakit yang selama ini memiliki pilihan terapi sangat terbatas.
Editor:
Sri Juliati
oleh: Prof. Muchtaridi
Pengajar Kimia GO
TRIBUNNEWS.COM - Penderita fibrosis paru idiopatik (FPI) sebentar lagi dapat menaruh harapan pada obat baru yang dikembangkan dengan bantuan kecerdasan buatan (AI).
Penyakit ini dikenal sebagai penyakit paru interstisial kronis yang progresif, dengan penyebab yang tidak diketahui.
Meskipun tergolong langka, prevalensi dan insidensinya terus meningkat setiap tahun, terutama di wilayah Amerika Utara dan Eropa.
Di Indonesia, FPI diperkirakan menyerang 6–7 orang per satu juta penduduk, tapi jumlah ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Rentosertib adalah obat inovatif pertama di kelasnya, bukan hanya karena mekanisme kerjanya yang baru, tetapi juga karena proses penemuannya sepenuhnya mengandalkan teknologi AI generatif—sebuah tonggak sejarah dalam industri farmasi.
Rentosertib dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi Insilico Medicine, yang berfokus pada penemuan obat berbasis AI.
Obat ini menawarkan harapan baru bagi penderita FPI, penyakit yang selama ini memiliki pilihan terapi sangat terbatas.
Keberhasilan ini menandai era baru penemuan obat, di mana AI tidak hanya menjadi alat bantu, melainkan menjadi kekuatan pendorong utama dalam mengidentifikasi target penyakit dan merancang terapi baru dari awal.
Proses yang biasanya memakan waktu lebih dari satu dekade dengan biaya miliaran dolar kini dapat dipercepat secara signifikan, memberi peluang bagi pasien dengan penyakit sulit diobati seperti FPI.
Ancaman Fibrosis Paru Idiopatik
Sindrom IPF ditandai kondisi jaringan di dalam paru-paru menjadi tebal, kaku, dan membentuk jaringan parut (fibrosis) dari waktu ke waktu. Penebalan ini membuat kantung udara (alveoli) tidak dapat berfungsi dengan baik dalam menyerap oksigen.
Baca juga: Belajar Menyuarakan Pendapat ala Siswa Cermat
Akibatnya, pasien mengalami sesak napas yang semakin memburuk, batuk kering yang persisten, dan kelelahan ekstrem.
Bayangkan paru-paru kita, organ vital yang seharusnya lembut dan elastis seperti spons, perlahan-lahan berubah menjadi jaringan parut yang kaku dan tebal.
Penyakit progresif dan fatal ini membuat penderitanya semakin sulit bernapas. Aktivitas sederhana seperti berjalan menaiki tangga terasa seperti mendaki gunung.
Batuk kering yang tak kunjung henti dan kelelahan ekstrem menjadi teman sehari-hari. Prognosisnya pun suram, dengan tingkat kelangsungan hidup rata-rata hanya 3-5 tahun setelah diagnosis, lebih buruk dari banyak jenis kanker.
Penyebab pasti IPF tidak diketahui, itulah sebabnya disebut "idiopatik". Penyakit ini biasanya menyerang orang dewasa di atas usia 50 tahun dan memiliki prognosis yang buruk, dengan harapan hidup rata-rata hanya 3 hingga 5 tahun setelah diagnosis.
Pengobatan yang ada saat ini, seperti pirfenidone dan nintedanib, hanya dapat memperlambat laju perkembangan penyakit, tetapi tidak dapat menghentikan atau membalikkan kerusakan paru-paru yang telah terjadi.
Kebutuhan akan terapi yang lebih efektif dan dapat memodifikasi penyakit sanggatlah mendesak.
Revolusi AI dalam Penemuan Obat
Secara tradisional, proses penemuan dan pengembangan obat adalah perjalanan yang panjang, mahal, dan seringkali tidak efisien, memakan waktu lebih dari satu dekade dengan tingkat kegagalan yang sangat tinggi.
Namun, kemajuan dalam kecerdasan buatan, khususnya AI generatif, mulai mengubah paradigma ini secara dramatis.
Insilico Medicine memanfaatkan platform AI miliknya, Pharma.AI, untuk mempercepat dan meningkatkan efisiensi proses ini. Platform ini terdiri dari beberapa mesin AI, termasuk PandaOmics untuk identifikasi target penyakit dan Chemistry42 untuk desain molekul obat.
Dalam kasus Rentosertib, Pharma.AI melakukan tugas yang luar biasa. Pertama, PandaOmics menganalisis sejumlah besar data biologis, termasuk data genomik dan proteomik dari pasien IPF, untuk mengidentifikasi target protein baru yang paling menjanjikan untuk diobati.
Dari analisis mendalam ini, AI menunjuk pada sebuah target yang sebelumnya tidak banyak dikaitkan dengan fibrosis: Traf2- and NCK-interacting kinase (TNIK). TNIK adalah sebuah enzim yang terlibat dalam proses pensinyalan seluler yang mendorong terjadinya fibrosis.
Setelah target diidentifikasi, giliran Chemistry42 beraksi. Mesin AI generatif ini merancang puluhan ribu struktur molekul baru dari awal, dengan tujuan spesifik untuk menghambat aktivitas TNIK secara efektif dan aman.
Dari ribuan kandidat virtual ini, AI membantu para ilmuwan untuk memilih dan mensintesis molekul yang paling menjanjikan untuk pengujian lebih lanjut. Proses yang biasanya memakan waktu bertahun-tahun ini berhasil dipercepat secara signifikan.
Bagaimana Rentosertib Bekerja?
Rentosertib yang memiliki formula C27H30FN7O yang merupakan turunan imidazol karboksamida. Adanya atom fluor (F), nitrogen (N), dan oksigen (O) memberikan karakteristik polar pada beberapa bagian molekul yang menyebabkan biodistribusi senyawa ini lebih baik pada target.
Rentosertib bekerja sebagai inhibitor TNIK. Dengan menghambat enzim TNIK, obat ini secara efektif memblokir jalur pensinyalan yang memicu aktivasi miofibroblas, sel-sel utama yang bertanggung jawab atas pembentukan jaringan parut di paru-paru.
Selain efek anti-fibrotiknya, Rentosertib juga menunjukkan potensi efek anti-inflamasi, mengatasi dua komponen kunci dalam patofisiologi IPF.
Keampuhan dan keamanan Rentosertib telah diuji melalui serangkaian uji klinis. Uji klinis Fase I pada sukarelawan sehat di Selandia Baru dan China menunjukkan bahwa obat ini aman, dapat ditoleransi dengan baik, dan memiliki profil farmakokinetik (bagaimana obat diserap, didistribusikan, dan dikeluarkan oleh tubuh) yang baik.
Hasil yang lebih menggembirakan datang dari uji klinis Fase IIa, yang melibatkan pasien IPF. Studi yang dilakukan secara acak, tersamar ganda, dan terkontrol plasebo ini menunjukkan hasil positif yang signifikan.
Pasien yang menerima Rentosertib, terutama pada dosis tertinggi, menunjukkan perbaikan dalam fungsi paru-paru, yang diukur dengan Forced Vital Capacity (FVC) – volume udara maksimal yang dapat dihembuskan secara paksa.
Selama periode 12 minggu, kelompok pasien yang menerima dosis tertinggi mengalami peningkatan rata-rata FVC, sementara kelompok plasebo justru mengalami penurunan.
Selain itu, obat ini terbukti aman dan dapat ditoleransi oleh pasien IPF. Efek samping yang paling umum dilaporkan bersifat ringan hingga sedang.
Hasil ini tidak hanya membuktikan konsep bahwa AI dapat menemukan target dan merancang obat yang efektif, tetapi juga memberikan bukti kuat bahwa penghambatan TNIK adalah strategi terapi yang valid untuk IPF.
Prospek Rentosertib untuk Pengobatan IPF
Keberhasilan Rentosertib dalam uji klinis tahap awal merupakan sebuah kemenangan besar, tidak hanya bagi Insilico Medicine tetapi juga bagi seluruh bidang penemuan obat yang dibantu oleh AI.
Ini adalah bukti nyata bahwa AI dapat secara drastis mengurangi waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk membawa obat baru dari konsep ke klinik.
Langkah selanjutnya bagi Rentosertib adalah uji klinis Fase IIb dan Fase III yang lebih besar dan berdurasi lebih panjang untuk mengkonfirmasi temuan awal ini pada populasi pasien yang lebih luas.
Jika berhasil, Rentosertib berpotensi menjadi pengobatan standar baru untuk IPF, yang tidak hanya memperlambat penyakit tetapi mungkin juga menawarkan potensi perbaikan fungsi paru-paru.
Perusahaan raksasa farmasi global, Sanofi, tidak ragu menyepakati lisensi eksklusif dengan Insilico Medicine pada akhir 2023.
Kesepakatan ini bernilai hingga $1,2 miliar. Tentu, ini bukti tranformasi besar yang tidak dapa dielakkan dari dunia farmasi konvensional terhadap kekuatan pendekatan yang didorong oleh AI.
Kisah Rentosertib adalah cerminan masa depan kedokteran, di mana sinergi antara kecerdasan manusia dan kekuatan komputasi AI dapat membuka jalan bagi penemuan terapi-terapi inovatif untuk penyakit-penyakit paling menantang di dunia.
Bagi jutaan orang yang hidup dengan fibrosis paru idiopatik, masa depan itu kini terlihat sedikit lebih cerah.
Jika rentosertib akhirnya diluncurkan oleh Sanofi untuk diperjualbelikan, obat-obat baru yang ditemukan tidak akan lagi mengambil jangka 10 tahun ke atas, tetapi maksimum 5 tahun saja dengan bantuan kecerdasan buatan. (*)
23 AI Video Generator Gratis dan Berbayar di Tahun 2025 untuk Konten Kreator |
![]() |
---|
Adopsi AI Berikan Nilai Tambah Berkelanjutan ke Sektor Bisnis |
![]() |
---|
Peserta TOBK SNBT Nasional GO Mencapai 321.305 Siswa! |
![]() |
---|
Dari Phishing hingga Ransomware, Indonesia Perlu Strategi Proaktif Hadapi Ancaman Siber |
![]() |
---|
Menciptakan Pembelajaran yang Menarik dan Efektif di Era Digital |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.