Pilpres 2019
MK Nilai Dalil 02 Soal Formulir C7 Hilang Tidak Relevan Karena Sudah Ditindaklanjuti Bawaslu
Majelis Hakim MK menilai dalil yang dipermasalahkan kubu Prabowo-Sandiaga soal hilangnya formulir C7 di 3 TPS di Sidoarjo sudah tidak relevan.
Penulis:
Theresia Felisiani
Editor:
Adi Suhendi
Namun, setelah mencermati video, hakim MK tidak menemukan fakta lanjutan, apakah surat suara tersebut dihitung atau dinyatakan rusak ketika penghitungan suara di TPS.
Video lain, menurut Mahkamah, tidak jelas di mana lokasi kejadian hingga berapa jumlah surat suara yang tercoblos.
Dalam video hanya ada suara seseorang yang mengatakan ada surat suara tercoblos untuk 01.
Bukti lain, ada seseorang yang menunjukan empat surat suara tercoblos untuk 01.
Namun, menurut MK, tidak jelas tempat kejadian dan apakah surat suara tercoblos itu dihitung atau tidak oleh petugas KPPS.
Berdasarkan fakta tersebut, Mahkamah tidak memiliki keyakinan bahwa surat suara tercoblos dalam bukti tersebut memiliki korelasi dengan dalil pemohon.
Tidak ada fakta hukum yang meyakinkan apakah surat suara tercoblos itu turut diakumulasikan dalam penghitungan suara di masing-masing TPS.
"Dengan demikian, dalil pemohon tidak beralasan hukum," ucap Hakim Enny Nurbaningsih.
Pelanggaran administrasi TSM kewenangan Bawaslu
Hakim konstitusi, Manahan MP Sitompul menilai pelanggaran administrasi bersifat TSM itu merupakan kewenangan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI.
Menurut dia, MK hanya dapat mengadili sengketa PHPU.
Kewenangan Bawaslu RI menangani pelanggaran administrasi bersifat TSM itu diatur di Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilihan Umum.
"Telah terang pelanggaran administrasi yang bersifat TSM ada di kewenangan Bawaslu. Dalam konteks sengketa Pemilu, MK hanya dapat mengadili PHPU," kata Manahan, saat membacakan putusan PHPU Presiden-Wakil Presiden 2019 di ruang sidang lantai 2 gedung MK, Kamis (27/6/2019).
Baca: Sambil Nangis, Fairuz A Rafiq Ngaku Tertekan dengan Ucapan Galih Ginanjar
Dia menilai, pemohon sudah keliru memandang MK hanya menyelesaikan pekerjaan teknis karena kewenangan terbatas menangani perkara PHPU.
"Terhadap hal ini, jika bertolak dari konstruksi argumentasi bahwa pelanggaran atas azas jujur dan adil, tidak terselesaikan pelanggaran TSM karena mahkamah hanya menyelesaikan pekerjaan teknis, menurut mahkamah mengandung kekeliruan pada proposisi argumentasi," ungkapnya.
Dia menjelaskan, mahkamah harus memutus norma konstitusionalitas undang-undang.
Apabila lembaga yang mempunyai kewenangan menyelesaikan pelanggaran administratif tidak melaksanakan kewenangan, kata dia, mahkamah hanya menyelesaikan jika lembaga tidak melaksanakan kewenangannya.
"Mahkamah tidak melampaui kewenangannya dan mahkamah tidak melanggar hukum acara. Sebab, yang menjadi titik tolak agar mahkamah tidak terhalangi kewenangan konstitusionalnya," tambahnya. (tribunnews.com/ kompas.com)