Kamis, 11 September 2025

Gaji Buruh Mau Dipotong Langsung untuk Cicil Rumah: Jangan Timbulkan Masalah Baru, Mencekik

Tidak semua buruh membutuhkan rumah atau berada dalam kondisi finansial yang memungkinkan untuk mengambil cicilan. 

|
HO
CICIL RUMAH - Rumah subsidi Puri Harmoni Kertamukti di Bekasi, Jawa Barat. Attachment earning merupakan skema yang memungkinkan pemotongan gaji pekerja pabrik secara langsung oleh manajemen perusahaan untuk pembayaran cicilan rumah melalui bank. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak secara lantang usulan skema pembiayaan perumahan bagi pekerja melalui mekanisme attachment earning, yakni pemotongan gaji langsung untuk membayar cicilan rumah.

Presiden KSPI, Said Iqbal menyampaikan, skema tersebut tidak bisa dipaksakan secara kolektif kepada buruh

“Kalau mau potong gaji seorang buruh, maka buruhnya harus tanda tangan setuju. Itu sifatnya privat dan individu, tidak bisa dipukul rata secara kolektif,” ujar Said dikutip Minggu (12/6/2025).

Baca juga: Fahri Hamzah Ingin Contoh Singapura Bangun Hunian di Perkotaan Padat RI

Ia mengingatkan, tidak semua buruh membutuhkan rumah atau berada dalam kondisi finansial yang memungkinkan untuk mengambil cicilan. 

"Ada buruh yang sudah memiliki rumah. Tidak semua bisa disamakan. Pemaksaan pemotongan gaji hanya akan menimbulkan masalah baru," katanya.

Menurutnya, usulan tersebut juga tidak memiliki dasar hukum yang kuat. 

"Mau itu dalam bentuk Peraturan Presiden ataupun Surat Keputusan Menteri, tetap tidak bisa langsung memotong gaji buruh tanpa persetujuan tertulis dari buruh itu sendiri," tegasnya.

Selain aspek legalitas, Iqbal juga mempertanyakan implementasi di tingkat perusahaan. 

“Secara praktik, akan menyulitkan perusahaan karena sistem pemotongan gaji per individu tidak efisien. Belum tentu perusahaan mau melakukannya. Ini bukan urusan kolektif seperti BPJS atau iuran serikat pekerja,” katanya.

Said juga mengingatkan, dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, Pasal 65 menyebutkan bahwa pemotongan gaji tidak boleh lebih dari 50 persen dari upah. 

Namun dalam praktiknya, bila total potongan melebihi 30 persen, perbankan sendiri biasanya enggan memberikan kredit karena berisiko tinggi terjadi gagal bayar.

"Kalau potongan cicilan rumah dipaksakan lebih dari 30 persen, buruh bisa makin tercekik secara ekonomi. Beban utang akan membuat mereka menderita, bahkan jatuh dalam kemiskinan struktural," tegas Iqbal.

Lebih lanjut Said mengatakan, hingga saat ini belum pernah ada skema potong gaji seperti ini yang diterapkan secara resmi dan kolektif di perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan buruh industri.

“Kalau buruh dan perusahaan sepakat secara individual, tidak ada masalah. Tapi kalau skema ini dipaksakan secara nasional dan tanpa persetujuan pribadi, KSPI akan menolak keras,” tegasnya sekali lagi.

KSPI meminta pemerintah untuk tidak terburu-buru mengeluarkan kebijakan yang menyangkut hak dasar pekerja, khususnya upah. 

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan