'Sumur Ajaib' itu Menerangi dan Menghidupi Warga
Ketersediaan listrik dan air seringkali menjadi permasalahan krusial di kota besar.
Editor:
Hendra Gunawan
Belajar dari interkoneksi jaringan listrik dan air di pulau Miang Besar, ternyata best practice tak hanya muncul di kawasan metropolitan atau megapolitan. Namun bisa juga di kawasan terpencil yang harus dijangkau dengan akses yang sulit. Kiranya potret kearifan lokal ini bisa menjadi inspirasi bagi banyak kalangan yang rindu kemajuan.
Terkait dua sumur di Pulau Miang Besar yang tampak berukuran kecil namun memiliki debit air yang sangat besar, mantan peneliti senior LIPI, Prof Noerdjito, menilai besar kemungkinan, sumur tersebut merupakan mata air yang menjadi bagian dari karst.
Ia menjelaskan, karst merupakan batuan gamping yang beberapa senyawa penyusunnya dapat larut ke dalam air. Di antara batuan-batuan dasar yang tidak dapat larut dan kedap air dapat terbentuk sungai-sungai bawah tanah. Sungai-sungai tersebut dapat membentuk bejana berhubungan.
"Dalam hal ini, terdapat mata air tawar di beberapa pulau. Antara lain di Pulau Derawan, Bilang-bilang, Birah-birahan, juga Miang Besar. Hal ini menunjukkan adanya kawasan karst yang tidak tersingkap di permukaan tanah, namun memiliki sungai bawah tanah berbentuk bejana berhubungan," katanya.
Manfaat mata air di pulau tersebut antara lain penyedia air minum untuk nelayan, pendukung pariwisata, juga mempertahankan keanekaragaman hayati. Bocornya bejana berhubungan akan mematikan mata air yang bersangkutan dan menghilangkan manfaat.
Untuk melestarikan mata air, tidak boleh dilakukan kegiatan yang dapat membocorkan "bejana berhubungan". Juga dengan mempertahankan kemampuan daerah tangkapan air untuk menangkap, menyimpan, dan mendistribusikan air hujan.
"Dalam hal ini, aliran air serta letak batang-batang sungai di dalam tanah atau karst tidak diketahui. Oleh karena itu, ekosistem kawasan karst harus utuh," katanya. Air dari kawasan karst juga diperlukan untuk mendukung kegiatan pertanian. Hal ini karena kawasan Sangkulirang Mangkaliat memiliki curah hujan yang relatif rendah.
Aktifitas penempatan batu bara pada stockfile di pulau tersebut diyakini akan mengakibatkan pencemaran terhadap mata air. "Miang Besar itu tersusun atas batuan terumbu yang memiliki beberapa serapan seperti busa. Ada pori-pori kecil tempat masuknya air. Berbeda dengan kawasan tanah atau aluvial," kata pakar karst Institut Teknologi Bandung (ITB), DR Pindi Setiawan.