Selasa, 7 Oktober 2025

Banjir Bandang Padang

Tujuh Jam Terperangkap Banjir Bandang

Lapar dan dahaga lepas sudah usai menikmati santapan berbuka puasa.

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-inlihat foto Tujuh Jam Terperangkap Banjir Bandang
net
Ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM,PADANG--Lapar dan dahaga lepas sudah usai menikmati santapan berbuka puasa.  Tak lama, terdengar gemuruh disertai arus air berwarna coklat bercampur lumpur. Datang secara  tiba-tiba yang membuat rasa itu hilang seketika. Panik dalam keharuan yang ternyata, banjir bandang menghantam.

Asri Mak Cik (64) warga Kelurahan Limau Manis, Kecamatan Pauh, Padang yang menjadi korban keganasan air bah pada Selasa (24/7) malam itu. Ia, bersama istrinya bersama delapan anak beserta seorang cucu, terperangkap.

Di pekarangan depan ataupun halaman belakang rumah Asri telah pekat terkepung arus deras air yang bercampur lumpur. Maut mengelilingi mereka dan panikpun makin tak terperikan.

Waktu terus berlalu, jam menunjukkan pukul 20.30. Arus air bah semakin menggila dan mencapai puncaknya. Tak ada yang bisa diperbuat oleh keluarga Asri, evakuasi adalah mustahil. Listrik mati, lilin juga tak ada. Mereka terperangkap dalam kepungan liarnya arus banjir bandang selama 7 jam.

“Pada 1988, kejadian banjir seperti ini juga pernah terjadi tapi kekuatannya tidak seganas Selasa malam kemarin itu. Saya ingat pesan orangtua waktu itu, kalau ada banjir diam saja di rumah dan tunggu arusnya tenang,” tutur Asri.

Asri menuturkan, sekitar pukul 22.00 tim SAR mencoba untuk mengevakuasi keluarganya. Melihat arus yang masih deras ditambah suasana gelap yang makin mencekam, Asri beserta keluarga memilih untuk tetap diam di rumah, terlalu nekad untuk bertaruh menyeberangi sungai menggunakan tali bantuan SAR.

Menunggu dan menunggu hingga air susut menjadi pilihan yang tepat untuk keluarga ini.

“Sekitar jam dua dinihari, arus mulai reda. Setidaknya, kepungan banjir sudah bisa dilewati. Satu persatu anggota keluarga telah dievakuasi, namun saya tetap memilih untuk tinggal di rumah,” kata Asri yang sehari-hari berprofesi sebagai penjahit pakaian.

Matahari kembali bersinar membuka mata Asri menyaksikan kondisi rumah yang telah porak-poranda bagai kapal pecah. Tak ada yang bisa diselamatkan. Perabotan elektronik basah, bahan makanan lebur dengan lumpur serta pakaian dan lainnya sudah tak berbentuk.

“Anak saya juga berprofesi penjahit pakaian dan ia melakukan pekerjaan tersebut di rumah. Akibat kejadian ini pakaian yang diorder pelanggan untuk menyambut lebaran, hancur sudah bergelimang lumpur. Tak ada lagi peralatan rumah yang bisa dipakai,” keluhnya.

Dalam kejadian tersebut, tanah pekarangan belakang rumah Asri yang merupakan bangunan dapur dan sumur, terban seluas 6 x 12 meter ke dalam arus banjir bandang. Selain itu, beberapa bagian dinding rumahnya juga terlihat retak.

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved