Menjual Pesona dari Pinggiran: Desa Janti dan Paket Wisata untuk Klaten yang Lebih Ramah Pelancong
Didik Setiawan, menjelaskan, inovasi dan pengembangan terus dilakukan, salah satunya dengan menggagas kolaborasi segmen wisata di desa ini
Penulis:
Facundo Chrysnha Pradipha
Editor:
Nuryanti
Pengunjung bisa mengikuti aktivitas harian warga, belajar cara mengolah ikan, membuat kerajinan, dan menikmati produk UMKM lokal.
Kemudian pada unit perikanan, Janti memiliki maskotnya berupa ikan nila merah yang laris dipasarkan hingga luar kota.
Jika Janti Park adalah wajah, maka perikanan adalah jantung dari BUMDes Jaya Janti.
Desa ini sejak era 1980-an dikenal sebagai sentra pembibitan ikan, bahkan kini menjadi pemasok utama bibit glondong (usia 3 bulan) ke Waduk Gajah Mungkur, Kedung Ombo, hingga Wonosobo.
“Kita punya nila merah dan nila hitam. Bahkan larva dan bibit dari sini banyak dikirim ke luar daerah,” jelas Didik.
Unit ini tidak hanya menjual benih, tapi juga menyediakan pengalaman wisata edukatif, mulai dari menebar benih, memberi pakan, hingga memanen ikan.
Wisatawan pun bisa mencicipi olahan lokal seperti ikan bakar dan lele goreng yang diolah langsung oleh warga.
Lalu ada unit perdagangan dan UMKM yang dimiliki BUMDes menjadi jembatan antara UMKM desa dan konsumen.

Ada sekitar 60 UMKM yang dibina, mulai dari pengrajin blangkon, handuk, rambak, hingga pengolah masakan khas desa.
Produk-produk ini dipasarkan langsung di Janti Park dan juga dijual secara digital lewat platform daring.
Baru-baru ini, Janti juga mulai mengembangkan peternakan ayam petelur dengan populasi 1.000 ekor.
Selain mendukung kebutuhan protein lokal, peternakan ini juga dirancang sebagai bagian dari tur edukasi desa.
“2024 kita kembangkan indukan ikan jadi 6 paket, dan kita juga coba siapkan lahan tidur untuk pertanian wisata,” terang Didik.
Potensi pertanian desa memang luar biasa.
Panen bisa tiga kali setahun.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.