Jumat, 22 Agustus 2025

Pulang Liburan Backpacker, Turis Belanda Dirikan Fasilitas untuk Anak Terlantar di Sumbawa

Bule tersebut adalah Chaim Joel Fetter, yang berlatar belakang seorang pengusaha internet sukses di Belanda.

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Hasanudin Aco
Istimewa
TANGANI ANAK TERLANTAR SUMBAWA - Chaim Joel Fetter, turis backpacker yang berlatar belakang seorang pengusaha internet sukses di Belanda, berinisiatif mendirikan fasilitas penampungan dan pendidikan anak terlantar di Sumbawa, NTB. Dia mendirikan Pusat Kesejahteraan Anak. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berawal dari aktivitas liburan ke Sumbawa di 2004 lalu, seorang wisatawan asal Belanda tertarik mendirikan fasilitas tempat tinggal dan pendidikan untuk anak-anak terlantar di daerah itu dan tinggal di sana.

Bule tersebut adalah Chaim Joel Fetter, yang berlatar belakang seorang pengusaha internet sukses di Belanda.

Keputusannya mendirikan fasilitas untuk anak-anak terlantar itu berawal saat melakukan perjalanan backpacking di Lombok pada 2004. 

Dia bertemu Adi, seorang anak laki-laki bertelanjang kaki yang mengemis di lampu merah.

Adi telah kehilangan kedua orang tuanya dan tinggal sendirian di bawah selembar terpal.

"Saat itu hati ini seperti ditinju," kenang Chaim Joel Fetter. 

"Saya tidak bisa melupakannya saat pulang ke rumah. Apa artinya kesuksesan yang saya genggam kalau masih ada anak-anak seperti Adi yang menderita?" ujarnya.

Hatinya tergerak, lalu dia kembali ke Belanda, menjual perusahaannya, dan kembali ke Indonesia, bukan untuk cuti panjang, tetapi demi sebuah misi.

Fetter lalu memeluk Islam, terinspirasi oleh kemurahan hati dan kehangatan orang-orang yang ditemuinya.

“Bahkan keluarga yang sangat miskin berbagi sedikit dari apa yang mereka miliki,” ujarnya. “Masuk Islam rasanya seperti menemukan keluarga dan makna hidup yang lebih dalam,” kata dia.

Namun, motivasi Fetter tidak semata-mata terinspirasi dari apa yang ia lihat, melainkan berakar dari pengalaman hidupnya sendiri. Setelah orang tuanya bercerai, ia ditempatkan di panti asuhan di Belanda saat berumur 6 tahun. 

“Saya tahu rasanya menjadi anak yang tidak dipedulikan siapa pun,” katanya.

“Perasaan diabaikan itu tidak pernah benar-benar hilang. Saya masih sering mimpi buruk, memimpikan saat orang tua saya meninggalkan saya di sana, dan saya berlari mengejar mereka."

"Saya bertekad untuk membangun tempat dimana anak-anak bisa pulih, disayangi, dan merasa seperti di rumah," kata dia.

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan