Jumat, 15 Agustus 2025

Aksi Demonstrasi di Pati

Rapat Pansus Pemakzulan Bupati Pati Sudewo Diwarnai Tangis Eks Pegawai RSUD Soewondo

Tangis eks karyawan RSUD RAA Soewondo Pati menangis saat memberikan keterangan di hadapan Pansus pemakzulan Bupati Sudewo.

Penulis: Adi Suhendi
TRIBUN JATENG/MAZKA HAUZAN NAUFAL
DOA BERSAMA - Eks pegawai honorer RSUD RAA Soewondo Pati yang menjadi bagian dari Aliansi Masyarakat Pati Bersatu menggelar selamatan dan doa bersama atau istighosah di posko donasi Aliansi, depan Kantor Bupati Pati, Selasa (12/8/2025) malam. Mereka meminta agar dapat dipekerjakan kembali atau Bupati Sudewo yang dilengserkan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kabupaten Pati, Jawa Tengah mulai bekerja menyelidiki kebijakan Bupati Pati Sudewo yang diduga bermasalah, Kamis (14/8/2025).

Hak angket adalah hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah kabupaten yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hak angket digulirkan DPRD Kabupaten Pati setelah warga melakukan demo besar-besaran di Alun-alun Kabupaten Pati menolak kebijakan Sudewo yang ingin menaikkan PBB-P2 sebesar 250 persen dan menuntut agar Sudewo mundur. 

Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan atau disingkat PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.

Namun, tuntutan mereka bukan hanya itu, DPRD Pati menyebut ada sekitar 22 tuntutan yang disampaikan peserta unjuk rasa, kemudian dirangkum menjadi 12 poin dugaan pelanggaran yang dilakukan Bupati Pati Sudewo.

Baca juga: Sudewo Kembalikan Uang Suap Rp720 Juta, KPK Tegaskan Jerat Hukum Tetap Berlaku

Ketua Pansus Hak Angket DPRD, Teguh Bandang Waluyo menyampaikan dalam rapat Pansus hari ini pihaknya memanggil beberapa pihak untuk dimintai keterangan dan klarifikasi.

Pihak yang dihadirkan adalah eks karyawan RSUD Soewondo, jajaran direksi RSUD Soewondo, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Pati, dan Plt Kepala BKPSDM Pati.

Baca juga: Cak Imin Serahkan Pemakzulan Bupati Pati Sudewo Berproses di DPRD

Tujuan pemanggilan untuk meminta keterangan guna menjadi bahan dasar pembahasan dalam pansus.

"Terkait itu (potensi pemakzulan bupati, red) kami belum bisa jawab. Yang jelas pansus kami sudah mulai berjalan," ucap dia dikutip dari Tribunjateng,com.

Tangis Mantan Karyawan RSUD

Dalam rapat yang digelar di Ruang Rapat Banggar DPRD Pati, pihak legislatif memanggil mantan karyawan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) RAA Soewondo Pati, rumah sakit milik pemerintah daerah Pati, Jawa Tengah.

Lima perwakilan eks karyawan RSUD dari total 220 orang yang mengalami pemutusan kerja dihadirkan di dalam rapat Pansus.

Rapat Pansus Hak Angket pemakzulan Bupati Pati Sudewo tersebut pun diwarnai tangis saat dua mantan pegawai RSUD memberikan keterangan.

Haning Dyah dan Siti Masruhah, dua mantan pegawai RSUD Soewondo menangis terisak di hadapan anggota dewan.

Tangis Haning dan Siti pecah saat pimpinan dan anggota Pansus menanyakan keadaan dan harapan mereka setelah tak lagi menjadi karyawan RSUD.

Haning diketahui sudah mengabdi di RSUD Soewondo Pati selama 10 tahun.

Ia terakhir menjabat sebagai staf keuangan.

Sementara suaminya yang juga ikut kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), sudah mengabdi di RSUD tersebut selama 13 tahun.

Selama bekerja di RSUD Soewondo Pati, Haning dan suaminya hanya berstatus karyawan kontrak.

Namun, ia dan suaminya tak menyangka bila pengabdian mereka bertahun-tahun berakhir di tahun 2025.

Saat itu, Haning dan 220 karyawan RSUD yang berstatus sebagai pekerja tak tetap harus kembali menjalani tes, meski pada saat awal masuk mereka menjalani tes.

"Saya dan suami saya bagian dari 220 orang yang tidak lolos tes, dianggap tidak kompeten dan akhirnya dipecat," kata Haning dikutp dari Tribunjateng.com.

Setelah menceritakan hal tersebut, Haning pun tak bisa membendung air matanya.

Nasib serupa dialami Siti Masruhah. Ia sudah mengabdi di RSUD Soewondo Pati selama 20 tahun.

Di tengah asa untuk menjadi pegawai tetap, justru ia malah terkena PHK.

Alasannya sama, dinilai tidak kompeten setelah gagal mengikuti tes.

"Saya pernah ikut tes karyawan tetap dulu, tapi enggak lolos. Pengumumannya hanya ada nomor, nama dan keterangan lolos atau tidak lolos. Tidak ada angka perangkingan. Tahun ini malah dipecat," ujarnya.

Agus Triyono pun menceritakan hal yang sama. Dirinya terkena PHK setelah mengabdi lebih dari 17 tahun di RSUD Soewondo Pati.

Kini ia pun menjadi pengangguran.

"Hasilnya (tes) nggak lolos, sekarang enggak kerja lagi," ujar dia.

Muhammad Suaib yang sudah mengabdi untuk RSUD Pati 16 tahun dan Siswanto yang sudah mengabdi 14 tahun pun mengalami nasib serupa, terkena PHK setelah mengikuti tes dan dinyatakan tak kompeten.

Sempat Ikut Aksi Unjuk Rasa

Para mantan pegawai honorer korban PHK RSUD RAA Soewondo Pati sempat ikut dalam aksi unjuk rasa 13 Agustus 2025 di Alun-alun Kabupaten Pati.

Mereka bersama perserta aksi unjuk rasa sempat menggelar selamatan dan doa bersama.

Mereka berdoa agar aksi unjuk rasa Rabu (13/8/2025) berjalan lancar dan tuntutan bisa terpenuhi.

Sebagaimana diketahui, 220 mantan pegawai honorer RSUD Pati bergabung ke dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu.

Mereka ikut berunjuk rasa lantaran merasa diberhentikan secara tidak adil akibat kebijakan rasionalisasi jumlah pegawai oleh Bupati Pati Sudewo.

"Aksi kami damai, tidak anarkis. Kami akan sampaikan, kembalikan kami bekerja, atau Bupati yang turun,” kata Eko Supriyanto, eks honorer RSUD Pati saat membuka selawatan dan doa bersama, Selasa (12/8/2025) malam.

Eko mengaku sudah bekerja sebagai honorer selama 20 tahun sebelum pada akhirnya harus mengalami PHK.

Dengan alasan efisiensi anggaran demi meningkatkan fasilitas dan pelayanan rumah sakit, Bupati Pati Sudewo mengurangi jumlah tenaga honorer.

Pengurangan pegawai dilakukan melalui mekanisme tes seleksi pegawai tidak tetap menjadi pegawai tetap.

“Ada 220 honorer yang diberhentikan tanpa pesangon. Menurut kami tesnya tidak adil, tidak transparan juga tesnya, karena pengumumannya tidak menampilkan skor yang didapatkan peserta,” ucap dia.

Korban PHK lainnya, Siswanto mengaku heran dengan kebijakan pengurangan pegawai. 

Alasan Bupati Sudewo merampingkan jumlah pegawai katanya efisiensi anggaran. Belakangan malah ada informasi bahwa RSUD membuka rekrutmen pegawai baru.

“Suratnya juga sudah dishare, tapi untuk tanggal dan bulannya belum tahu. Kalau memang benar RSUD butuh karyawan baru, mending kembalikan kami saja,” kata Siswanto ketika berorasi di posko donasi Aliansi, Sabtu (9/7/2025) malam.

Siswanto sakit hati dengan perkataan Sudewo yang menuding karyawan honorer RSUD asal masuk tanpa mekanisme seleksi yang jelas, bahkan juga menuduh masuk dengan praktik suap.

“Sudewo pernah bilang, karyawan honorer di Soewondo masuknya sogok-menyogok, bledang-bledeng (asal masuk). Padahal kami tidak pernah pakai uang masuknya."

"Kalau yang angkatan baru saya tidak tahu,” ucap dia.

Siswanto menegaskan, dirinya dan teman-temannya yang sudah bekerja bertahun-tahun masuk secara murni lewat mekanisme tes.

Mulanya, pada 2006 dia masuk sebagai cleaning service.

Lalu, antara 2012 atau 2013, dia ikut mendaftar seleksi penerimaan pegawai baru.

“Saya ikut tes di GOR, itu tes resmi. Tapi Sudewo kok bilang kami masuk bledang-bledeng, sogok menyogok."

"Itu yang buat saya sakit hati,” kata dia.

Siswanto mengatakan, saat ini dirinya masih bekerja, namun waktunya untuk dirumahkan tinggal menghitung hari. 

Pada 31 Agustus 2025, dia akan kena PHK karena dinyatakan tidak lolos seleksi pegawai tidak tetap menjadi pegawai tetap.

“Dulu katanya yang masa kerjanya di atas 10 tahun diprioritaskan, ternyata tidak sama sekali."

"Harapan kami semua, kembalikan kami bekerja kalau Soewondo memang masih butuh karyawan,” ucap dia.

Bupati Pati Sudewo diketahui melakukan kebijakan perampingan pegawai RSUD dengan alasan efisiensi anggaran.

Menurutnya, jumlah pegawai honorer terlalu banyak, jauh melebihi kebutuhan.

“Jumlah tenaga honorer sangat berlebih. Ada sekira 500 orang. Padahal seharusnya cukup hanya 200 orang,” kata dia pada Sabtu (22/3/2025).

Menurut Sudewo, jumlah tenaga honorer yang terlalu banyak sangat membebani keuangan RSUD.

Akibatnya, fasilitas dan pelayanan  jadi tidak maksimal.

Dia juga mengkritisi prosedur penerimaan tenaga honorer yang menurut dia selama ini tidak tepat.

“Sebelumnya, penerimaan pegawai honorer tidak melalui prosedur yang benar. Tidak ada seleksi, tidak ada tes. Tidak ada pengumuman."

"Pokoknya asal masuk sehingga menjadi over dan membebani rumah sakit,” tutur Sudewo. 

Pihaknya lalu memerintahkan Direktur RSUD Pati, Rini Susilowati untuk menggelar seleksi pegawai tetap yang diikuti seluruh tenaga honorer.

Mereka yang dinyatakan tidak lolos tes diberhentikan.

Sudewo menjamin, mekanisme seleksi tersebut adil dan objektif.


(Tribunjateng.com/ Mazka Hauzan Naufal/ Saiful Ma sum)

Sebagian dari artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Kisah Korban PHK RSUD Soewondo Pati Menangis: Mengabdi Belasan Tahun, Dianggap Tak Kompeten

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan