Calon Dokter Spesialis Meninggal
Eks Kaprodi PPDS Undip Dituntut 3 Tahun Penjara, Keluarga dr Aulia Risma Kurang Puas
Yulisman Alim menilai tuntutan jaksa terhadap tiga terdakwa kasus pemerasan dan perundungan mahasiswi PPDS Anestesi Undip terlalu ringan.
Penulis:
Muhamad Deni Setiawan
Editor:
Suci BangunDS
Ibunda korban, Nuzmatun Malinah, mengaku sepakat dengan kuasa hukumnya terkait tuntutan dari jaksa. Namun, dirinya enggan memberikan tanggapan lebih lanjut.
Tuntutan Jaksa
Sementara Jaksa menilai, perbedaan tuntutan tersebut karena Taufik berperan memberikan perintah kepada Sri Maryani.
Selain itu, tuntutan Taufik lebih berat lantaran tidak mengakui perbuatannya dan cenderung menyalahkan Sri Maryani.
"Terdakwa Taufik tidak mengakui perbuatannya bahkan cenderung menyalahkan terdakwa Sri Maryani karena pengumpulan uang di terdakwa Sri Maryani sudah berlangsung sejak terdakwa menjabat sebagai ketua program studi," ungkap jaksa Tommy Untung dalam persidangan di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu.
Jaksa Tommy merinci hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa Taufik lainnya, yakni terdakwa sebagai dosen seharusnya tidak membiarkan budaya atmosfer relasi kuasa absolut terlebih dalam lingkungan dunia pendidikan.
Tindakan terdakwa Taufik juga menimbulkan rasa takut dan tekanan psikologis di lingkungan pendidikan.
Kemudian menciptakan suasana intimidatif dan represif sehingga menghilangkan kebebasan para residen.
"Hal-hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan sehingga membuat tertib persidangan," ujarnya.
Kemudian, jaksa Sulisyadi membeberkan terkait pertimbangan tuntutan terdakwa Sri Maryani lebih ringan karena mengakui perbuatannya dan menyesalinya.
Sri juga melakukan tindak pidana tersebut semata-mata karena mendapatkan instruksi dari Taufik.
"Namun, ada hal-hal yang memberatkan dari Sri Maryani di antaranya sebagai staf pendidikan seharusnya tidak membiarkan budaya atmosfer relasi kuasa absolut terlebih dalam lingkungan dunia pendidikan," terang Sulis.
Dua terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani melakukan tindakan pemerasan secara ilegal melalui skema Biaya Operasional Pendidikan (BOP) terhadap para mahasiswa residen dari tahun 2018 hingga 2023.
Selama kurun waktu tersebut, mereka mampu mengumpulkan uang sebesar Rp2,49 miliar. Pembayaran ini tidak menggunakan rekening kampus melainkan rekening atas nama Sri Mariyani.
Pembayaran tersebut, tercatat pula dalam buku warna kuning berisi catatan tanda terima uang BOP yang berasal dari para residen.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.