Lewat Program ISWMP, Kabupaten Bandung Barat Buktikan Pemilahan Sampah Bisa Dimulai dari Rumah
Di tengah krisis pengelolaan sampah yang kian mendesak, 2 desa di Bandung Barat menunjukkan bahwa perubahan bisa dimulai dari skala terkecil
Editor:
Dodi Esvandi
Keberhasilan ini tidak lepas dari kolaborasi lintas sektor: DLH, pemerintah desa, Puskesmas, hingga komunitas lokal.
Program menyediakan alat pemilahan, timbangan, spanduk edukasi, dan insentif sosial seperti stiker apresiasi. Semua kegiatan dilakukan berbasis data dan dipantau secara rutin.
Model ini dinilai mudah, murah, dan partisipatif.
Jika direplikasi secara konsisten, pendekatan kawasan seperti ini berpotensi mengurangi beban TPA dan membuka peluang ekonomi sirkular di tingkat komunitas.
Edukasi Tatap Muka: Kunci Perubahan
Salah satu pelajaran penting dari program ini adalah efektivitas pendekatan personal.
Warga lebih responsif terhadap edukasi yang disampaikan langsung oleh figur lokal yang mereka kenal.
Meski tantangan masih ada—seperti keterbatasan lahan dan harapan terhadap insentif material—keberhasilan awal menunjukkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu membutuhkan teknologi tinggi, melainkan kehadiran dan komunikasi yang dekat dengan masyarakat.
Cerita dari Desa Cikahuripan dan Citapen di Kabupaten Bandung Barat menjadi bukti nyata bahwa perubahan dalam pengelolaan sampah yang berkelanjutan bisa dimulai dari skala paling dasar: rumah tangga.
Dalam waktu hanya dua bulan, partisipasi warga dalam memilah sampah meningkat tajam—mencapai 100% di salah satu RT di Cikahuripan dan 80% di salah satu RT di Citapen.
Dampaknya langsung terasa: volume sampah yang sebelumnya menumpuk kini berkurang hingga puluhan kilogram setiap kali pengangkutan dilakukan.
Data menjadi fondasi penting dalam mendorong efektivitas program ini.
Penimbangan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat menghasilkan angka-angka akurat yang sarat makna, terutama ketika dibahas bersama warga.
Namun, data tersebut hanya akan menjadi deretan angka jika tidak diikuti dengan diskusi mendalam antara fasilitator dan warga—tentang ke mana sampah harus disalurkan, siapa saja off-taker yang tersedia di lingkungan sekitar, dan bagaimana logbook sampah bisa dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan.
Ketika satu RT saja mampu mengurangi hampir 50 kilogram sampah organik dalam satu kali angkut, potensi dampak yang bisa dihasilkan jika model ini direplikasi di seluruh kawasan sangatlah besar.
Inilah momentum yang tepat untuk memperluas jangkauan, memperkuat dukungan, dan melanjutkan gerakan perubahan—dari rumah ke rumah, dari desa ke desa—hingga menjadi bagian dari budaya kolektif yang peduli terhadap lingkungan.
Momen Gibran Tak Sapa AHY, Wapres juga Lewati Bahlil dan Cak Imin saat Upacara Gelar Militer |
![]() |
---|
Sosok 5 Tokoh Dapat Gelar Jenderal Kehormatan: Menhan Sjafrie hingga Eks Danjen Kopassus Agus Sutomo |
![]() |
---|
Dijabat Jenderal Tandyo Budi Revita, Apa Saja Tugas dan Bagaimana Sejarah Wakil Panglima TNI? |
![]() |
---|
Detik-detik Dedi Mulyadi Temukan Warganya Rebus Ayam Hasil Mungut dari Tempat Sampah |
![]() |
---|
Program ISWMP di TPST Kertamukti Jadi Inovasi Masalah Persampahan di Bekasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.