Dedi Mulyadi Pimpin Jabar
Ono Surono Soroti Iuran Rp1.000 Dedi Mulyadi, Harap Ada Laporan Berkala, Singgung Masalah Sosial
Wakil Ketua DPRD Jabar, Ono Surono, turut menyoroti Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang digagas Dedi Mulyadi.
TRIBUNNEWS.COM - Kebijakan Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi, mengajak warga Jabar menyisihkan Rp1.000 per hari dalam gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu), menjadi sorotan publik.
Gerakan Poe Ibu itu dituangkan dalam Surat Edaran (SE) Nomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
SE tersebut ditandatangani secara elektronik oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi pada 1 Oktober 2025.
Wakil Ketua DPRD Jabar, Ono Surono, turut menyoroti Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang digagas Dedi Mulyadi.
Menurutnya, pada dasarnya masyarakat Indonesia khususnya Jawa Barat, memiliki budaya gotong royong yang selaras dengan ajaran Sunda, yakni Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh, Silih Wawangi, yang sudah berjalan sejak dulu.
"Tetapi mengalami penurunan semangat rakyat untuk melakukannya. Kesetiakawanan dan kesukarelawanan sosial harus digalakkan kembali secara masif dan melibatkan instrumen pemerintah," kata Ono, Senin (6/10/2025), dilansir TribunJabar.id.
Ia memaparkan, masalah dasar rakyat di Jawa Barat adalah masalah pendidikan dan kesehatan, di mana instrumen APBN/APBD lebih fokus pada masalah infrastruktur dan sarana prasarana.
Sehingga, kata dia, gerakan Poe Ibu yang digagas Dedi Mulyadi diharapkan menjadi solusi untuk meningkatkan kepedulian masyarakat Jawa Barat terhadap sesama.
"Di sisi lain, kebutuhan rakyat yang mendesak seperti seragam, buku, alat tulis serta biaya berobat bagi pasien tidak mampu non peserta BPJS atau biaya tunggu bagi pasien yang tidak mampu juga, pada akhirnya tidak bisa menunggu distribusi/pencairan dana dari APBD," jelasnya.
Ia menuturkan, setiap institusi dan masyarakat yang menjalankan gerakan Poe Ibu, wajib menyampaikan laporan secara transparan dan akuntabel.
Selain itu, laporan diumumkan berkala setiap minggu atau bulan, mencontoh pengelolaan keuangan di masjid atau musala.
Baca juga: Purwakarta Jadi yang Pertama Mulai Iuran Rp1.000 Dedi Mulyadi, Bupati: Sederhana, tapi Dampak Besar
"Bila gerakan ini berjalan, maka masalah turunnya APBD Provinsi Jawa Barat dan APBD Kabupaten/Kota se-Jawa Barat tahun anggaran 2026, semoga tidak berpengaruh terhadap masalah sosial dan ekonomi," terang Ono Surono.
Penjelasan Sekda Jabar
Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar, Herman Suryatman, menjelaskan gerakan Poe Ibu difokuskan untuk membantu masalah pendidikan dan kesehatan dalam skala terbatas yang sebetulnya bisa diselesaikan oleh masyarakat sendiri.
“Jangan sampai, masyarakat ada kesulitan kecil, harus ke Lembur Pakuan, harus ke Provinsi, padahal bisa diselesaikan di lingkungannya,” ungkapnya, Sabtu (4/10/2025), dikutip dari TribunJabar.id.
Herman lantas mencontohkan, persoalan pendidikan dan kesehatan dalam skala terbatas, misalnya siswa tidak memiliki seragam sekolah atau warga sakit, tapi keluarganya tidak punya bekal untuk menunggu di Rumah Sakit (RS).
“Itu kan kebutuhannya terbatas banget, dan itu bisa diselesaikan dari, oleh dan untuk masyarakat."
"Oleh karena itu, Pak Gubernur tempo hari mengeluarkan surat edaran tentang gerakan rereongan Poe Ibu,” paparnya.
Ia melanjutkan, gerakan ini ruang lingkupnya akan dimulai dari jajaran Pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan instansi lain untuk aparatur negara.
Selain itu, untuk sekolah, baik sekolah menengah maupun sekolah dasar di Jawa Barat dan masyarakat luas.
“Konsepnya ini kan dari, oleh dan untuk masyarakat. Jadi, silakan membuat rekening sendiri, misalnya di sekolah SMA 3, silakan bikin rekening sendiri, dikelola sendiri, disalurkan sendiri, kemudian nanti dilaporkan bisa ke medsos. Sehingga betul-betul akuntabel, transparan,” terang Herman.
Isi Surat Edaran
Dalam SE, Dedi Mulyadi menuliskan bahwa Poe Ibu merupakan sebuah gerakan partisipatif berbasis gotong royong yang mengusung nilai kearifan lokal Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh.
Dedi menjelaskan, gerakan ini merupakan upaya untuk meningkatkan rasa kesetiakawanan sosial serta memperkuat pemenuhan hak dasar di bidang pendidikan dan kesehatan yang masih terkendala keterbatasan anggaran maupun akses.
Baca juga: Mengenal Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu Dedi Mulyadi hingga Pro Kontra Warga Jawa Barat

Rereongan Poe Ibu ini pun menjadi wadah donasi publik resmi, untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang sifatnya darurat dan mendesak dalam skala terbatas, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan.
“Kami mengajak ASN, pelajar, dan masyarakat menyisihkan Rp1.000 per hari. Kontribusi sederhana ini menjadi wujud solidaritas dan kesukarelawanan sosial, demi membantu kebutuhan darurat masyarakat,” kata Dedi Mulyadi dalam SE tersebut, seperti diberitakan TribunJabar.id.
Adapun prinsip dasar pelaksanaannya adalah dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat.
Gerakan ini akan dilaksanakan di lingkungan pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, instansi pemerintah maupun swasta, sekolah dasar hingga menengah, serta di lingkungan masyarakat RT dan RW.
“Dana Rereongan Poe Ibu dikumpulkan melalui rekening khusus Bank BJB dengan format nama rekening Rereongan Poe Ibu – nama instansi/sekolah/unsur masyarakat,” lanjutnya.
Pengumpulan, pengelolaan, penyaluran, pencatatan, dan pelaporan dana dilakukan oleh pengelola setempat yang bertanggung jawab penuh terhadap akuntabilitasnya.
Dana yang terkumpul kemudian disalurkan untuk keperluan darurat di bidang pendidikan dan kesehatan masyarakat.
Baca juga: Program Sisihkan Rp1.000 Dedi Mulyadi Sudah Dimulai di Purwakarta, Dana Terkumpul Bakal Diaudit
Untuk memastikan transparansi, laporan penggunaan dana akan disampaikan kepada publik melalui aplikasi Sapawarga dan Portal Layanan Publik Pemda Provinsi Jawa Barat, serta dapat diumumkan melalui akun media sosial masing-masing dengan mencantumkan tagar resmi #RereonganPoeIbu #nama instansi/sekolah/unsur masyarakat.
Sementara itu, monitoring pelaksanaan gerakan ini dilakukan sesuai lingkup masing-masing.
Di lingkungan perangkat daerah, pengawasan dilakukan oleh kepala perangkat daerah di tingkat Kabupaten/Kota maupun Provinsi.
Di instansi pemerintah lainnya dan swasta, pengawasan berada di tangan pimpinan instansi.
Di sekolah, pengawasan dilakukan oleh kepala sekolah dengan koordinasi Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama.
“Sedangkan di lingkungan atau RT/RW, dilaksanakan oleh Kepala Desa/Lurah, serta koordinasi keseluruhannya dilaksanakan oleh Camat,” tambahnya.
(Tribunnews.com/Nuryanti) (TribunJabar.id/Nazmi Abdurrahman)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.