Semangat Pembatik Muda Kota Pekalongan dalam Goresan Kolaborasi dan Inovasi
Mewarnai Masa Depan Batik: Inilah cerita inovasi dan kolaborasi dalam program Young Batik Entrepreneurs Fashion Fellowship.
Ringkasan Berita:
- Batik Pekalongan sebagai simbol keterbukaan budaya dan kekuatan ekonomi lokal telah diakui UNESCO sebagai Creative City of Crafts and Folk Arts.
- Program Young Batik Entrepreneurs Fashion Fellowship hasil kolaborasi TBIG dan IFC hadir untuk membekali generasi muda Pekalongan dalam mengembangkan batik yang kreatif, inovatif, dan berdaya saing global
- Tanpa meninggalkan nilai budayanya.
TRIBUNNEWS.COM - Batik tidak hanya lagi sekadar kain tradisi, tapi telah menjadi medium ekspresi, inovasi, bahkan diplomasi budaya.
Kalimat ‘magis’ tersebut tersampaikan lewat program Young Batik Entrepreneurs Fashion Fellowship, sebuah program hasil kolaborasi strategis antara PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dan Indonesian Fashion Chamber (IFC).
Taruna Kusmayadi, Advisor Indonesian Fashion Chamber (IFC) sekaligus seorang praktisi fashion menyebut lewat program tersebut menjadi ajang serta bukti nyata bagaimana regenerasi dan inovasi dapat berjalan seiring menjaga warisan budaya, khususnya batik di Kota Pekalongan.
Program Young Batik Entrepreneurs Fashion Fellowship tersebut, lanjut Taruna dirancang untuk membekali para pembatik muda dengan kemampuan eksplorasi kreatif yang berorientasi pada pasar nasional maupun global.
“Kerjasama ini sejalan dengan misi kami untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat fashion dunia melalui ready to wear craft fashion yang memadukan nilai budaya lokal dengan desain modern,” ujarnya dalam event Seminar Nasional Scaling Up Usaha Mikro Batik: Strategi Kolaborasi, Inovasi, dan Branding untuk Daya Saing Global” di Hotel The Sidji, Kota Pekalongan, Kamis (23/10/2025).
Pihaknya mengatakan di tangan anak muda, batik Pekalongan mendapat wajah baru tanpa kehilangan jiwanya.
Motif klasik dipadukan dengan garis modern, warna tradisional disandingkan dengan palet kontemporer, semua dirajut dalam semangat untuk menjadikan batik tetap relevan dan bernilai di tengah arus globalisasi.
Pelestarian Budaya di Tanah Batik
TBIG meneguhkan komitmennya untuk memastikan napas batik terus hidup di tangan generasi muda.
Sejak 2022, TBIG melalui program CSR Bangun Budaya Bersama telah mendampingi koperasi dan pelaku usaha mikro batik di Pekalongan dan Solo.
Dukungan yang diberikan bukan hanya pelatihan kreatif, tetapi juga pengetahuan tentang infrastruktur distribusi, pemasaran digital, dan peningkatan kapasitas operasional.
“Budaya adalah pilar penting yang kami jalankan sejak awal berdiri,” ungkap Lie Si An, Chief of Business Support Officer TBIG.
“Kami sadar bahwa budaya adalah ajaran jati diri bangsa yang beragam. Karena itu, kami berkomitmen untuk menjalankan program ini secara berkelanjutan agar berdampak luas,” imbuhnya.
Lie Si An menekankan bahwa kolaborasi dan inovasi adalah dua fondasi utama dalam penguatan usaha mikro batik.
Menurutnya, hanya dengan sinergi lintas sektor, antara pemerintah, korporasi, koperasi, organisasi profesi, akademisi,
hingga media, maka peningkatan kualitas dan daya saing batik dapat benar-benar terwujud.
“Inovasi produk dan proses akan melahirkan motif-motif baru yang tetap mempertahankan makna dan filosofi batik itu sendiri,” lanjutnya.
“Dan ketika inovasi membuka pasar baru, maka pelaku usaha mikro batik dapat menikmati profitabilitas yang lebih baik dan berkelanjutan.”
Batik: Keterbukaan Budaya dan Kreativitas Masyarakat Pekalongan
Seperti diketahui, sebagai salah satu sentra batik terbesar di Indonesia, Kota Pekalongan, telah lama dikenal sebagai The Batik City.
Pekalongan sendiri pada tahun 2014 telah ditetapkan UNESCO sebagai Creative City of Crafts and Folk Arts, simbol pengakuan dunia terhadap harmoni antara seni, ekonomi, dan tradisi di kota ini.
Dr. Muhammad Faisal, Senior Research Association Usaha Kecil Menengah (UKM) Center Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) mengatakan keberadaan batik di Pekalongan tidak hanya berdampak pada ekonomi lokal, tetapi juga memperkuat identitas sosial dan kebanggaan budaya bangsa.
“Lebih dari 12.000 tenaga kerja terserap di sektor ini, menopang pertumbuhan lebih dari 1.000 UMKM batik, serta menyumbang sekitar 60 persen produksi batik nasional,” ujar Dr. Muhammad Faisal, kepada Tribunnews, Kamis (23/10/2025).
Tentunya magisnya batik Pekalongan melampaui perjalanan panjang, yakni sejak abad ke-18.
Di mana batik pesisiran dari kota ini mencerminkan keterbukaan budaya dan kreativitas masyarakatnya.
Selain memiliki nilai budaya tinggi, sektor batik juga berperan besar dalam menciptakan lapangan kerja dan menggerakkan ekonomi lokal, khususnya di daerah sentra produksi seperti Pekalongan.
“Melestarikan batik Pekalongan bukan hanya soal menjaga warisan leluhur, tetapi juga tentang mempertahankan identitas bangsa di tengah arus modernisasi dan persaingan global,” tutupnya.
(Tribunnews.com/Garudea prabawati)
| Penjelasan Praktisi Hukum soal Pemindahan Ammar Zoni ke Nusakambangan hingga Ada Dugaan Dijebak |
|
|---|
| Trump Kepung Venezuela, Kirim Pesawat Pengebom AS untuk Hantui Langit Caracas |
|
|---|
| Upacara Hari Sumpah Pemuda 2025 Pakai Baju Apa? Ini Ketentuan dalam Pedoman Kemenpora |
|
|---|
| Kuasa Hukum Optimis Nikita Mirzani Bisa Bebas, Singgung Bukti Percakapan Reza Gladys dengan Mail |
|
|---|
| Cerita Korban Chiko Penyebar Video Porno AI di Semarang, Pernah Satu Kelas di SMA |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.