Sabtu, 8 November 2025

Pakubuwana XIII Meninggal Dunia

2 Adik Raja Solo Rasakan Sasmita Wafatnya Pakubuwono XIII, Baju Koko hingga Pohon Tumbang

Gusti Neno dan Gusti Moeng, adik Raja Keraton Solo memiliki firasat sebelum Pakubuwono XIII meninggal

|
TRIBUNSOLO.COM/ASEP ABDULLAH ROWI
FIRASAT RAJA WAFAT - Raja Keraton Kasunanan Surakarta, Pakubuwono XIII menyebar uang koin yang disertai beras kuning saat Kirab Agung, Senin (1/4/2019). Gusti Neno dan Gusti Moeng, adik Raja Keraton Solo memiliki firasat sebelum Pakubuwono XIII meninggal 
Ringkasan Berita:
  • Pertanda sebelum Raja Keraton Solo meninggal dirasakan adik-adik raja
  • Gusti Neno dan Gusti Moeng menyebut memiliki pengalamannya masing-masing jelang sang kakak wafat
  • Mulai dari pohon tumbang hingga baju koko putih menjadi sasmita alias tanda

TRIBUNNEWS.COM - Pertanda-pertanda sebelum Raja Keraton Solo, Sinuhun Pakubuwono (PB) XIII wafat dirasakan adik-adik sang raja.

PB XIII meninggal dunia pada Minggu (2/11/2025) pagi di Rumah Sakit Indriati, Sukoharjo.

Penerus dinasti Mataram Islam itu wafat pada usia 77 tahun setelah mengalami sejumlah komplikasi penyakit.

Adapun selain KGPH Surya Wicaksana (Gusti Neno), sasmita atau tanda sebelum PB XIII meninggal dirasakan juga oleh GKR Wandansari yang akrab disapa Gusti Moeng.

Gusti Neno menyebut pohon tumbang di Pesanggrahan Langenharjo memunculkan desas-desus pertanda duka jelang meninggalnya PB XIII.

Sementara Gusti Moeng berbeda. Ia merasakan PB XIII berada di rumah mengenakan baju koko putih.

Pohon Tumbang

Gusti Neno bercerita, tanda alam muncul sebelum keturunan dinasti Mataram Islam itu mangkat.

Sebuah pohon tua besar tumbang di Pesanggrahan Langenharjo, tempat peristirahatan dibangun Pakubuwono IX pada 1870 untuk semedi dalam rangka bermeditasi.

Pesanggrahan Langenharjo terdapat di Desa Langenharjo, Kecamatan Grogol, Sukoharjo. Lokasinya 10 kilometer dan dapat ditempih sekitar 20 menit dari Keraton Solo.

Berdiri di tepi sungai (utara Sungai Bengawan Solo), Pesanggrahan Langenharjo dikelilingi oleh pohon-pohon besar membuat hijau kompleks area yang terdiri dari beberapa bangunan.

Baca juga: Pohon Besar Tumbang di Pesanggrahan Langenharjo, Adik Raja Solo Terangkan Tanda Alam Sebelum Berduka

Gusti Neno kepada Tribunnews mengungkapkan, pohon yang tumbang itu adalah pohon jambu mete.

"Jadi pada 31 Oktober 2025 beberapa hari lalu, pohon itu tumbang saat hujan deras dan angin kencang. Menimpa bangunan semi permanen di dekat pendopo pesanggrahan," ujarnya pada Minggu siang.

Lantas, meninggalnya Sinuhun PB XIII pada Minggu pagi memunculkan desas desus di tengah masyarakat.

Termasuk tak sedikit yang menyebut tumbangnya pohon besar di Pesanggrahan Langenharjo adalah sinyal duka kehilangan sang raja.

"Dan memang biasanya di Pesanggrahan Langenharjo segala hal terkait alam itu memberikan semacam perlambang atau sinyal atau sasmita (tanda)," jelasnya.

"Iya apa tidaknya (kebenaran) itu tergantung masing-masing individu yang melihat lambang-lambang alam tersebut."

Gusti Neno adalah adik ke-27 dari PB XIII. Mereka adalah 35 bersaudara keturunan PB XII.

PB XII semasa hidup memiliki enam istri, total 15 putra dan 20 putri.

Sementara, PB XIII yang pada Minggu pagi meninggal adalah anak kedua (laki-laki tertua) dari PB XII.

Wafatnya PB XIII meninggalkan tujuh anak. Termasuk putra bungsu KGPH Purbaya yang menjadi putra mahkota.

Firasat Gusti Moeng

Adik kandung Sinuhun Pakubuwono XIII, GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng, menuturkan bahwa ia sempat merasakan adanya pertanda sebelum kakaknya wafat pada Minggu (2/11/2025).

Dalam bayangannya, ia melihat Sinuhun berada di rumah dengan mengenakan baju koko putih seolah sedang bersiap untuk sebuah acara.

“Boleh percaya atau tidak saya sudah diberi pralampita bagaimana waktu krisis yang kedua saya merasa lagi di rumahnya Sinuhun pakai baju koko putih terus lagi mempersiapkan mau ada pesta. Kok sudah pindah dalem begitu,” ungkap Gusti Moeng, dikutip dari Tribun Solo.

Ia juga mengaku merasakan keresahan menjelang kepergian sang raja. Menurutnya, cuaca yang beberapa hari terakhir disertai hujan dan angin kencang seakan memberi isyarat.

“Saya mendengar kabar sudah surut Sinuhun jam 07.30 WIB. Jam 07.00 saya sudah bangun. Seperti di ini ya, sebetulnya saya resah dari mulai keadaan alam yang dari utara. Tiga kali itu kan dari timur terus,” jelasnya.

Baca juga: Sosok 7 Anak Kandung Pakubuwono XIII, 2 Laki-laki dan 5 Perempuan, Siapa Penerus Raja Keraton Solo?

Meski demikian, Gusti Moeng menuturkan bahwa ia tidak mengetahui secara pasti kondisi Sinuhun menjelang akhir hayatnya karena tidak diperkenankan menjenguk.

“Saya kebetulan tidak diijinkan untuk menengok,” katanya.

Ia kemudian mengenang momen terakhir Sinuhun mengikuti prosesi adat Adang Tahun Dal pada Minggu (7/9/2025) di Pawon Gondorasan. Saat itu, kondisi kesehatan Sinuhun sudah menurun.

“Sinuhun sebetulnya sakit banget tapi dipaksa harus tindak ke pawon. Menjalankan tugasnya untuk kembul bujono dengan abdi dalem. Terlalu diforsir,” tuturnya.

Setelah prosesi tersebut, kesehatan Sinuhun semakin memburuk hingga harus menjalani cuci darah, meski tidak membuahkan hasil.

“Waktu masuk setahu saya gulanya tinggi. Sudah menuju perusakan ginjal. Sempat dicuci darah tapi kelihatannya Sinuhun nggak kuat. 1,5 jam sudah anfal terus diberhentikan,” jelasnya.

Menurut Gusti Moeng, Sinuhun sempat dirawat intensif selama sekitar satu bulan.

Sebelumnya, karena faktor usia, beliau sudah menggunakan kursi roda selama beberapa tahun terakhir. 

“Dirawatnya sebulan, setelah Kembul Bujono. Sebetulnya sudah dirawat oleh dokter. Baru diiyakan hari Jumat pas haulnya Sinuhun. Kursi roda sudah 6 tahun mungkin,” tambahnya.

Wafat Minggu Pagi

Sinuhun Pakubuwono XIII wafat pada Minggu (2/11/2025) sekitar pukul 07.30 WIB. Sekitar pukul 10.45 WIB, jenazah diantar ambulans tiba di Keraton Kasunanan Surakarta.

Rencananya, jenazah akan diarak menggunakan kereta kencana khusus yang ditarik delapan ekor kuda.

Menurut adik kandung PB XIII, KGPH Puger, kereta tersebut terakhir kali dipugar pada masa pemerintahan Pakubuwono X.

Kereta kencana itu akan membawa jenazah hingga Loji Gandrung.

Setelah itu, perjalanan dilanjutkan dengan ambulans menuju Kompleks Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

KGPH Puger menjelaskan bahwa kereta jenazah hanya dipakai untuk mengantar raja dari dalam keraton hingga ke luar, sebelum kemudian diganti dengan ambulans di Ndalem Wuryoningratan.

Baca juga: Daftar 35 Anak Pakubuwono XII, Termasuk Pakubuwono XIII, Anak Laki-laki Tertua yang Telah Berpulang

“Kereta jenazah digunakan untuk mengantar dari dalam keraton hingga keluar. Dari sini ke Ndalem Wuryoningratan, baru ganti ambulans,” ujarnya, diberitakan Tribun Solo.

Kereta pusaka tersebut disimpan di gedung penyimpanan kereta di kawasan Talangpaten dan memang hanya difungsikan untuk mengiringi jenazah raja.

Usai dimandikan, jenazah akan disemayamkan di Masjid Pujosono yang berada di belakang Sasana Sewaka.

Pada Rabu (5/11/2025), jenazah dijadwalkan diberangkatkan melalui Magangan dan melewati Alun-Alun Selatan (Kidul).

KGPH Puger menambahkan, tidak ada prosesi adat khusus yang digelar.

Tata cara pemakaman raja pada dasarnya serupa dengan masyarakat umum, termasuk tradisi berobosan yang dilakukan di Paningrat, hanya saja lokasi pelaksanaannya berbeda.

Menurutnya, perbedaan utama terletak pada destinasi akhir, karena raja memiliki masjid sendiri serta tempat khusus bernama Parasdya.

PB XIII meninggal dunia pada usia 77 tahun setelah mengalami sejumlah komplikasi penyakit.

Selama beberapa minggu terakhir, dia menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Indriati, Solo Baru.

Salah satu kerabat keraton, KPH Eddy Wirabhumi, menjelaskan bahwa kondisi Sinuhun sempat membaik sebelum akhirnya kembali memburuk.

“Iya, cukup lama, sebelum Adang Dal beliau sempat masuk rumah sakit, kemudian lumayan sehat dan kondur (pulang). Namun setelah acara Adang Dal itu, beliau sakit lagi, masuk lagi sampai sekarang. Sebenarnya sudah lama beliau sakit. Terakhir komplikasi, termasuk gula darahnya tinggi dan seterusnya. Sudah sepuh juga,” jelas Eddy, dikutip dari Tribun Solo.

Sosok Pengganti

Pegiat sejarah, R. Surojo, menilai akan ada dua kemungkinan besar siapa sosok yang bakal naik takhta menggantikan mendiang raja.

Menurutnya, takhta Keraton Surakarta bisa jatuh kepada adik kandung PB XIII, atau kepada putra bungsunya, KGPAA Hamangkunegoro Sudibya Rajaputra, yang akrab disapa Gusti Purbaya.

“Masalah ini tak lepas dari kemelut lama yang terjadi di dalam keraton sejak beberapa tahun silam,” ungkap R. Surojo saat dihubungi TribunSolo.com, Minggu.

Surojo menjelaskan, persoalan itu bermula dari penolakan sebagian keluarga keraton terhadap status GKR Pakubuwana atau KRAy Pradapaningsih sebagai permaisuri.

“Masalah itu muncul karena sebagian adik-adik raja tidak mengakui keabsahan permaisuri. Otomatis hak anaknya menjadi raja dianggap tidak valid,” jelasnya.

Padahal, lanjut Surojo, pada tahun 2022 mendiang PB XIII telah secara resmi mengangkat Gusti Purbaya sebagai putra mahkota.

“Dari pihak raja sendiri tetap menganggap itu valid. Nah, ini yang jadi persoalan,” imbuh Surojo.

Belakangan, nama Gusti Purbaya digadang menjadi sosok yang kuat menggantikan PB XIII.

Ia adalah KGPAA Hamangkunegoro Sudibyo Rojo Putra Narendra ing Mataram atau akrab disapa Gusti Purbaya merupakan Putra Mahkota Keraton Surakarta atau Keraton Solo.

Baca juga: Mengenal Makam Raja-Raja di Imogiri, Lokasi Pemakaman Pakubuwono XIII

KGPAA Purbaya merupakan putra bungsu dari pasangan Pakubuwono XIII dengan GKR Pakubuwono atau KRAy Pradapaningsih.

Gusti Purbaya resmi dikukuhkan sebagai Putra Mahkota saat pada 2022 lalu. 

Tepatnya saat acara Tingalan Dalem Jumenengan atau peringatan naik tahta PB XIII ke-18, pada Minggu (27/2/2022), di Sasana Sewaka.

Kala itu Gusti Purbaya masih berusia 21 tahun.

Diketahui, ia memiliki beberapa kakak tiri, yakni GRM. Suryo Suharto (GPH Mangkubumi), GRAy Rumbai Kusuma Dewayani (GKR Timur), GRAy Devi Lelyana Dewi, GRAy Ratih Widyasari, BRAy Sugih Oceani dan GRAy Putri Purnaningrum.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul Wafat di Usia 77 Tahun, Raja Keraton Solo Alami Komplikasi dan Siapa Naik Tahta Setelah Pakubuwono XIII Mangkat? Antara Adik Kandung atau Putra Bungsu

(Tribunnews.com/Chrysnha, Galuh)(TribunSolo.com/Tri Widodo/Mardon Widiyanto/Ahmad Syarifudin)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved