Pakubuwana XIII Meninggal Dunia
Talkshow Kacamata Hukum 17 November 2025: Imbas Panas Matahari Kembar Keraton Solo
Kacamata hukum kali ini bahas soal perebutan takhta Keraton Surakarta 2025 bersama Pemerhati budaya dan dosen sejarah UNS, Tundjung Wahadi Sutirto.
TRIBUNNEWS.COM - Belakangan ini ramai dibicarakan terkait perebutan takhta Keraton Surakarta 2025 karena munculnya dua figur yang sama-sama mengklaim gelar Pakubuwono (PB) XIV.
Dualisme kepemimpinan Keraton Solo muncul setelah wafatnya PB XIII yang meninggalkan tujuh anak dari tiga istri.
Kondisi ini memicu perhatian luas karena mencerminkan kompleksitas adat suksesi dan dinamika internal keluarga Keraton Solo.
Perselisihan tersebut bermula dari wafatnya Sri Susuhunan Pakubuwono XIII yang meninggalkan dua kandidat kuat penerus takhta.
Keduanya adalah Gusti Purboyo (putra bungsu) yang telah diangkat sebagai Putra Mahkota resmi oleh PB XIII, dan Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Hangabehi (putra tertua) yang dideklarasikan sebagai PB XIV oleh Dewan Adat.
Baca juga: Pernah Berseteru, KGPH Benowo dan GKR Timoer Kini Satu Kubu soal PB XIV, Sama-sama Dapat Kekancingan
Situasi ini berkembang cepat hingga berujung pada dualisme kepemimpinan yang mengguncang tatanan tradisi keraton dan belum ada juga kesepakatan tunggal dari para kerabat keraton sendiri.
Hingga kini, masyarakat masih menunggu arah baru kepemimpinan Keraton Surakarta.
Untuk membahas hal ini, simak Kacamata Hukum bersama pemerhati budaya dan dosen sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS), Drs. Tundjung Wahadi Sutirto, M.Si.
Link YouTube:
(Tribunnews.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.